Minggu, 05 Desember 2010

makalah Kriteria kebenaran filsafat ilmu by Ruhyana

olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
1
KRITERIA KEBENARAN
Sub. Bagian Dasar-dasar Pengetahuan
A. PENDAHULUAN
Kebenaran merupakan sesuatu yang krusial dalam kehidupan ini. Sering kali
dengan dalih sebuah kebenaran seseorang, kelompok, lembaga, atau bahkan negara akan
menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan
yang benar. Begitu pula dalam bidang pendidikan tidak mungkin seorang guru
melakukan pendidikan,dan pengajaran terhadap peserta didik jika tidak meyakini sebuah
kebenaran. Sebagaimana ilustrasi yang digambarkan Jujun S. Suriasumantri, yang
menggambarkan seorang peserta didik yang mogok tidak mau belajar walaupun orang
tuanya sudah merayunya, memberikan iming-iming hadiah, bahkan hukuman fisik agar
anaknya mau belajar matematika. Ketika ditelusuri alasan anak tersebut mogok belajar
karena seorang guru matematika di sekolahnya dianggap sebagai pembohong. Pada suatu
hari guru tersebut mengatakan bahwa 3+ 4 = 7, pada hari berikutnya 5+2 = 7, kemudian
pada hari lainnya 6+1 =7 dan seterusnya. Menurut pemikiran anak tersebut dengan
keterbatasan pikirannya, guru matematika yang mengajarnya tidak konsisten dengan apa
yang dikatakan sebelumnya, sehingga dianggap sebagai pembohong.1
Ilustrasi tersebut jika diuji materil kebenaran dengan pendekatan matematika
semua yang disampaikan guru matematika tersebut benar, akan tetapi keterbatasan
seorang peserta didik menganggap itu salah. Sehingga menimbulkan dampak-dampak
negatif maupun positif dalam kehidupan. Oleh karena itu bagaimana sesuatu dianggap
benar, dan apa yang menjadi kriteria kebenarannya. Kebenaran tidak mungkin berdiri
sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangnya, baik pernyataan, teori,
keterkaitan, konsistensi, keterukuran , dapat dibuktikan, berfungsi, dan bersifat netral
atau tidak netral, bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif atau sepanjang masa?
1 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan,Cet.22.tahun 2010. H.55.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
2
Untuk mencapai sebuah kebenaran ada beberapa tahapan yang harus dilalui,
baik itu rasional, hipotesa, kausalitas, anggapan sementara, teori, atau sudah menjadi
hukum kebenaran. Tahapan untuk mendapat kebenaran tersebut dapat dilihat dengan
menggunakan alat kajian filsafat, baik filsafafat Yunani, filsafat Barat, ataupun filsafat
Islam.
Oleh karena itu pemakalah akan membahas sekitar kriteria kebenaran ditinjau
dalam pendekatan filsafat sebagai salah satu bagian dari dasar-dasar pengetahuan.
Apakah itu kebenaran, bagaimana proses pengetahuan dianggap benar. serta bagaimana
mendapatkan kebenaran dengan berbagai macam pendekatan ilmiah. Paling tidak sebagai
pijakan kriteria kebenaran yang mana yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
B. POKOK BAHASAN
1. Pengertian Kebenaran
Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar,
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan
yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada
taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.
Sebelum mencapai kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan
teori ilmiah sebagaiamana kerangka ilmiah, akan lebih baik jika kita mengetahui
terlebih dahulu pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak. Sebagaimana diungkap
Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir sebagai berikut:
Yang logis ialah yang masuk akal
Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional
Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam
Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum
alam.
Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra
rasional.2
22 Frof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu,Bandung, Remaja Rosdakarya,2009, cet-4, h. 17
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
3
Dengan menggunakan istilah logis dan rasional sebagai bahan dasar dari
kebenaran dalam pengetahuan, maka kriteria kebenaran tidak dapat berdiri sendiri
sebagai hasil disiplin ilmu, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan permasalahan yang
akan diselesaikan manusia dalam kehidupannya, baik masih berupa hipotesa ( dugaan
kebenaran sementara) sehingga menghasilkan teori, teori bisa menjadi hukum. Secara
garis besar Ahmad Tafsir menggambar skema permasalahan sampai menjadi kebenaran
secara teori sebagai berikut:3
Dengan melihat skema di atas, dapatlah dikatakan bahwa ketika ada masalah,
maka sebagai manusia yang serba ingin tahu akar masalah maka ada dugaan. Berangkat
dari dugaan maka ada anggapan sementara yang kita sebut hipotesa. Hipotesa ini
merupakan anggapan kebenaran sementara yang belum teruji secara teoritis. Hipotesa ini
ada karena adanya sebab akibat yang dapat dibenarkan secara rasional. Hipotesa yang
sudah diuji kebenaran dan terbukti kebenarannya maka menjadi teory misalnya dalam
33 Prof.Dr. Ahmad Tafsir, Ibid, h.35-36
dugaan hipotesa teori
Hukum/
aksioma
Belum diuji
kebenaran
Adanya sebab
akibat (rasional)
Diuji kebenaran
dan terbukti
Selalu benar
(bukti empiris)
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
4
teory tabularsa dalam pendidikan. Sedangkan suatu teori yang selalu benar secara
empiris maka naik tingkatannya menjadi aksioma atau hukum.
Beberapa definisi kebenaran dapat kita kaji bersama dari beberapa sumber,
antara lain, Kamus umum Bahasa Indonesia ( oleh Purwadarminta), arti kebenaran
yaitu: 1. Keadaan yang benar ( cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya), 2.
Sesuatu yang benar ( sunguh-sungguh ada, betul demikian halnya), 3. Kejujuran,
ketulusan hati, 4. Selalu izin,perkenan, 5. Jalan kebetulan.4
Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan filsafat Ilmu UGM,
kebenaran dikelompokkan dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis
dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis
menjadi bahasan epistemology, logika dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
pernyataan dengan realitas objektif. Sedangkan kebenaran metafisik berkaitan dengan
yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri
kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang
menyatakannya.5
Menurut teori kebenaran metafisik/ontologis, kebenaran adalah kualitas
individual atas objek, ia merupakan kualitas primer yang mendasari realitas dan bersifat
objektif, ia didapat dari sesuatu itu sendiri. Kita memperolehnya melalui intensionalitas,
tidak diperoleh dari relasi antara sesuatu dengan sesuatu, misal kesesuaian antara
pernyataan dengan fakta. Dengan demikian kebenaran metafisis menjadi dasar
kebenaran epistemologis, pernyataan disebut benar kalau memang yang mau dinyatakan
itu sungguh ada.
Sedangkan menurut Noeng Muhajir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat
yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui
kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra.
Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari dunia
4 Purwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,
5 Imam Wahyudi, Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam Jurnal Filsafat, Desember 2004, Jilid 38, Nomor
3
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
5
ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah Swt.
Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu
merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang perlu dibenahi, juga model logika
pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam adalah
logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal dengan
pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan pembuktian
probabilitas.6
Lebih jauh Noeng Muhajir menawarkan epistemology berangkat dari dua
postulat, pertama semua yang gaib ( Zat Allah, alam barzah, surga dan neraka) itu
urusan Allah, bukan kawasan ilmu, sedangkan alam semesta dengan beribu galaxy yang
terbentang di muka kita adalah kawasan ilmu yang dapat kita rambah. Kedua manusia
itu makhluk lemah dibanding kebijakan Allah, sehingga kebenaran mutlak dari Allah
tidak tertangkap oleh manusia.7
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan
jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli
agama, telah memancing kemarahan pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada
khalifah yang memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis.
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al
Kindi dalam bukunya Falsafah El Ula (First Philosophy). Al Kindi menyatakan bahwa
kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena
pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai (Haeruddin, 2003).8
Dengan melihat berbagai kajian tentang kebenaran sebagai dasar-dasar
pengetahuan, penulis berpendapat bahwa terdapat keanekaragaman kebenaran itu sendiri,
tergantung berangkat dari disiplin ilmu apa, pendekatan apa yang dipakai dalam
menentuan kebenaran, dan aliran filsafat apa yang dijadikan paradigm berpikir. Bagi
kalangan agama kebenaran yang berasal dari wahyu Allah adalah mutlak kebenarannya.
6 Prof. Dr. Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan Islam ( Filsafat dan Paradigma ), dalam buku Epistemologi
untuk Ilmu Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati Bandung, 1995. h.22.
7 Ibid.h. 22
o 8 Haerudin,
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
6
Sedangkan kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat nisbi. Kebenaran dari wahyu
Allah tidak semua bersifat jelas dan gamblang, akan tetapi banyak informasi tentang
kebenaran yang mengarahkan kepada manusia untuk berfikir, memperhatikan, mengkaji
proses yang terjadi di alam ini, paling tidak jika tidak ada kebenaran yang absolut, maka
setidaknya pendekatan terhadap kebenaran itu sendiri.
Dengan menggunakan berbagai pendekatan kebenaran dalam mendapatkan
pengetahuan, maka dibutuhkan berbagai kriteria kebenaran yang disepakati secara
konsensus, baik dengan cara mengadakan penelitian atau mengadakan perenungan.
Dalam pendekatan ini dibedakan menjadi dua pendekatan kebenaran, yaitu kebenaran
ilmiah dan kebenaran non ilmiah. Kebenaran ilmiah akan dijelaskan secara rinci dalam
makalah ini. Sedangkan kebenaran non ilmiah juga ada di masyarakat, akan tetapi sulit
untuk dapat dipertanggungjawabkan secara kajian ilmiah. Kebenaran non ilmiah antara
lain:
o Kebenaran karena kebetulan : kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak
ditemukan secara ilmiah, tidak dapat diandalkan karena terkadang kita tertipu
dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Misalnya radio tidak ada suaranya,
dipukul, kemudian bunyi.
o Kebenaran karena akal sehat ( common sense): Akal sehat adalah serangkaian
konsep yang dipercaya dapat memecahkan masalah secara praktis. Contoh
kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah
termasuk kebenaran akal sehat. Akan tetapi penelitian psikologi membuktikan hal
tersebut tidak benar, bahkan lebih membahayakan masa depan peserta didik.
o Kebenaran intuitif: kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya
dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman
lama dan mendarah daging di suatu bidang.
o Kebenaran karena trial dan error: kebenaran yang diperoleh karena mengulangulang
pekerjaan, baik metode, teknik, materi, dan parameter-parameter sampai
akhirnya menemukan sesuatu. Hal ini membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
7
o Kebenaran spekulasi : kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang
dipikirkan secara matang, dikerjakan penuh risiko, relative lebih cepat dan biaya
lebih rendah.
o Kebenaran karena kewibawaan : kebenaran yang diterima karena pengaruh
kewibawaan seseorang, bisa sebagai ilmuwan, pakar, atau orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang tertentu. Kebenaran yang keluar darinya diterima
begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar bisa salah karena tanpa
prosedur ilmiah.
o Kebenaran agama dan wahyu : kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan
rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tetapi
sebagian yang lain tidak. Manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap
kebenaran dari Allah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Al-Qur`an
sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw diyakini
kebenarannya bagi kaum muslimin, tetapi tidak diyakini kebenaran bagi yang non
muslim. Begitu juga kebenaran pada kitab yang lainnya.
Dengan mengetahui kebenaran berdasarkan pendekatan non-ilmiah paling
tidak kita dapat membedakan segala kebenaran yang berada di masyarakat tersebut
tidak teruji secara ilmiah, sehingga sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Nah sekarang bagaimana kebenaran ditinjau dari pendekatan ilmiah.
2. Kriteria Kebenaran Ilmiah
Kriteria kebenaran sebagai dasar pengetahuan yang akan dibahas dalam
makalah ini, adalah kriteria kebenaran ilmiah dengan menggunakan beberapa
patokan dan pijakan yang dibuat para ahli sebelumnya. Kriteria kebenaran ini juga
tidak terlepas dari sejarah dan patokan apa yang dipakainya. Hal ini tidak terlepas
dari sifat kajian ilmiah, jika ada penemuan terbaru dalam bidang dan hal yang sama
dapat menggantikan penemuan sebelumnya. Dan ini juga tidak terlepas dari filsafat
manusia yang menghasilkan pada saat itu.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
8
Menurut Roger yang dikutif Imam wahyudi, benar yang dipergunakan dalam
ilmu, agama, spiritualitas, estetika adalah sama namun semuanya tidak dapat diukur
dengan standar yang sama (incommensurable), tidak ada satupun yang benar-benar
menunjuk pada klaim bahwa suatu penyataan adalah benar dalam suatu makna kata,
namun salah pada makna lainnya. Misal kata ilmu penciptaan sebagai pemiliki
kebenaran menjadi bermakna keteraturan ( kosmos) diterima sebagai ilmiah , namun
tujuannya tidak ilmiah dan dua jenis kebenaran tersebut tidak sama.9
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran
tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah.
Sebagai gambaran perhatikan tahapan dalam penelitian untuk mendapatkan
kebenaran berikut!
Dengan memperhatikan tahapan denah jika dikaji dari penelitian maka
kebenaran merupakan proses dari hasil ilmu pengetahuan dan sebelumnya telah
dilakukan penelitian. Maka dengan itu kaitan dengan bagaimana proses menghasilkan
kebenaran secara ilmiah yang sistematis, supaya dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah pula.
9 Imam Wahyudi, Refleksi tentang Kebenaran ilmu : Jurnal Filsafat, h. 257.
Penelitian
Ilmu
pengetahuan
kebenaran
proses
proses hasil
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
9
Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui penelitian
dengan dukungan metode serta sarana penelitian, maka diperoleh suatu pengetahuan.
Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang kontradiksi di
dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan
fakta.
Bangunan suatu pengetahuan secara epistemology bertumpu pada asumsi
metafisis tertentu, dari metafisis ini menuntut suatu cara atau metode yang sesuai untuk
mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang dikembangkan merupakan konsekuensi
logis dari watak objek. Maka secara epistemology kebenaran merupakan kesesuaian
antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya yang
menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek
yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. 10
Sebelum membicarakan kriteria kebenaran secara ilmiah, alangkah baiknya
kita melihat pada saat berkomunikasi, seseorang harus menyusun atau merangkai katakata
yang dimilikinya menjadi suatu kalimat yang memiliki arti. Contoh kalimat yang
tidak memiliki arti adalah: “5 mencintai 7.” Secara umum dapat dinyatakan bahwa
kalimat adalah susunan kata-kata yang memiliki arti yang dapat berupa:
_ Pernyataan, dengan contoh: "Pintu itu tertutup”,
_ Pertanyaan, dengan contoh: “Apakah pintu itu tertutup?",
_ Perintah, dengan contoh: "Tutup pintu itu!", ataupun
_ Permintaan, dengan contoh: "Tolong pintunya ditutup."
Dari empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai
benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan,
matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat
tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka, namun hanya pernyataan saja yang menjadi
perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya. Alasannya, kebenaran suatu teori
ataupun pendapat yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli
10 Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Epistemologis, Kanisiusn Jakarta,
2002, h. 66
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
10
lainnya seperti ulama sebagai ahli agama merupakan suatu hal yang akan sangat
menentukan reputasi mereka. Karenanya, setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahliahli
lainnya akan berusaha untuk menghasilkan suatu pernyataan atau teori yang benar.
Suatu pernyataan (termasuk teori) tidak akan ada artinya jika tidak bernilai benar.
Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori
telah menjadi pembicaraan dan perdebatan para ahli filsafat dan logika sejak dahulu kala.
Beberapa nama menurut Yuyun S Suriasumantri yang patut diperhitungkan karena telah
berjasa untuk kita adalah Plato (427 – 347 SM), Aristoteles (384 - 322 SM), Charles S
Peirce (1839 - 1914), dan Bertrand Russell (1872 - 1970).11 Paparan berikut akan
membicarakan tentang kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di
dalam suatu kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan
tentang kriteria kebenaran ini perhatikan dua kalimat berikut:
a. Semua manusia akan mati.
b. Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180°.
Pertanyaannya, dari dua kalimat tersebut, kalimat manakah yang bernilai benar
dan manakah yang bernilai salah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut
dikategorikan bernilai benar atau salah, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan sebagai
kalimat yang bernilai benar atau salah. “Semua manusia akan mati,” merupakan suatu
pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian. Artinya, kalimat
yang menyatakan bahwa semua manusia akan mati tersebut adalah sesuai atau cocok
dengan keadaan yang sesungguhnya, yaitu sejak jaman dahulu kala sampai saat ini, setiap
makhluk hidup yang bernama manusia akan mati. Tidak hanya itu, tidak dapat
ditunjukkan akan adanya orang (bahkan hanya satu orangpun)yang bersifat kekal atau
abadi. Pernyataan a) bernilai benar karena pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan
ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Pernyataan a) tersebut
akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat atau obat yang sangat canggih
sehinggaakan ada orang yang tidak bisa mati lagi. Sedangkan pernyataan b) bernilai
benar karena pernyataan itu konsisten atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan
11Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, cet ke-
22. H. 57.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
11
aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau
teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan
teori koherensi yang memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu
pernyataan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suriasumantri menyatakan bahwa ada
tiga teori yang berkait dengan kriteria kebenaran ini, yaitu: teori korespondensi, teori
koherensi, dan teori pragmatis. Namun sebagian buku hanya membicarakan dua teori
saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi karena pragmatism dijadikan sebagai
pelengkap dua teori tersebut. Sehingga pembicaraan kita hanya berkait dengan dua teori
tersebut.
Kriteria kebenaran menurut Jujun S. Suriasumantri menggunakan dua teori
kebenaran yaitu terori koherensi dan teori korespondensi. Teori koherensi adalah suatu
teori yang menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut
bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Bila kita mengganggap bahwa semua manusia pasti akan mati adalah suatu pernyataan
yang benar, maka penyataan bahwa si pulan adalah seorang manusia dan si pulan pasti
akan mati adalah benar pula, karena pernyataan kedua adalah konsisten dengan
pernyataan pertama. Teori lainnya adalah teori korespondensi dengan tokohnya Bertrand
Russel (1872-1970 ), pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan
itu berkorespondensi ( berhubungan ) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Misalnya Jika “ Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta” merupakan pernyataan
yang benar sebab pernyataan tersebut faktual yaitu Jakarta sebagai ibu kota Republik
Indonesia. Dan sekiranya ada orang yang menyatakan “ Ibu kota Republik Indonesia
adalah Bandung , maka pernyataan tersebut tidak benar.12
Teori korespondensi ini menurut Abbas merupakan teori kebenaran yang
paling awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena
12 Ibid
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
12
Aristoteles sejak awal ( sebelum abad modern ) mensyaratkan kebenaran pengetahuan
harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.13
Akan tetapi teori korespondensi ini bukan juga termasuk teori yang sempurna
tanpa kelemahan, karena dengan mensyarakatkan kebenaran harus sesuai dengan
kenyataan, maka dibutuhkan penginderaan yang akurat, nah bagaimana dengan
penginderan yang kurang cermat atau bahkan indra tidak normal lagi? Disamping itu juga
bagaimana dengan objek yang tidak dapat diindra atau non empiris? Maka dengan teori
korespondensi objek non empiris tidak dapat dikaji kebenarannya.
Bagaimana dengan teori kebenaran koherensi ? Teori kebenaran koherensi
yang berpandangan bahwa pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara
pernyataan yang satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu system
pengetahaun yang dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu system yang
unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Maka teori kebenaran ini termasuk teori
kebenaran tradisional menurut Imam wahyudi.14 Kelemahan dari teori koherensi ini
terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal.
Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika
dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini dapat mengarah kepada
relativisme kebenaran.
Kedua teori inilah yaitu teori koherensi dan korespondensi yang dipergunakan
dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran teoritis yang
berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan proses
pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung
suatu pernyataan tertentu menggunakan teori kebenaran yang lain yaitu kebenaran
pragmatis.
13 H.M. Abbas, “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Intan Pariwara, Yogyakarta, 1997. H. 87
14 Imam Wahyudi, Op.Cit. h. 256
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
13
Teori pragmatis menurut Jujun S. Suriasumantri bukan merupakan aliran
filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan
kebenaran. Dimana kebenaran suatu pernyataan diukur dengan apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu penyataan adalah
benar , jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.15
Kriteria kebenaran pragmatisme ini dipergunakan para ilmuwan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dalam persepekstif waktu. Secara historis pernyataan yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan
permasalahan ini maka ilmuwan bersifat pragmatis, selama pernyataan itu fungsional dan
mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, dan sekiranya pernyataan itu
tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.
Menurut Rohmat Mulyana, Tidak dapat dipungkiri bahwa metode ilmiah (
scientific methods) merupakan cara yang handal untuk menemukan kebenaran ilmiah.
Tingkat kebenarannya yang logis empiris membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu
pengetahuan yang semakian lama semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah
banyaknya teori baru yang semakin canggihnya teknologi. Akan tetapi semakin
berkembangnya ilmu alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang
melahirkan spesialisasi yang berlebihan. Sebagai missal, Biologi berkepentingan untuk
meneliti manusia sebagai suatu organisma, bukan sebagai makhluk yang berbudaya,
begitu pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejehateraan manusia,
bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan. Dengan
keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat merangkum seluruh
pengalaman, pengetahuan, cita-cita , keindahan dan kasih sayang yang terdapat dapat diri
manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua urusan manusia dapat dipecahkan
15 Ibid. h. 59
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
14
melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat
menjangkau kebenaran pada wilayah yang logis dan supra logis.16
Pendekatan kebenaran ilmiah melalaui penelitian ilmiah dan dibangu atas teori
tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik
dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat dites ( diuji) dalam hal
keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya jika jika penelitian ulang orang lain
menurut langkah-langkah sama akan yang serupa pada kondisi yang sama akan
memperoleh hasil yang ajeg ( consisten) atau koheren dengan sebelumnya. Pendekatan
ilmiah ini menurut Sumardi Suryabrata, akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi
hampir setiap orang, karena pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan
pribadi, bias, dan perasaan, penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Atau
kebenaran ilmiah terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendaki untuk
mengujinya.17
Pendekatan pada kebenaran dalam ilmu alam adalah pendekatan terhadap
sesuatu di luar pengenal, oleh karena itu memungkinkan dicapainya “keadaan yang
sebenarnya” dari objek pengetahuan walaupun tetap memungkinkan adanya pengaruh
dari pengenal. Objektivitas dalam ilmu-ilmu sosial sulit dicapai karena adanya
hubungan timbal balik yang terus-menerus antara subjek pengenal dan objek yang
dikenal.
Kebenaran ilmiah pada akhirnya tidak bisa dibuat dalam suatu standard yang
berlaku bagi semua jenis ilmu secara paksa, hal ini terjadi karena adanya banyak jenis
dalam pengetahuan. Walaupun ilmu bervariasi disebabkan karena beragamnya objek dan
metode, namun ia secara umum bertujuan mencapai kebenaran yang objektif, dihasilkan
melalui konsensus. Kebenaran ilmu yang demikian tetap mempunyai sifat probabel,
tentatif, evolutif, bahkan relatif, dan tidak pernah mencapai kesempurnaan, hal ini terjadi
16 Dr. Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta, 2004, cet-2.,h.74
17 Drs.Sumardi Suryabrata, BA,MA,Ed.S., Ph.D, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo
Persada,1983, h. 6.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
15
karena ilmu diusahakan oleh manusia dan komunitas sosialnya yang selalu berkembang
kemampuan akal budinya.
C. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun semaksimal kemampuan kami dengan
mengambil dan mengkaji serta menganalisa materi tentang kriteria kebenaran sebagai
sub bagian dasar pengetahuan dalam Filsafat ilmu dari referensi yang tersedia. Penulis
sangat terbuka terhadap kritikan demi perbaikan makalah ini. Jazakallahu khairan
kasiran.
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
16
Daftar Pustaka
Abbas, H.M. 1997 “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara, Yogyakarta,
Al-Thoumy Al-Syaibany, Omar Mohammad,1979, Prof.Dr., Falsafah Pendidikan Islam,
Jakarta, Bulan Bintang, cet-1.
Arikunto, Suharsini, Prof.Dr.,2006, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik,
Jakarta, Rineka Cipta.
Bertrand Russel, 2007, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet-3.
Keraf ,Sonny dan Mikhael Dua,2002, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan
Epistemologis, Kanisiusn Jakarta
Miarso, Yusuf Hadi, Prof. Dr.,2004, Menyemai Benih Pendidikan, Jakarta, Pustekom
Diknas.
Mulyana, Rohmat , Dr., 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta,
cet-2
Sudarto, Drs. M.Hum, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, Cet. 3.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof. Dr., Metode Penelitian Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya dan Pasca Sarjana UPI.
Suriasumantri, Jujun.S.,2010, Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer, Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan, cet.22.
Suryabrata, Sumardi, Drs.BA,MA,Ed.S.,Ph.D, 2010, Metodologi Penelitian, Raja
Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad, Prof. Dr, 2009, Filasafat Ilmu, Bandung, Remaja Rosdakarya
Tafsir , Ahmad, Dr., 1995, Epistemologi untuk ilmu pendidikan Islam, Bandung,
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
Pasca Sarjana UIN SGD Bandung, 2010, Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi
Wahyudi, Imam, 2004, Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam Jurnal Filsafat,
Desember, Jilid 38, Nomor 3,
www. Filsafat-Ilmu. Blogspot. Com.
www. Forumkami.com
olehruhyana@yahoo.co.id/ makalah filsafat ilmu 5
17
KRITERIA KEBENARAN
Sebagai bagian Dasar Pengetahuan
MAKALAH
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Dadang Kahmad, M.Si
Disusun oleh:
OLEH RUHYANA
NIM. 2.210.9.098
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar