Minggu, 28 November 2010

pengantar ulum al hadis

1
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
TA’RIF ISTILAH HADITS
A. Pendahuluan
Hadits dalam hukum Islam merupakan sumber hukum kedua setelah Al
Quran, oleh karenanya seorang muslim dituntut paling tidak menguasai dan
mempelajari hadits sebagai peninggalan Rasulullah SAW yang harus dijadikan
pegangan setiap muslim dalam melangkah selain Al Quran.
!$tΒuρ ãΝä39s?#u ãΑθß™§9$# çνρä‹ã‚sù $tΒu ρ öΝä39pκtΞ çμ÷Ψtã (#θßγt ( 4 FΡ$$sù
Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)
Ilmu Hadits sangatlah penting untuk dipelajari oleh setiap muslim, sebab
dengan ilmu tersebut kita bisa mengetahui keadaan suatu Hadits. Al-Qur-an lebih
butuh kepada Sunnah daripada Sunnah butuh kepada Al-Qur-an, dan Sunnah yang
shahih tidaklah dapat diketahui kecuali dengan mengetahui Hadits-hadits
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam! Dengan demikian, ilmu hadits memiliki
peranan sangat penting dalam menjalani agama ini.
Hadits adalah pensyarah yang menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Alqur’an.
Misalnya di dalam Al-qur’an ada perintah untuk mengerjakan sholat, akan
tetapi di dalamnya tidak dijelaskan bagaimana cara mengerjakan sholat. 1 Semua
hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat seperti waktu sholat, rukun-rukun
sholat, gerakan-gerakan sholat, pembatal-pembatal sholat, dan hukum-hukum
lainnya dapat kita temukan penjelasannya di dalam Hadits Rasulullah
shollollahu’alaihiwasallam.
1 Lihat Sejarah Pengantar Ilmu Hadits, M. Hasbi Ash Shiddieqy, hlm26.
2
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Ulumul Hadits atau Ilmu hadits diperlukan untuk membedakan tingkatantingkatan
hadits, serta memilah kualitas hadits sehingga kaum muslimin tidak
terjebak mengamalkan hadits-hadits dhoif atau bahkan maudhu, yang tentunya
malah menimbulkan penyimpangan ibadah yang tidak bernilai disisi Allah SWT.
Untuk memahami Ulumul Hadits secara mendalam, terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa yang dimaksud Ta’rif Istilah Hadits. Makalah ini berusaha
membahas tentang Ta’rif Istilah Hadits baik secara etimologi maupun
terminologi, sehingga memberi gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
Ulumul Hadits.
B. Ta’rif Istilah Hadits
Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman, Ta’rif Istilah
Hadits bisa ditinjau dari segi etimologi dan terminologi, sehingga
pembahasan Ta’rif Istilah Hadits lebih lengkap.
1. Tinjauan Etimologi
Secara etimologi menurut Hasbi Ash Siddqy, Hadits mempunyai
beberapa arti,: Jadid (lawan qadim) yang berarti ‘sesuatu yang baru’atau
Qarib artinya yang dekat; atau berarti Khabar, yang berarti Warta, Dari
makna inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah” sehingga haditshadits
dari Rasul dikatakan “ahaditsu’l Rasul” tak pernah dikatakan
“hudtsanu’l Rasul” sebagaimana tidak pernah disebutkan “uhdutsatu’l
rasul” .2
Dalam Alqur’an Allah memakai kata hadits dengan arti khabar,
seperti terdapat pada ayat ke-44 Surat Al Mu’minun berikut:
2 Hasbi Ash-Shiddeqy. Ibid.
3
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
§ΝèO $uΖù=y™ö‘r& $oΨn Νåκ|Õ÷èt/ $oΨ÷èt7ø?r'sù 4 çνθç/¤‹x. $oλé;θß™§‘ Zπ¨Βé& u!%y` $tΒ ¨≅ä. ( #uŽøIs? =ß™â‘
$VÒ÷èt/ öΝßγ≈o Ψù=y èy_uρ y]ƒÏŠ%tnr& 4 #Y‰÷èç7sù 5Θöθs ∩⊆⊆∪ tβθãΖÏΒ÷σムāω )jÏ9
Artinya:
Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) Rasul-rasul Kami
berturut-turut, tiap-tiap seorang Rasul datang kepada umatnya,
umat itu mendustakannya, Maka Kami perikutkan sebagian mereka
dengan sebagian yang lain dan Kami jadikan mereka buah tutur
(manusia), Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak
beriman
Pada ayat 3 Surat At Tahrim Allah juga memakai kata hadits dengan
makna khabar,
øOEÎ)uρ §Ž|€r& ÷É<¨Ζ9$# 4’n<Î) ÇÙ÷èt/ ÏμÅ_≡u ρø—r& $ZVƒÏ‰tn $£ϑn
=s
ù ôNr'¬7tΡ ÏμÎ/ çνt yγøßr&uρ ª!$# Ïμø‹n
=t
ã
t∃¡tã …çμŸÒ÷èt/ uÚ{ôãr&uρ .t ã <Ù÷èt/ ( $£ϑn=s ù $yδr'¬6tΡ ÏμÎ/ ôMs9$s% ôt Β x8r 't7/Ρr & #x‹≈y ( δ
tΑ$s% u’ÎΤr'¬7tΡ ÞΟŠÎ=y ∩⊂∪ 玍Î6y‚ø9$# èø9$#
Artinya:
Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah
seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah)
menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan
hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah
kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah).
Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah
dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah
memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah
diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal."3
Berdasarkan penjelasan di atas, secara etimologi hadits berarti suatu
berita, khabar, informasi, komunikasi, warta tentang sesuatu. Tentunya
3 Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV.Toha Putra. 1989.
4
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
makna-makna ini dilihat secara tekstual dan denotatif makna kata hadits
itu sendiri.
2. Pengertian Istilah Hadits
Di kalangan para ulama, terjadi perbedaan dalam mendefinisikan
‘hadits’. Perbedaan ini karena perbedaan luas objek tinjauan masin-masing
baik itu Ulama hadits, Ulama Ahli Ushul Fiqih dan Fuqaha.
Menurut Ulama Hadits, ‘hadits’ adalah pemberitaan segala sesuatu
dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifatsifat
dan hal ihwal.4
Ulama Ushu Fiqih mendefinisikan ‘hadits’ adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik
berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut
dengan Hukum Syara’5
Adapun Fuqaha mengartikan ‘hadits’ adalah segala sesuatu yang
ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalahmasalah
fardlu atau wajib.6
Menurut ahli ushul hadits bahwa yang dinamakan hadits adalah
sesuatu yang bersangkut paut dengan hukum, sehingga sesuatu yang tidak
terkait dengan hukum bukan hadits. Hal ini tertuang dalam pengertian
hadits berikut:


َ
ر و وأ
ا أ
“segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan hukum.”
Menurut Jumhuru’l Muhadditsin, yang dimaksud Hadits adalah:
4 Muhammad Ajaj al Khatib, Al Sunnah Qabla al Tadwin, Kairo, Maktabah, 1975 hlm. 19
5 Muhammad Ajaj al Khatib, ibid
6 Muhammad Ajaj al Khatib, ibid
5
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
ه ا أو
أو ! أو "
#$
%&' أ
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.
Ta’rif ini mengandung empat unsur yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW yakni:
a. Perkataan
b. Perbuatan
c. Pernyataan
d. Sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW
a. Perkataan
Yang dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad SAW ialah
perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai masalah seperti
bidang hukum/syari’at, akhlaq, ‘aqidah, pendidikan dan sebagainya.
Contoh:
) &
- / ى ( ئ ا * ت وا & ل -" ا ا
“Bahwasannya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan bahwasannya
seseorang itu akan memperoleh apa yang diniatkan...” (HR. Bukhori-
Muslim)
Contoh lain;
Sabda Nabi Muhammad SAW yang mendidik manusia agar rela
meninggalkan pekerjaan yang tidak bermanfaat demi pembentukan
pribadi muslim yang sempurna:
رى) 7$ (ا &
" آ ء م ا !4 ا 56 5
6
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
“Termasuk hal yang dapat menyempurnakan keislaman seseorang
ialah kerelaannya untuk meninggalkan apa yang tidak berguna. (HR.
Bukhori)
b. Perbuatan
Perbuatan Rosulullah SAW merupakan praktik nyata terhadap
syariat yang belum jelas pelaksanaannya. Perbuatan ini sering disebut
dengan Sunnah Fi’liyah. Seperti perbuatan Rosulullah ketika sholat di
atas kendaraan dan cara menghadap kiblat, yang dipraktikkan di
hadapan para sahabatnya.
89: ;&
را #
- #
<

= ل ا 4 ن ر آ
رى) 7$ (ا ?
$ ا *$ 4 ل @ ?A
/ داأرادا
Artinya:
Konon Rosulullah SAW bersembahyang di atas kendaraan
(dengan menghadap qiblat) menurut kendaraan itu menghadap.
Apabila beliau hendak sembahyang fardlu, beliau turun
sebentar, terus menghadap qiblat.” (HR. Bukhori) 7
Namun demikian tidak semua perbuatan Rosul merupakan
sunnah yang harus dijalankan ummatnya. Ada tindakan-tindakan yang
khusus diberikan dispensasi kepada Rosul seperti bolehnya Rosul
mengawini wanita lebih dari 4 orang, atau mengawini wanita tanpa
maskawin. Hal ini hanya berlaku khusus untuk Rosul bukan untuk
ummatnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah:
7 Lihat Fatchur Rahman, Ikhtiar Mustholahul Hadits, hlm. 8
7
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Zοr &z÷ö4$#uρ ºπoΨÏΒ÷σ•Β βÎ) ôMt7yδuρ $pκ|¦ø-tΡ ÄcÉ<¨Ζ=Ï9 ÷βÎ) yŠ#u ‘r& ÷É<¨Ζ9$# βr& $uηy sÅ3ΖtFó¡o„
3 tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# Èβρߊ ÏΒ y7©9 Zπ|ÁÏ9%s{
“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan
untuk semua orang mukmin. (QS. Al Ahzab 50)
Di sisi lain dalam urusan keduniaan, seperti perdagangan,
pertanian, taktik perang, Rosul menyerahkan urusan-urusan tersebut
kepada ummatnya dengan ucapan beliau “Kamu lebih tahu urusan
keduniaannmu”
c. Taqrir
Yang dimaksud dengan Taqrir Nabi adalah keadaan beliau
mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang
telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
Termasuk taqrir adalah perbuatan beliau yang menerangkan dan
menguatkan perbuatan sahabat dalam mengambil ijtihad, ketika
sahabat bersembanhyang ashar di Bani Quraidhah 8. Nabi bersabda:
?C
# # " ا آD ا 5&
<
"
“Janganlah seorang kamu bersembahyang, melainkan di Bani
Quraidhah.”
Contoh taqrir Nabi yang lain adalah tentang perbuatan salah
seorang sahabat yang bernama Khalid bin Walid dalam suatu jamuan
makan dengan sajian daging biawak. Tindakan Khalid yang makan
daging biawak disaksikan oleh Nabi SAW dan Beliau tidak menegur
atau menyanggahnya.
8 Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit. hlm27.
8
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah di samping adanya
syarat bahwa perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh sahabat itu
tidak mendapat sanggahan/teguran dari Nabi SAW selama masih
hidup, juga orang yang melakukan adalah orang yang taat kepada
agama Islam. Karena diamnya Nabi SAW terhadap
perkataan/perbuatan orang kafir atau orang munafiq bukan berarti
memberi persetujuan.
d. Sifat-sifat, keadaan-keadaan dan himmah (hasrat) Rasulullah SAW
Sifat-sifat dan keadaan Nabi SAW yang termasuk unsur hadits, adalah:
1) Sifat-sifat Nabi SAW yang dilukiska oleh para sahabat dan ahli
tarikh, seperti sifat-sifat dan bentuk jasmaniah beliau dilukiskan
oleh sahabat Annas r.a. sebagai berikut:
E&
F 9 6 وأ 9: س و ا 56 أ
= ل ا 4 ن ر آ
&< " و *
H
“Rosulullah itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras
mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan
bukan pula orang pendek.” (HR. Bukhary-Muslim) 9
2) Silsilah-silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran yang telah
ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh, seperti kelahiran
Rosul yang dikenal dengan tahun gajah.
3) Himmah (hasrat) Rosul yang belum sempat direalisasikan pada
masa hidup Rosul. Seperti hasrat Rosul untuk berpuasa pada
tanggal 9 ‘Asyura, tetap Rosulullah SAW wafat sebelum
menjalankan puasa tersebut.
Dalam hal menjalankan hadits himmah (hammiyah), para ulama
berbeda pendapat:
9 Fathur Rahman, Ikhtisar Mustholahul Hadits, hlm 11
9
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
- Imam Syafi’i berpendapat bahwa disunnatkan untuk
menjalankan himmah Rosul karena ia termasuk salah satu
bagian sunnah yakni sunnah hammiyah.
- As Syaukany justru berpendapat lain, himmah atau hamm
adalah kehendak hati yang belum dilaksanakan dan bukan
termasuk sesuatu yang diperintahkan untuk dilaksanakan atau
ditinggalkan. Jadi bukan termasuk sunnah.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hadits
adalah segala sesuatu yang disandarkan (dimarfu’kan) kepada Nabi
Muhammad SAW, sedangkan segala sesuatu yang disandarkan kepada
para sahabat atau tabi’in tidak termasuk Al Hadits.
Sehingga Jumhuru’l Muhadditsin membagi Hadits berturut-turut sebagai
berikut:
a. Sunnah Qauliyah
b. Sunnah Fi’liyah
c. Sunnah Taqririyah
d. Sunnah Hammiyah.
Perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh
terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka masing-masing. Dari sini
lahirlah perbedaan ta’rif hadits, baik ta’rif yang terbatas maupun ta’rif
yang lebih luas.
Ta’rif hadits yang terbatas sebagaimana diungkapkan oleh Al hafidh
dalam Syarah Al Bukhary, hadits menurut istilah adalah
ا وأ وأ
ا أ
10
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
“Segala ucapan Nabi, segala perbuatan Beliau dan segala keadaan
Beliau.”10
Ta’rif Hadits yang luas diungkapkan Muhammad Mahfuzh al
Tirmizi:
“Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang dimarfu’kan kepada
Nabi Muhammad SAW saja melainkan dapat pula disebutkan pada apa
yang mauquf (dinisbahkan pada perkataan dan sebagainya dari sahabat),
dan pada apa yang maqthu’ (dinisbahkan pada perkataan dan sebagainya
dari tab’iin)11
Dari perbedaan-perbedaan itulah maka sesuatu hadits yang sampai
kepada Nabi disebut Marfu, hadits yang sampai pada sahabat disebut
Mauquf, dan hadits yang sampai kepada tabi’in saja disebut Maqthu’
3. Istilah-istilah untuk Al-Hadits
Mayoritas Muhaditsin baik yang termasuk aliran modern maupun
yang termasuk aliran salaf (kuno), berpendapat bahwa istilah Al Hadits
murodif (sinonim) dengan Al-Khabar, Al-Atsar dan As-Sunnah walaupun
perbedaan itu tidak prinsipil.
a. Khabar
Khabar menurut bahasa berarti “warta berita yang disampaikan
dari seseorang kepada seseorang.” Jama’nya Akhbar.
Menurut istilah ahli hadits khabar adalah warta baik warta dari
Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in.
Ada yang berpendapat bahwa khabar dipakai untuk segala warta
yang diterima dari yang selain Nabi SAW, sehingga orang yang
10 Lihat Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hlm. 26
11 Lihat Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah), hlm. 4
11
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
meriwayatkan hadits disebut “muhaddits” dan orang yang meriwayatkan
sejarah dinamai “akhbary”.
Adapula yang mengatakan bahwa khabar lebih umum daripada
hadits. Semua yang diriwayatkan baik dari Nabi SAW atau dari selainnya
tergolong Khabar, sedangkan hadits khusus untuk yang diriwayatkan dari
Nabi SAW saja.
Ada juga yang mengatakan bahwa khabar dan hadits diithlaqkan
kepada yang sampai dari Nabi SAW saja, sedangkan yang diterima dari
sahabat dinamai Atsar.
b. Atsar
Atsar secara bahasa berarti “bekasan sesuatu” atau “sisa
sesuatu”, nukilan atau yang dinukilkan. Sehingga doa yang dinukilkan
dari Nabi SAW dinamai doa ma’tsur.
Menurut istilah Jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan
hadits. Sehingga ahli hadits sama dengan atsary.
Fuqaha memakai perkataan “atsar” untuk perkataan-perkataan
ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.
Imam An Nawawy menerangkan bahwa fuqaha khurasan
menamai perkataan-perkataan sahabat (hadits mauquf) dengan atsar, dan
menamai hadits nabi dengan khabar. Tetapi pada umumnya para
muhadditsin menamai hadits nabi dan perkataan sahabat dengan atsar
juga.
c. Sunnah
Sunnah secara bahasa berarti jalan yang dijalani, terpuji atau
tidak. Jama’ dari kata sunnah adalah sunan.
Sunnah menurut istilah muhadditsin adalah “segala sesuatu yang
dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun
12
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang
demikian itu sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Rosul maupun
sesudahnya12
Dari pengertian inilah para muhadditsin menetapkan bahwa
sunnah murodif dengan hadits.
Sedangkan sunnah menurut ahli ushul fiqh ialah “segala sesuatu
yang dinukilkan dari Nabi SAW baik perkataan maupun perbuatan,
ataupun taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum.”
Makna inilah yang sesuai dengan perkataan Sunnah dalam hadits
Nabi yang berbunyi:
? 4 و = ب ا آ 9 6 ان ا
A 5 5
أ & 8 آ D
)J (روا 4 ر
“Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua perkara, sekali-kali kamu
tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya, yakni
Kitabullah dan Sunnah RosulNya. (HR. Malik).
4. Macam-macam Ilmu Hadits
Secara garis besar ilmu hadits terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Ilmu Hadits Riwayah
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-
Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu
Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang
meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan
12 Hasbi Ash Shiddieqy,loc.cit. hlm27.
13
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian
lafaz-lafaznya.13
Sedangkan pengertian menurut Muhammad 'ajjaj a-khathib
adalah: Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan)
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau
tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.14
Definisi yang hampir sama dikemukkan oleh Zhafar Ahmad ibn
Lathif al-Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa'id fi 'ulum al-Hadist, Ilmu
hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan
perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan,
pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.15
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis
Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw.
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi saw dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
- Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian
juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
- Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan,
dan pembukuannya.
13 Jalal al-din 'Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Ed.
'Abdul Al-Wahhab' Abd al-Lathif (Madinah: Al-Maktabat al-'Ilmiyyah.cet kedua. 1392 H, h. 42
14 Lihat M.'Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.7.
15
Zhafar Ahmad ibn Lathif al-'Utsmani al- Tahanawi, Qawa 'id fi ' Ulum al-Hadist, Ed. 'Abdal-Fattah Abu
Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah,1984).h.22.
14
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Dalam praktiknya, menurut Endang Soetari bahwa Ilmu Hadits
Riwayat membahas tentang periwayatan Hadits, yakni penerimaan Hadits,
pemeliharaan dalam hafalan, pengalaman dan tulisan-tulisan serta
penyampaiannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tertulis. 16
Pengertian dari Endang Soetari inilah yang lebih mewakili
penjelasan ta’rif hadits riwayah:
&L ا او
او ! او "
4 و &
- = ا #
M$
%&'أ * ف

-
ه
و 9H$' و J دا
“Ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan (penerimaan), pemeliharaan,
pembukuan dan penyampaian Hadits dari apa-apa yang dinisbahkan kepada
Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan lain
sebagainya.”
b. Ilmu Hadits Dirayah
Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: Ilmu
Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukumhukumnya,
keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. 17
Pengertian yang mudah dipahami adalah definisi yang diberikan oleh
Endang Soetari yakni:
&L ل و : ا ?/ داء و " وا * ا ?&/& وآ 5 وا D 6 ال ا ا رى D
ن ا
J دا
“Kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara
penerimaan dan penyampaian, sifat rawi dan lain sebagainya.”
16 Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah), Bandung: Mimbar Pustaka.ctk. V. 2008 hlm.
13-14.
17
Lihat al-Suyuthi, Tadrb al-Rawi hlm. 40;
15
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Penjelasan ta’rif Ilmu Dirayah di atas adalah Ilmu yang
membicarakan kaidah tentang keadaan matan yang diriwayatkan, hal ihwal
rawi, baik perawi penyampai maupun perawi penerima, yang tercatat pada
sanad serta keadaan sanadnya dalam keadaan bersambung atau tidak. Dari
sinilah dapat ditentukan kualitas hadits tersebut apakah maqbul (diterima)
atau mardud (ditolak) untuk dijadikan hujjah dan pedoman beramal dalam
pelaksanaan Syari’at Islam.18
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang
diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan
riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti:
- sama' (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru),
- qira'ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru
tersebut),
- ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari
seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk
diriwayatkan),
- kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),
- munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk
diriwayatkan),
- i'lam (memberitahu seseorang bahwa Hadits-Hadits tertentu adalah
koleksinya),
- washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya),
- dan wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
- Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama
sampai perawi terakhir,
- atau munqathi', yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah,
ataupun di akhir, dan lainnya.
18 Endang Seotari, op cit. Hlm. 14
16
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat
karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena
adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi
keadilan mereka (al'adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh). Syarat-syarat
mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika
mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika
menyampaikan riwayat (syarat pada al-adda').
Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat), adalah penulisan
Hadits di dalam kitab al-musnad, al-mu'jam, atau al-ajza' dan lainnya dari
jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw.
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan
definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan Hadits-Hadits yang maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil
atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak).
Ilmu Hadis Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum
dikenal dengan Ulumul Hadits, mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits.
Keseluruhan nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti
dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah
untuk mengetaui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadits,
dari segi diterima dan ditolaknya.
C. Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penjelasan ta’rif
istilah hadits adalah sebagai berikut:
1. Makna hadits secara etimolog adalah warta, berita, informasi. Bentuk
Jama’ dari kata hadits adalah ‘ahadits’. Kata hadits memiliki murodif
17
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
dengan kata khabar, atsar ataupun sunnah. Walaupun dalam
pemakaiannya sedikit berbeda, dan perbedaan ini tidak prinsipil.
Menyikapi perbedaan ini kita kenal dalam Bahasa Indonesia dengan
istilah makna leksikal dan makna gramatikal. Bahwa dalam makna
leksikal boleh jadi sebuah kata memiliki sinonim lebih dari satu, namun
dalam makna gramatikal akan mengalami perbedaan makna.
2. Adapun makna hadits secara terminolog, terdapat beberapa perbedaan
antara ulama baik ulama ushul hadits maupun jumhuru’l muhaddtsin.
Dari perbedaan tersebut dapat digarisbawahi bahwa pengertian ‘hadits’
secara terbatas adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, penetapan ataupun
himmahnya. Dari sini lahirlah istilah-istilah:
a) Sunnah Qauliyah
b) Sunnah Fi’liyah
c) Sunnah Taqririyah
d) Sunnah Hammiyah.
Ta’rif al-Hadits yang luas, tidak hanya mencakup sesuatu yang
dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga perkataan,
perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in pun
disebut Al Hadits. Jadi ta’rif Al Hadits adalah meliputi segala berita yang
marfu’, mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu’ (disandarkan
kepada tabi’in).
3. Dalam perkembangannya ilmu hadits terbagi menjadi dua yaitu:
a) Ilmu Hadits Riwayah; yaitu ilmu hadits tentang penukilan dan
periwayatan hadits yang disandarkan kepada Rosulullah SAW, baik
dari segi ucapan-ucapan yang disabdakan, perbuatan-perbuatan yang
dikerjakan, atau penetapannya (dalam arti Rosul melihat suatu
18
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
perbuatan tapi mendiamkan), atau sifat-sifatnya (sifat-sifat, kelakuan
dan perilaku beliau SAW sebelum dan sesudah menjadi Nabi/Rosul),
atau penukilan hadits yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Objek Pembahasan Ilmu Riwayah; adalah pribadi Rosulullah SAW
ditinjau dari segi perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau.
b) Ilmu Hadits Dirayah; Ilmu Hadits ini populer dengan sebutan
Mustholahul Hadits atau Ilmu Ushulul Hadits. Ilmu ini mempelajari
tentang keadaan sanad dan matan dengan qonun-qonun tertentu dari
segi maqbul dan mardudnya.
Objek Pembahasan Ilmu Dirayah adalah pribadi rowi, sanad, matan
dan riwayatnya, dari segi maqbul dan mardudnya.
Demikian, semoga makalah ini bisa memberi gambaran tentang Ta’rif
Istilah Hadits, untuk membuka wacana dan mengantarkan lebih lanjut tentang
ulumul hadits.
Daftar Pustaka
Departemen Agama Republik Indonesia. Alqur’an dan Terjemahnya. Semarang:
Toha Putra. 1989.
Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah). Bandung: Mimbar
Pustaka Ctk. V. 2008
Fathur Rahman. Ikhtisar Mustholahu’l Hadits. Bandung: AlMa’arif. Cetakan IV
1985.
19
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Jalal al-din 'Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh
Taqrib al-Nawawi. Ed. 'Abdul Al-Wahhab' Abd al-Lathif (Madinah: Al-
Maktabat al-'Ilmiyyah.cet kedua.1972
Muhammad Mahfudh At-Tarmusy. Manhaj Dzawin-Nadhar. Surabaya: Maktabah
Nabhaniyah.
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib. Ulumul Haditswa ‘ulumuhu. Cairo
M. Hasbi Ash Shiddiey. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan
Bintang. 1991.
______________. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Sumbangsih
______________. Pokok-pokok Ilmu Diroyatul Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Husaini. Kaidah-kaidah Dasar dalam
Ilmu Hadits Mustholah Hadits. Surabaya: Nun. 1399 H.
Zhafar Ahmad ibn Lathif al-'Utsmani al- Tahanawi, Qawa 'id fi ' Ulum al-Hadist,
Ed. 'Abdal-Fattah Abu Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah, 1984.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar