Rabu, 29 Desember 2010

Euphoria Sepak Bola tanah air

Tanggal 29 Desember 2010 adalah tanggal  yang menentukan bagi Timnas  Indonesia, apakah akan menjadi  pemenang atau hanya menduduki runner up. Laga kedua melawan Tim Malaysia ini memang sangat menentukan, kenapa ? Karena pada leg pertama Timnas kita kalah telak 3-0..
Segala daya, trik dan apapun dikerahkan oleh pelatih dan pemain demi meraih kemenangan, termasuk oleh pemain ke-12 yaitu penonton, demi memberikan dukungan kepada tim kesayangan apapun dilakukan, ngantri tiket masuk, membeli  kaos berlogo garuda sampai mengecat tubuhpun dilakukan sebagai perwujudan rasa sayang dan kerinduan yang mendalam akan kemenangan.
Pertanyaan yang muncul sekarang apakah semua yang dilakukan tersebut wajar ? Apakah tidak terlalu berlebihan sampai harus adu jotos demi mendapatkan sebuah tiket ? Atau apakah tidak terlalu berlebihan kalau harus mengecat tubuh demi memberikan dukungan ?
Sebagai orang yang awam saya berpendapat, rakyat Indonesia sudah sangat merindukan Timnas kita menjadi juara, jadi dukunganpun mengalir luar biasa, namun harus dikritisi jangan terlalu 'over' sehingga melupakan segalanya apalagi melanggar norma dan ajaran agama, dengan mengecat tubuh misalnya kita akan bertanya bagaimana dia melakukan sholat kalau dia seorang muslim ? atau di banyak daerah pertandingan sepak bola menjadi ajang untuk berjudi, dan uang yang dipertaruhkan bukan uang dalam jumlah yang kecil. Seandainya uang itu diberikan untuk mengentaskan kemiskinan akan sangat bermanfaat sekali. 
Sebentar lagi peluit tanda mulainya pertandingan dibunyikan. Jadi, majulah terus Tim Garuda, do'a kami menyertai langkahmu....untuk para suporter jadilah suporter yang  memberikan dukungan dengan segenap jiwa dan raga dengan tidak melupakan kodrat kita sebagai hamba-Nya....
Allohu A'lam....

Rabu, 22 Desember 2010

Berbagi tidak berharap kembali

Berbagi tidak berharap kembali
Berbagi ilmu dan berkarya dalam pendidikan akan jauh bermanfaat dibandingkan dengan banyak bicara tanpa bukti apalagi memperdebatkan sesuatu yang tidak banyak bermanfaat bagi masyarakat.Kita bisa berkaca kepada para ilmuwan muslim bahkan ilmuawan Barat siapapun yang telah berjasa menemukan teori-teori ilmu pengetahuan yang aplikatif dalam bidang ilmu. Seperti Al Gozali, Imam Syafi'i, As- Suyuti, Imam Malik, Ibnu Sina, Thomas Alfa Edison dsb, mereka tidak pernah membayangkan karya-karya mereka akan dibaca 15 abad kemudian dan masih relevan dengan kekinian.
Sebagai seorang guru yang profesional, segala ide-ide yang brilian coba tuliskan dalam karya-karya baik di internet, hardcopy seperti buku, majalah, buletin yang akan banyak dikunjungi orang. Para tokoh pemenang hadiah nobel di  dunia tidak pernah bercita-cita perjuangan dalam bidang perdamaian, kemanusian,pendidikan dengan target mendapat hadiah nobel, tetapi lebih mulia yaitu menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan berbagi ilmu kepada orang lain secara universal dan egaliter.
Dunia saat ini selalu kapitalis, dimana segala karya ingin selalu dihargai dalam bentuk uang. Penghargaan dalam bentuk finansial itu merupakan imbas bukan tujuan. Contoh rame-rame pemerintah memberikan bantuan sertifikasi untuk guru harus difahami itu bukan tujuan berkarya dan penghargaan tetapi merupakan sebuah imbas sertifikasi yang dimiliki sebagai tenaga guru yang profesional. Jika itu menjadi tujuan  merupakan penyimpangan ( deviasi) dari sebuah kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen.

Rabu, 15 Desember 2010

STRATEGI MEMBANGUN MOTIVASI PESERTA DIDIK DI KELAS

STRATEGI MEMBANGUN MOTIVASI PESERTA DIDIK DI KELAS
Pendidikan pada umumnya di Indonesia masih besifat teacher centris, di mana seorang guru bagaikan seorang narasumber yang serbabisa, hanya sedikit sekali pendidikan yang melibatkan peserta didik secara personal dalam pengembangan kemampuannya. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya materi pelajaran yang harus dikuasi peserta didik dengan mengabaikan menggali motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Kalaupun ada baru sedikit dan harganya cukup mahal di kalangan kelas menengah  ke atas. Ironis memang, pendidikan kebanyakan di Indonesia berada di sekolah-sekolah negeri yang dikelola pemerintah ataupun sekolah yang berada milik masyarakat rendah masih menggunakan strategi pembelajaran penguasaan materi pelajaran yang cukup menjenuhkan.
Agar pendidikan tidak menjenuhkan baik untuk kalangan peserta didik maupun guru sebagai sumber ilmu, seorang guru harus mampu membangun motivasi peserta didik. Karena dengan motivasi yang tinggi bagi  peserta didik akan membangun berbagai energi untuk belajar dan mempelajari keadaan di sekitarnya. Bukankah salah satu alasan beberapa peserta didik yang hobi melakukan tawuran adalah ketidakjelasan motivasi mereka memahami siapakah dirinya sendiri, yang ada mencari identitas diri dengan cari perhatian dari masyarakat sekitar.
Nah bagaimana membangun motivasi peserta didik ketika  berada di kelas. Beberapa dianatara pengalaman penulis adalah sebelum pengajaran di mulai pada pertemuan pertama, peserta didik diarahkan agar memiliki cita-cita yang baik, bila perlu diceritakan beberapa tokoh dunia yang berhasil dengan keterbatasan keluarganya menjadi tokoh terkenal dunia, seperti Thomas Alfa Edison, Al Gozali, Imam Syafi'i dan sebagainya. Setelah itu mengajak peserta didik untuk membayangkan impian mereka yang sudah dituliskan sebelumnya seperti dalam kehidupan nyata 5-20 tahun kemudian. Bila perlu dirangsang dengan bentuk tulisan yang ditulis peserta didik sesuai hati nurani mereka tanpa harus dibaca terlebih dahulu sebelum bayangan mereka tertulis dalam beberapa lembar kertas. Setelah itu mereka membacakan impian mereka satu persatu atau perwakilannya saja jika keterbatasan waktu jam pelajaran. Dengan mereka membacakan impian dan cita-cita mereka di masa depan maka seorang guru akan tahu cita-cita mereka paling tidak ada yang ingin jadi dokter, polisi, tentara, pengusaha, PNS, guru,politikus dsb. Maka mulailah seorang guru mengenal peserta didik dengan menyebut cita-cita luhur mereka, misalnya ketika pelajaran  berlangsung guru merangsang memberikan pertanyaan dengan mengatakan bagaimana pendapat dokter kita, atau yang berhubungan dengan masalah sosial dengan meminta pendapat calon politikus, calon guru dan calon pengusaha?
Sebutan yang terbangun setiap hari kepada peserta didik akan membangun energi yang sangat luar biasa di pikiran dan otak mereka, mereka semakin yakin dengan cita-citanya dan bagaimana cara mengejar cita-cita tersebut. Dengan mereka sadar bahwa akan menjadi manusia sesuai dengan sebutan tersebut akan terbangun rasa sadar, tanggung jawab dan solideritas terhadap sesama cita-cita. Sebaliknya jangan pernah sekali-kali mengatakan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dengan makian seperi bodoh, pemalas, bandel, anak durhaka dsb. Karena sebutan tersebut itu akan selalu masuk di hati mereka dan merangsang mereka untuk benar-benar menjadi sesuai panggilan tersebut. Sering kali di temukan di kalangan peserta didik yang mengatakan bahwa hasil karya mereka jelek, tidak bagus atau acak-acakan, jangan sekali-kali kita memberikan komentar yang mematikan kemampuan mereka, katakan kepada mereka agar mengiatakan inilah karya terbaik saya. Dengan merangsang mereka untuk mengatakan yang terbaik karyanya mereka akan selalu berusaha menjadi yang terbaik.
Demikianlah sekelumit cara pandang bagaimana strategi pembelajaran kita ubah menjadi  suasana yang menyenangkan peserta didik. Mereka merasa terlibat di dalamnya, merasa memiliki untuk belajar, merasa bertanggung jawab dalam proses pembelajaran.Bagi seorang guru tidak harus lelah menyampaikan materi pelajaran, cukup mengamati, mengarahkan, membangun rasa percaya diri dan memberikan penghargaan sekecil apapun yang mereka kerjakan.
Bravo guru Indonesia, di tangan kitalah pendidikan agar menjadi agen of change di masa depan. Tidak menjadi pembunuh karakter peserta didik, bahkan harus sebaliknya yaitu merangsang motivasi peserta didik membangu karakter dan buaday bangsa ini yang menatap  masa depan yang lebih baik. Bukankah kita diajarkan hari ini harus lebih baik dari hari kemaren, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Selamat mencoba dan  berbagi pengalaman dalam proses pembelajaran.
Wassalam ila Liqaa, good luck, Allah bless us alwasy every time.
Oleh Ruhyana

Minggu, 12 Desember 2010

ULUMUL QURAN TTG. ILMU MUNASABAH Karya Abdul Mufid

ILMU MUNASABAH AL-QUR’AN





Makalah

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulum al-Qur’an
Program Magister Ilmu Agama Islam Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
Tahun Akademik 2010/2011


Dosen : Prof. Dr. H. Nurwadjah Ahmad EQ., M.A.








Disusun oleh:

ABDUL MUFID
NIM. 2.210.9.070








UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG JAWA BARAT

2010 M. /1431 H.
ILMU MUNASABAH

A. PENDAHULUAN
Seorang muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan Al-Qur’an. Seorang muslim mempelajari Al-Qur’an tidak hanya mencari kebenaran ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Qur’an. Hal ini seiiring dengan definisi Al-Qur’an yakni:

كلام الله على نبيه (محمد صلعم) المعجزبتلاوته المنقول بالتواتر المكتوب فىى المصاحف من أول سورة الفاتحة الى أخر سورة الناس
“(Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya (Muhammad SAW) yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf mulai dari awal surah Al Fatihah sampai akhir surah An-Nas.)”


Al-Qur’an merupakan petunjuk dan mukjizat yang memiliki kesatuan, yakni kesatuan pada sumber, kesatuan poros surah dan kesatuan tema, yang dengan ini mempengaruhi cara pandang dalam memahami Al-Qur’an. Dengan petunjuk-petunjuk tersebut, Al-Qur’an menjadi pedoman hidup untuk keselamatan manusia dari kehidupan dunia sampai kehidupan akhirat.
Berdasarkan kenyataan bahwa naskah al-Qur’an menurut Mushaf Utsmani tidak disusun berdasarkan fakta kronologis turunnya. Hal ini menimbulkan pembahasan tersendiri di dalam ulum al-Qur’an, apakah susunan tersebut berdasarkan petunjuk Nabi SAW (tawqifi) atau hanya hasil kreasi para penulis wahyu dengan ijtihad para sahabat?
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada petunjuk Nabi SAW (tawqifi). Pendapat ini didukung oleh Al-Qadi Abu Bakr, Abu Bakar Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani dan Ibn Al-Hisar. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat dalam surah adalah tauqifi. Pendapat ini didukung oleh Malik. Adapula yang sependapat dengan pendapat pertama, bahwa susunan itu tawqifi dari Nabi SAW tetapi surah Al-Anfal dan Bara’ah dipandang bersifat ijtihadi. Pendapat ini dianut oleh Al-Baihaqi.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas, maka wajar jika masalah munasabah Al-Qur’an merupakan bagian dari telaah ulum al-Qur’an untuk mengungkap berbagai bentuk hubungan dan kemiripan-kemiripan dalam al-Qur’an. Hal ini semakin membuktikan bahwa al-Qur’an “sebagai sesuatu yang sangat luar biasa.”


B. ILMU MUNASABAH
1. Pengertian Munasabah
Kata “munasabah berasal dari kata - يناسب – مناسبة ناسب yang berarti dekat, serupa, mirip, berhubungan, sesuai. Menurut As-Suyuthi munasabah berarti musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Bahkan المناسبة sama artinya dengan (القريب المتصل) yang berarti dekat dan berkaitan.
Menurut Az-Zarkasyi, munasabah bisa berarti suatu pengetahuan yang diperoleh secara ‘aqli dan bukan diperoleh melalui tawqifi. Dengan demikian, akallah yang berusaha mencari dan menemukan hubungan-hubungan, pertalian atau keserupaan sesuatu itu.

Secara terminologi, munasabah dapat didefinisikn sebgai berikut:
a). Munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an baik surah maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.
b). Menurut Ibnu al-Arabi dalam Mabahits fi Ulum al-qur’an, Mansyurat al-Hadits karangan Manna al Qaththan mengungkapkan bahwa munasabah adalah :

ارتباط أي القرأن بعضها ببعض حتى تكون كالكلمةالواحدة متسق المعانى منتظمةالمبانى علم عظيم
(Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung)
c). Menurut Manna’ al-Qaththan yang dimaksud Munasabah al-Qur’an adalah:
وجه الارتباط بين الجملة والجملة فى الايةالواحدة أو بين الاية والاية فى الايةالمتعددة او بين السورة والسورة
Artinya:
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surah (di dalam al-Qur’an).

Dari beberapa difinisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu munasabah adalah ilmu yang membahas tentang korelasi makna antar-ayat atau antar-surah baik bersifat umum atau khusus, logis atau imajinatif ataupun berupa hubungan sebab akibat, perbandingan dan perlawanan.
Ilmu munasabah pertama kali diperkenalkan oleh Al-Imam Abu Bakar Abdullah ibn Muhammad Ziyad Al-Naisabury (atau Al-Imam Abu Bakar An-Naisabury).

2. Cara Mengetahui Munasabah
Munasabah bersifat ijtihadi, artinya pengetahuan tentang munasabah ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi SAW maupun para sahabatnya. Sehingga tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa yang ada.
Menurut Syekh Izzudin bin Abdus-Salam bahwa seorang mufassir terkadang menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya, tetapi terkadang tidak. Jika tidak menemukan keterkaitan, mufassir tidak diperkenankan memaksakan diri, karena jika memaksakan berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya. Jadi dalam hal ini dibutuhkan ketelitian dan pemikiran yang mendalam.
As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang diperhatikan untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surah dalam Al-Qur’an, yaitu:
a) Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surah yang menjadi objek pencarian.
b) Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surah.
c) Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
d) Dalam mengambil kesimpulan, harus memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.


2. Macam-macam Sifat Munasabah
a. Dzaahirul Irtibath (persesuaian yang nyata)
yaitu yang persambungan atau persesuaian antara bagian yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, jika dipisahkan dengan kalimat yang lain. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat Al-Isra:
           ....
Artinya: “Maha Suci Allah, yang memperjalankan hambah-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsha”.

Ayat tersebut menerangkan isra’ Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, ayat 2 surat Al-Isra tersebut yang berbunyi:
       ......
Artinya: “Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel”.
Persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang Nabi/Rasul tersebut.

b. Khafiyyul Irtibath (Persesuaian yang tidak jelas)
yaitu samarnya persesuaian antara bagian Al-Qur’an dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain . Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat Al-Baqarah dengan ayat 190 surah Al-Baqarah tersebut berbunyi:
        ••   .........
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakanlah, bulan tsabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”.

Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit/tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 surat Al Bagarah berbunyi:
              
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas.

Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam.

3. Macam-macam Munasabah
Pada garis besarnya munasabah itu ada 7 (tujuh) macam, namun bisa dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:
a) Munasabah surah dengan surah, meliputi:
1) Munasabah awal surah dengan akhir surah.
2) Munasabah nama surah dengan tujuan turunnya
3) Munasabah surah dengan surah sebelumnya
4) Munasabah penutup surah terdahulu dengan awal surah berikutnya.

b) Munasabah ayat dengan ayat, meliputi:
1) Munasabah kalimat dengan kalimat dalam ayat,
2) Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surah,
3) Munasabah penutup ayat dengan kandungan ayatnya.



1) Munasabah Awal Surah dengan Akhir Surah
Munasabah awal surah dengan akhir surah, seperti Surah al-Mukminun yang diawali dengan ayat:
  
Artinya: “Orang-orang Mukmin memperoleh kemenangan.”

Pernyataan awal surah al-Mukminun di atas adalah pernyataan bahwa orang mukmin akan menang, mereka pasti menang. Kemudian di akhir surah terdapat pernyataan:
   
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak akan memperoleh kemenangan.”
Pernyataan dalam ayat tersebut adalah bahwa orang kafir tidak akan memperoleh kemenangan. Artinya orang mukminlah yang akan memperoleh kemenangan sebagaimana diungkap di awal surah. Jadi dari contoh ini jelas bahwa awal surah dan akhir surah tersebut mempunyai korelasi.
2) Munasabah Nama Surah dengan Tujuan Turunnya
Nama-nama Surah dalam al-Qur’an biasanya diambil dari suatu masalah pokok di dalam surah. Menurut Shubhi As-Shalih munasabah nama surah dengan tujuan turunnya ini terbagi menjadi dua macam:

(a) Hubungan yang diketahui berdasarkan riwayat.
Contoh hubungan jenis ini seperti Surah Al-Baqarah. Nama Al-Baqarah diambil dari kata “Baqarah” yang terdapat pada ayat 67-71, ayat tersebut memuat kisah Nabi Musa a.s. dengan kaumnya. Menurut riwayat Ibn Abbas pada masa itu ada seseorang yang membunuh kerabatnya soal warisan, kemudian mayatnya digeletakkan di tengah jalan dan Nabi Musa a.s. tidak berhasil menyingkap siapa pembunuhnya. Kaum Nabi Musa a.s. melecehkan dan menyuruh bertanya pada Tuhan. Oleh karena itu Allah berfirman untuk menyembelih sapi sebagai penebus peristiwa itu. Akan tetapi kaum Nabi Musa a.s. terus saja melecehkan dengan bertanya jenis warna dan berbagai hal tentang sapi yang disembelih.
Surat An-Nahl juga mempunyai korelasi antara nama dengan tujuan turunnya berdasarkan riwayat. Menurut riwayat Abu Hurairah bahwa perbuatan orang dzolim itu tidak akan memudharatkan kecuali kepada dirinya sendiri. Lalu Allah menurunkan ayat 67-69 Surah An-Nahl agar menjadi ibarat bagi manusia supaya menjadi makhluk beriman dan berguna seperti lebah.

(b) Hubungan yang diketahui berdasarkan penelaahan pikiran
Surah Al-Kahfi, dinamai demikian karena mengandung kisah “Ashab al-Kahfi.” Kisah ini turun setelah ada pertanyaan kaum musyrikin tentang wahyu yang terlambat turun. Surah ini menjelaskan kepada mereka bahwa kisah Ashab al Kahfi adalah bukti kebesara Allah SWT. Allah tidak memutuskan nikmatNya kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum mukminin. Bahkan Allah melengkapi nikmatNya dengan menurunkan Al-Qur’an.

3) Munasabah Surah dengan Surah Sebelumnya
Dalam korelasi ini satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah Al-Fatihah disebutkan:
  
Artinya: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus!”
Kemudian dijelaskan di dalam Surah Al-Baqarah bahwa jalan yang lurus itu adalah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, seperti disebutkan:
        
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) itu tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”

Contoh lain, surah Al-Falaq dan An-Nas berkaitan dengan surah Al-Ikhlas. Surah Al-Falaq dan An-Nas diturunkan bersamaan waktunya menurut Al-Baihaqi. Oleh karena itu, dua surah ini disebut “Al-Mu’wwidatain” yaitu yang dimulai dengan ‘audzu’. Mohon perlindungan itu hanya kepada Allah SWT yang puncaknya dalam surah Al-Ikhlas, Allah Maha Esa.
Hubungan surah satu dengan surah sebelumnya dapat dicari melalui empat cara, yaitu:
a) Bi hasb huruf (dilihat melalui huruf). Misalnya surah-surah yang dimulai dengan حم dan الر tersusun berurutan.
b) Karena ada persesuaian antara akhir suatu surah dengan permulaan surah berikutnya. Misalnya akhir surah Al-Fatihah dengan awal surah Al-Baqarah.
c) Dilihat الوزن dalam lafazhnya. Misalnya akhir surah Al-Lahab dengan permulaan surah Al-Ikhlas.
d) Adanya kemiripan dalam bilangan ayat dalam ayat suatu surah dengan surah berikutnya. Misalnya Surah Ad-Duha dengan Surah al-Insyirah.

4) Munasabah Penutup Surah dengan Awal Surah Berikutnya
Contoh munasabah ini antara lain akhir Surah al-Waqia’ah ayat 96:
   
Artinya: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar!”

Kemudian surah berikutnya yakni surah al-Hadid ayat 1 :
         
Artinya: “Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah SWT (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Begitu pula halnya hubungan akhir surah Ali Imran dengan permulaan surah An-Nisa. Surah Ali Imran ditutup dengan perintah bersabar dan bertakwa kepada Allah:
      •   
Kemudian di awal surah An-Nisa berisi perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT juga. Ayat tersebut adalah:
 ••        ...............
5. Munasabah Kalimat dengan Kalimat dalam Ayat
Munasabah antara ayat dengan ayat terbagi dalam dua macam:
a. Hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah terdahulu dengan masalah yang dibahas kemudian. Hubungan ini sering berbentuk ‘at-tadhadat’ (perlawanan). Seperti ayat 4 Surah Al-Hadid:
                                       
Artinya:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid: 4)

Antara kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju (naik) terdapat korelasi perlawanan.

b. Hubungan yang belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan kalimat. Hubungan ini menurut Az-Zarkasyi terdiri atas dua macam:

1) Ma’thufah (معطوفة (
Adanya huruf ‘athaf’ mengisyaratkan adanya hubungan pembicaraan. Namun demikian ayat-ayat yang ‘ma’thuf’ itu dapat diteliti melalui bentuk susunan berikut:
(a) المضادة (perlawanan/bertolak belakang antara suatu kata dengan kata lain)
Misalnya kata الرحمة disebut setelah العذاب ; kata الرغبة sesudah katالرهبة ; menyebut janji dan ancaman sesudah menyebut hukum-hukum. Hubungan seperti ini banyak terdapat dalam surah al-Baqarah, An-Nisa dan Al-Maidah.
(b) الاستطراد (pindah ke kata lain yang ada hubungannya atau penjelasan lebih lanjut)
Misalnya kaitan antara الاهلة dengan memasuki rumah dari belakang dalam ayat 189 surah al-Baqarah. Pada musim haji, kaum Anshor mempunyai kebiasaan tidak memasuki rumah dari depan. Sebelum itu mereka menanyakan الاهلة . Lalu ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan البر itu adalah takwa kepada Allah dengan menjalankan apa yang Allah tentukan dalam berhaji. Mereka telah melupakan masalah الاهلة tadi karena beralih ke soal memasuki rumah dari belakang dalam kaitannya dengan ibadah haji.
(c) التخلص (melepaskan kata satu ke kata lain, tetapi masih berkaitan)
Misalnya ayat 35 surah An-Nur yang berbunyi:
                 •           •                      ••      
Dalam ayat di atas terdapat lima Takhallush yaitu:
(1) Menyebut النور dengan perumpamaannya, lalu di-takhallush-kan ke  dengan menyebut sifatnya.
(2) Kemudian menyebut لنورا dan الزيتونة yang meminta bantu darinya, lalu ditakhallush dengan menyebut sifat الشجرة
(3) Dari الشجرة ditakhallush dengan menyebut sifat zaitun.
(4) Lalu ditakhallush dari menyebut sifat الزيتونة ke sifat لنورا
(5) Kemudian dari لنورا ditakhallush ke nikmat Allah berupa hidayah bagi orang yang Allah kehendaki.

(d) Tamtsil dari keadaan.
Misalnya tamtsil yang disodorkan dalam surah al-Isra ayat 1dengan 2 dan 3. Peristiwa Isra Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Palestina sebanding juga dengan Isra Nabi Musa a.s. dari Mesir ke Palestina. Ayat ini dihubungkan dengan ayat 3 yang berisi kisah Nuh; bahwa keturunannya wajib meniru Nuh a.s. sebagai hamba yang bersyukur. Ayat tersebut dihubungkan lagi dengan ayat 8-9 yang menyebutkan barangsiapa berbuat baik atau jahat akan mendapat balasan sesuai janji Allah.

2) Tidak ada Ma’thufah
Ketika tidak ada ma’thufah dapat dicari hubungan ma’nawiyahnya, seperti hubungan sebab akibat. Ada tiga bentuk hubungan yang menandai ayat dengan ayat atau hubungan kalimat dengan kalimat:
(a) التنظير (berhampiran/berserupaan)
Misalnya ayat 4 dan 5 surah al-Anfal :
            
      •     
Huruf al kaf ( ك ) pada ayat 5 berfungsi sebagai pengingat dan sifat bagi fi’il yang bersembunyi. Hubungan itu tampak dari jiwa kalimat itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang telah kalian lakukan ketika perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian itu. Allah menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikma yang tela diberika Allah dengan diutusnya rosul dari kalangan mereka (surah al-Baqarah ayat 151)
     ……..
Sebagaimana juga kaummu membencimu (Rosul) ketika engkau mengajak mereka keluar dari rumah mereka untuk berjihad. Hubungan ini terjalin dengan ayat-ayat yang berada jauh sebelumnya; bukan seperti nazhiran yang ma’thufah.


(b) الاستطراد (pindah ke perkataan lain yang erat kaitannya)
Misalnya surah Al-A’raf ayat 26 tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan manusia bahwa pakaian penutup aurat itu lebih baik. Pakaian berfungsi sebagai alat untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian merupakan penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan bejat. Sedangkan menutup aurat adalah pintu takwa.

(c) المضادة (perlawanan)
Misalnya surah al-Baqarah ayat 6 :
•           
Allah tidak akan member petunjuk kepada mereka yang kafir itu. Ayat ini berlawanan dengan ayat-ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang kitab, orang mukmin dan petunjuk. Hal ini berkaitan dengan ayat 23 surah Al-Baqarah:
     •   ……
Adapun hikmahnya adalah agar mukmin merindukan dan memantapkan iman berdasarkan petunjuk Allah SWT.

6. Munasabah Ayat dengan Ayat dalam Satu Surah
Munasabah ayat dengan ayat sering terlihat jelas, tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah ayat dengan ayat yang terlihat jelas sering menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan)
a) Munasabah yang menggunakan pola ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak di sampingnya. Contoh Ayat 1 dan 2 pada surah Al-Fatihah:
         
Ungkapan “rabb al-alamin” pada ayat kedua memperkuat kata “al-rahman” dan “al-rahim” pada ayat pertama.
b) Munasabah ayat dengan ayat yang menggunakan pola tafsir, apabila suatu ayat atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di sampingnya. Contoh ayat 2 dan 3 pada surah Al-Baqarah:
          (2) 
      (3)
Makna “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan demikian, orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal-hal yang ghaib, mengerjakan sholat dan seterusnya.

c) Munasabah ayat dengan ayat yang menggunakan pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau lebih tidak terlihat ada kedudukannya dalam i’rab (struktur kalimat), baik di pertengahan atau di antara dua kalimat yang berhubungan maknanya. Contoh Surah An-Nahl ayat 57:
      •  
Kata ”subhanahu” pada ayat di atas merupakan bentuk i’tiradh (bantahan) dari dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim orang-orang kafir yang menetapkan anak perempuan bagi Allah.

d) Munasabah ayat dengan ayat menggunakan pola tasydid, apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas arti ayat yang terletak di sampingnya. Contoh Surah Al-Fatihah ayat 6-7:
             
Ungkapan “shiroth al-mustaqim” pada ayat 6 dipertegas oleh ungkapan “shirathalladzina......”. Antara kedua ungkapan yang saling memperkuat itu terkadang ditandai dengan huruf athaf (langsung) dan terkadang pula tidak diperkuat olehnya.
Adapun munasabah ayat dengan ayat dalam satu surah yang tidak jelas, dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna). Hal ini terlihat dalam empat pola munasabah yaitu At-Tanzir (perbandingan), Al-Mudhadat (perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut) dan At-Takhallush (perpindahan).

7. Munasabah Penutup Ayat dengan Kandungan Ayatnya
Munasabah Penutup ayat dengan kandungan ayatnya menggunakan empat pola munasabah yaitu: Tamkin (memperkokoh/mempertegas), Tashdir (fashilah sudah dimuat di permulaan, di tengah atau di akhir ayat), tausikh (kandungan ayat sudah tersirat dalam rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat) dan Al-Ighal (tambahan keterangan)
Contoh Surah Al-Hajj ayat 64:
            
Ayat tersebut berakhir dengan    (sifat Allah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji) ini menegaskan pernyataan sebelumnya
     
bahwa Allah-lah pemilik segala apa yang ada di langit dan di bumi dan Allah tidak membutuhkan.

C. KEGUNAAN MEMPELAJARI MUNASABAH
Ilmu Munasabah sebagaimana Asbab an-Nuzul, sangat berperan dalam memahami Al-Qur’an. Kegunaan Ilmu Munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian lainnya.
2. Mengetahui korelasi antara bagian Al-Qur’an, baik antarkalimat atau antarayat maupun antarsurah, sehingga lebih memperdalam pengetahuan
dan pengenalan terhadap Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kelimatnya yang satu dengan yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lain.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat lain.

D. PENUTUP
Cabang ilmu dari ulumul Qur’an yang khusus membahas persesuaian-persesuaian adalah ilmu munasabah atau ilmu tanaasubil ayati wassuwari. Orang yang pertama kali menulis cabang ilmu ini adalah Imam Abu Bakar an-Naisaburi (324 H). Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan as-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani”.
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan paralel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Qur’an itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak.
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah bahwa munasabah termasuk kajian yang bersifat ijtihadi. Karena sifatnya ijtihadi, akhirnya muncul dua aliran yang berpendapat bahwa:
1. Semua ayat/surah memiliki hubungan
2. Tidak semua ayat/surah memiliki hubungan.
Terlepas dari kedua pendapat di atas, munasabah merupakan bagian tak terpisahkan dari Ulum al-Qur’an. Apakah adanya munasabah itu ijtihadi atau tawqifi, barangkali akan dapat dijawab ketika memperhatikan telaah tentang kaitan ayat dengan ayat lain atau surah dengan surah.
Pada garis besarnya munasabah itu ada 7 (tujuh) macam, namun bisa dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:
a. Munasabah surah dengan surah, meliputi:
1. Munasabah awal surah dengan akhir surah.
2. Munasabah nama surah dengan tujuan turunnya
3. Munasabah surah dengan surah sebelumnya
4. Munasabah penutup surah terdahulu dengan awal surah berikutnya.
b. Munasabah ayat dengan ayat, meliputi:
1. Munasabah kalimat dengan kalimat dalam ayat,
2. Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surah,
3. Munasabah penutup ayat dengan kandungan ayatnya.

Di antara manfaat utama mempelajari munasabah adalah:
1. Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah karena tidak mengetahu munasabah.
2. Intensifikasi pengertian ayat-ayat Al-Qur’an.

Demikian pembahasan munasabah ini, semoga bisa menambah wawasan keilmuan kita terhadap Al-Quran dan menambah keyakinan kita terhadap kewahyuan dan kemukjizatan Al-Qur’an. Wallahu a’lam bishshowab.
DAFTAR PUSTAKA :
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra. 1989
Al-Maraghy, Musthafa. Tafsir al-Maraghy Juz.30 (Qahirah: Musthofa Al-Bab al-Halaby wa Auladuhu) 1963
Amiruddin, Aam, Tafsir Al-Qur’an Kontemporer. Bandung: Khazanah Intelektual Ctk. VII, 2008
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2007
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000
Hamzah, Muhammad, et.al, Ulum At-Tafsir. Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI E.IV. 1997
Kusnadi dalam Disertasi “Al-Wahdah Al-Qur’aniyyah dalam Tafsir al-Asasi: Studi atas Munasabah al-Qur’an menurut Sa’id Hawwa.UIN Jakarta
Ma’luf, Louis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Syarqy). 1976
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an al-Karim, (Kairo:Maktabah al-Sunnah. 1992)
Nawawi, Rif’at Syauqi dan M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang. 1985
Shihab, M. Quraish, et. al. Sejarah dan Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. Ctk. VIII. 2008
Syafe’i, H. Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia. Ctk. I. 2006
-----------------------------------
ibnu.blogspot.com/2009/11/ilmu-munasabah.html
116.66.206.163/.../1556-munasabah-al-quran-kesatuan-yang-integralistik-holistik-.htmlTembolok . oleh: Lindah
ridwan202.wordpress.com/istilah.../munasabatul-quran/ -

Jumat, 10 Desember 2010

PROGRAM BTQ DI SEKOLAH

Kementerian Agama Republik Indonesia
Buku Panduan Baca Tulis Al-Qur’an SMP












Tim Penyusun

1. Drs. H. Ujang Rofi’I (HP. 081 6133 5377)
2. Hasyim Asy’ari, S.Ag (HP. 0817 829 260)
3. H. Aep Ermana, S.Ag, M.S.I (HP. 081 767 059 60)



Tahun Pelajaran 2009 - 2010

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Hukum
C. Tujuan
D. Sasaran dan Target
BAB II KOMPETENSI BACA TULIS AL-QUR’AN
A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Aspek Al-Qur’an
B. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Aspek Al-Qur’an
C. Pemetaan Kompetensi Peserta Didik dalam Baca Tulis al-Qur’an
1. Pemetaan Kompetensi Membaca Al-Qur’an
2. Pemetaan Kompetensi Menulis Al-Qur’an
D. Kelompok Kompetensi Baca Tulis al-Quran dan Pembinaanya
1. Pembinaan Kompetensi Membaca Al-Qur’an
2. Pembinaan Kompetensi Menulis Al-Quran
BAB III METODE PEMBINAAN BACA TULIS AL-QUR’AN
A. Methode Membaca
1. Metode Baghdadiyah.
2. Metode Iqro’ .
3. Metode Qiro’ati
4. Metode Al-Barqy
5. Metode Tilawati.
B. Methode Menulis
1. Metode Uktub
2. Metode Lemka
3. Metode Imla’
BAB IV STRATEGI PEMBINAAN KOMPETENSI BACA TULIS AL-QUR’AN
A. Organisasi Pelaksana
1. Struktur Organisasi
2. Prinsip-prinsip Organisasi
3. Planning (Perencanaan) :
4. Organizing (Pengorganisasian):
5. Actuating (Pelaksanaan):
6. Controlling (Pengontrolan):
B. Strategi Pelaksanaan
1. Melalui Muatan Lokal Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)
2. Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler
3. Melalui Kegiatan Intensif Baca Tulis Al-Qur’an
4. Melalui Tadarrus Rutin
5. Melalui Pesantren Kilat
6. Melalui Kegiatan Ibadah Ramadhan
7. Kerjasama dengan lembaga/kelompok pengajian dimasyarakat
8. Melalui Madrasah Diniyah
9. Program Stimulan
C. Sarana Prasarana dan Pembiayaan
1. Sarana prasarana
2. Pembiayaan
BAB V PENILAIAN DAN SERTIFIKASI KEGIATAN BACA TULIS AL-QUR’AN DI SEKOLAH
A. Aspek Penilaian Baca Tulis Al-Qur’an
1. Ranah kognitif/pengetahuan (Knowing)
2. Aspek psikomotorik/pelaksanaan (Doing)
3. Aspek afektif/pembiasaan (Being)
B. Penilaian Baca Tulis Al-Qur’an
1. Tujuan Penilaian
2. Jenis-jenis Penilaian
3. Teknik dan Bentuk Penilaian
4. Sertifikasi
BAB VI PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
E. Latar Belakang
Dalam pasal 3 Undang-Undang N0. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah salah satu pilar terpenting dalam upaya membangun sumber daya manusua (SDM) yang berkualitas. Karena kesempurnaan/kepribadian seseorang tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektualitasnya (IQ) saja, tapi harus ditopang dengan kecerdasan spiritual (SQ) dan emosional (EQ).
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan pelajaran yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik yang beragama Islam dalam kegiatan pembelajaran intrakurikuler meliputi lima (5) aspek yaitu al-Qur’an, Ibadah/Fiqih, Keimanan/Aqidah, Akhlak dan Tarikh/Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Baca Tulis al-Qur’an termasuk bagian tagihan kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik supaya mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan kandungan al-Quran. Al-Qur’an bagi umat Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu hendaknya peserta didik sedini mungkin sudah mulai diajarkan menulis dan membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid dan mahkrajnya serta diharapkan dapat memahami, kemudian mengamalkan isi ajarannya dalam setiap aktivitas keseharian.
Namun sangat disayangkan, betapa ironisnya sebagian umat Islam tidak memiliki perhatian terhadap pelajaran Baca Tulis al-Qur’an sejak usia dini, sehingga banyak anak-anak Islam, remaja dan pemuda bahkan orang tua yang belum mampu Baca Tulis al-Qur’an.
Padahal agama Islam mengajarkan bahwa membaca al-Qur’an merupakan salah satu ibadah. Baik dan benarnya bacaan al-Qur’an merupakan salah satu syarat kesempurnaan ibadah, sehingga Islam menekankan keutamaan membaca al-Quran.
Rasulullah SAW bersabda:

Diriwayatkan dari ‘Utsman bn ‘Affan ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Al-Bukhori) (Imam Nawawi, 1999: 116)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HRTirmidzi).
Menurut Husni Rahim melalui hasil penelitiannya yang dipublikasikan dalam buku “Dunia Baru dalam Islam” menyebutkan bahwa terdapat 30 % rata-rata peserta didik SMA/SMK belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Jika di SMA/SMK demikian, hal ini tentu terkait erat dengan keadaan peserta didik di SMP yang juga masih banyak yang belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Penyebabnya sangat beragam, antara lain:
1. Kurangnya perhatian orang tua dan lingkungan keluarga terhadap putra-putrinya dalam hal kemampuan baca tulis al-Quran.
2. Terbatasnya jam tatap muka Pendidikan Agama Islam di sekolah sebagaimana diatur dalam Permen nomor 22 tahun 2006, karena pelajaran baca tulis al-Qur’an hanya menjadi salah satu dari lima aspek mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
3. Proses pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an dalam kegiatan intrakurikuler kurang berorientasi kepada peningkatan kemampuan membaca dan menulis al-Qur’an, karena proses pembelajarannya cenderung teoritis oriented seharusnya diberikan dengan memperbanyak praktikum dan latihan-latihan menulis, serta membaca al-Qur’an.
4. Masih rendahya motivasi dan minat peserta didik. Hal ini disebabkan kurangnya peserta didik memahami maksud dan tujuan membaca dan menulis al-Qur’an, bahkan pelajaran ini bagi mereka kurang menarik karena dianggap tidak begitu penting.
5. Masih banyak tenaga pendidik belum dapat menggunakan metode yang tepat dan praktis dalam menyampaikan pelajaran baca tulis al-Qur’an .
6. Perkembangan global dan kemajuan dalam bidang teknologi, informatika, dan telematika yang ditandai dengan munculnya berbagai produk sain dan teknologi serta derasnya arus budaya asing yang semakin menggeser minat untuk belajar Baca Tulis al-Qur’an. Akhirnya kebiasaan Baca Tulis al-Qur’an ini sudah mulai jarang terdengar di rumah-rumah keluarga muslim, yang ada adalah suara-suara radio, TV, Tape recorder, karaoke, dan lain-lain.
7. Faktor lingkungan dan masyarakat juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an. Sebagian orang tua dan masyarakat masih memandang dan bangga jika putranya berhasil dalam bidang matematika, bahasa inggris, olah raga dan lainnya ketimbang berprestasi dalam bidang membaca dan menulis al-Qur’an.
Kondisi tersebut menuntut semua pihak agar secara bersama-sama dapat memberikan solusi, baik dari pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dunia usaha, orang tua, tokoh masyarakat, maupun Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI). Bentuk solusi diarahkan untuk mengatasi keterbatasan jam tatap muka yang hanya 2 jam perminggu, termasuk pembelajaran Baca Tulis al-Quran di sekolah, oleh karena itu hendaknya:
1. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu banyak mempelajari metode yang tepat dan praktis dalam memberikan pelajaran al-Qur’an disekolah.
2. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu mengembangkan strategi yang inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan diadakannya program baca tulis al-Qur’an diluar jam tatap muka di kelas.
3. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dituntut untuk mampu memetakan, membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal membaca dan menulis al-Qur’an, memantau perkembangannya dengan selalu mengadakan penilaian secara kontinyu dan berkelanjutan.
4. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memperdayakan potensi yang ada disekolah maupun lingkungan masyarakat seperti peserta didik yang sudah mahir dijadikan tutor sebaya, guru mata pelajaran umum yang mampu memberikan pelajaran baca tulis al-Qur’an , alumni dan tokoh masyarakat lingkungan sekolah.
5. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memberikan motivasi kepada peserta didik betapa pentingnya pelajaran al-Qur’an dalam rangka memahami pendidikan agama Islam dalam rangka membentuk akhlakul karimah.
6. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu membangun kerjasama dengan orang tua/wali peserta didik untuk mengarahkan putra/putrinya agar tidak banyak menonton tayangan televisi dan internet yang dapat mengganggu pelajaran sekolah.
7. Kepala Sekolah selalu memberikan dorongan moril maupun materil kepada pendidik di sekolahnya terutama kepada Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam upaya menciptakan suasana lingkungan sekolah yang religius dan berakhlak mulia.
8. Orang tua/wali peserta didik dapat memasukkan putra/putrinya ke Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA) atau madrasah diniyah atau pengajian al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat yang ada dilingkungannya.
9. Pemerintah hendaknya memberikan dukungan/support berupa kebijakan yang mewajibkan peserta didik menguasai kompetensi baca tulis al-Qur’an sebagai prasyarat penerimaan peserta didik baru pada setiap jenjang satuan pendidikan dalam bentuk sertifikasi.
10. Pemerintah hendaknya lebih selektif dalam mengatur dan memberikan ijin penayangan film-film dan siaran-siaran di televisi pemerintah maupun televisi swasta, dan mengawasi penerbitan surat kabar, majalah atau berita yang kurang mendidik bagi masyarakat, khususnya peserta didik.
F. Landasan Hukum
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006, tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007, tentang Standar Penilaian
9. Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama
10. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 44 A dan 124, tanggal 13 Mei Tahun 1982 tentang Usaha Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an bagi Umat Islam dalam Rangka Peningkatan Penghayatan dan Pengamalan Al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari.
11. Instruksi Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran Tingkat Nasional Nomor 02 Tahun 1989 tentang Peningkatan Pengajian Al-Qur’an.
12. Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1990 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Huruf Al-Qur’an.
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 pasal 3 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur jenjang dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama, Pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.
14. Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor: Dj.I/12A Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah.
G. Tujuan
Tujuan penulisan buku Pedoman Bimbingan Baca Tulis al-Qur’an ini antara lain:
1. Memberikan landasan/acuan bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam rangka menyiapkan peserta didik agar menjadi generasi qur`ani, yaitu generasi yang mencintai al-Qur’an, berkomitmen dengan al-Qur’an serta menjadikan al-Qur’an sebagai bacaan dan pandangan hidup sehari-hari.
2. Memberikan panduan atau petunjuk teknis bagi peningkatan peran dan fungsi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam membimbing peserta didik agar memiliki kemampuan Baca Tulis al-Qur’an dengan benar sesuai ilmu tajwid sebagaimana yang menjadi tuntutan standar kompetensi lulusan.
3. Membantu Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam mempercepat pencapaian tujuan pelaksanaan Bimbingan Baca Tulis al-Qur’an bagi peserta didik.
4. Memberikan pengayaan bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) tentang konsep dasar dan strategi dalam menyelenggarakan program pembinaan baca tulis al-Qur’an yang lebih sesuai dengan tuntutan, kondisi dan situasi sekolah.
5. Meningkatkan peran sekolah, keluarga dan masyarakat untuk membina kehidupan keagamaan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
H. Sasaran dan Target
Sasaran dalam penggunaan Buku panduan Baca Tulis al-Quran SMP ini adalah para pihak yang bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung terhadap suksesnya kegiatan bimbingan Baca Tulis al-Quran bagi peserta didik, yaitu:
1. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
2. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
3. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
4. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
5. Pengawas Pendidikan Agama Islam
6. Kepala Sekolah
7. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)
8. Komite Sekolah
9. Masyarakat (perseorangan atau lembaga-lembaga BTQ)
10. Orang tua dan
11. Peserta didik.
Sedangkan target operasionalnya adalah mengupayakan peserta didik dalam waktu relatif singkat memiliki kemampuan:
1. Mengetahui, melafalkan dan menulis huruf al-Qur’an.
2. Membaca dan menulis al-Qur’an dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Tajwid.
3. Menghafal beberapa surat pendek, ayat-ayat pilihan dan do’a sehari-hari.
4. Menerapkan bacaan al-Qur’an dengan baik dalam ibadah shalat dan ibadah lainnya.















BAB II
KOMPETENSI BACA TULIS AL-QUR’AN
A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Aspek Al-Qur’an
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompotensi dalam penilaian.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar disesuaikan dengan jenjang satuan pendidikan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
1. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh disamping penguasaaan materi;
2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
4. Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
Berikut ini adalah rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar aspek al-Qur’an untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Mendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi:
Kelas Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
VII 1 1. Menerapkan Hukum bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.1 Menjelaskan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al” Qomariyah
1.2 Membedakan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al” Qomariyah
1.3 Menerapkan bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah dalam bacaan surat-surat al-Qur’an dengan benar
VII 2 9. Menerapkan hukum bacaan nun mati/ tanwin dan mim mati 9.1 Menjelaskan hukum bacaan nun mati/ tanwin dan mim mati
9.2 Membedakan hukum bacaan nun mati/ tanwin dan mim mati
9.3 Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar.

Kelas Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
VIII 1 1. Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra 1.1 Menjelaskan hukum bacaan Qalqalah dan Ra
1.2 Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar.
VIII 2 10. Menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf 10.1 Menjelaskan hukum bacaan mad dan waqaf
10.2 Menunjukkan contoh hukum bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an
10.3 Mempraktikkan bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an

Kelas Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
IX 1 1. Memahami Ajaran Al Qur’an surat At-Tin 1.1 Membaca QS At-Tin dengan tartil
1.2 Menyebutkan arti QS At-Tin
1.3 Menjelaskan makna QS At-Tin
IX 2 8. Memahami Al-Qur’an surat Al-Insyirah 8.1 Menampilkan bacaan QS Al-Insyirah dengan tartil dan benar
8.2 Menyebutkan arti QS Al-Insyirah
8.3 Mempraktikkan perilaku dalam bekerja selalu berserah diri kepada Allah seperti dalam QS Al-Insyirah


B. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Aspek Al-Qur’an
Berbicara tentang standar kompetensi lulusan tentunya merupakan sebuah idealisme pencapaian proses pembelajaran bekelanjutan, dimana setiap jenjang pendidikan saling terkait secara berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan jenjang Sekolah Dasar merupakan landasan bagi pencapaian standar kompetensi lulusan jenjang Sekolah Menengah Pertama, demikian pula halnya pencapaian standar kompetensi lulusan jenjang Sekolah Menengah Pertama merupakan landasan bagi pencapaian standar kompetensi lulusan jenjang berikutnya.
Dengan mengetahui standar kompetensi lulusan tersebut, maka pendidik dapat menentukan standar minimal kemampuan baca tulis al-Qur’an yang harus dicapai oleh peserta didik.
Berikut ini adalah rumusan standar kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan berdasarkan Peraturan Mendiknas RI No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Jenjang Pendidikan Standar Kompetensi Lulusan
Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Menyebutkan, menghafal, membaca dan mengartikan surat-surat pendek dalam al-Qur’an, mulai surat Al-Fatihah sampai surat Al-‘Alaq.
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Menerapkan tata cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Sehubungan dengan itu, maka pembinaan kompetensi Baca Tulis al-Qur’an di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat mengacu pada kompetensi yang telah mereka kuasai ketika di Sekolah Dasar (SD) dengan target agar peserta didik memiliki kemampuan membaca dan menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Sedangkan hasil pembinaan kompetensi Baca Tulis al-Qur’an di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dijadikan acuan untuk pembinaan berkelanjutan yang dilakukan pada jenjang pendidkan berikutnya.
C. Pemetaan Kompetensi Peserta Didik dalam Baca Tulis al-Qur’an
Kemampuan Baca tulis al-Qur’an merupakan tuntutan ajaran Islam yang harus dikuasai oleh setiap pemeluknya sebagaimana tercermin dalam wahyu pertama yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yaitu surat Al-Alaq ayat 1 – 5. Ayat pertama dari surat Al-Alaq tersebut berupa perintah membaca dengan kalimat “Iqra”, yang artinya bacalah.
Dalam ayat lain, perintah membaca ini juga diimbangi dengan penjelasan perintah menulis; bahwa ilmu itu diperoleh melalui perantaraan “Qalam” (pena/alat tulis). Hal ini merupakan perintah Allah kepada manusia agar manusia dapat membaca dan menulis, baik membaca dengan menggunakan lisan (ayat-ayat Qauliyah) maupun menggunakan mata dengan memperhatikan alam sekitar ciptaan Allah (ayat-ayat Kauniyah) serta menuliskan kembali hasil bacaannya tersebut untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan sehingga bermanfaat bagi manusia lainnya.
Penguasaan kemampuan baca tulis al-Qur’an dimulai dari:
1. Pengenalan huruf-huruf Hijaiyah, meliputi huruf tunggal dan huruf sambung di awal, di tengah dan di akhir dalam rangkaian kalimat (kata) dan jumlah (kalimat).
Untuk penguasaan huruf Hijaiyah ini sebaiknya diiringi dengan pelajaran menulis agar peserta didik dapat mengidentifikasi masing-masing huruf dan penempatannya dengan benar.
2. Penguasaan Makharijul huruf, yaitu bagaimana cara mengucapkan atau mengeluarkan bunyi huruf Hijaiyah dengan benar saat dibaca.
3. Penguasaan ilmu tajwid, yaitu kemampuan membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah membaca al-Qur’an sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/kompetensi peserta didik dalam Baca Tulis al-Qur’an, maka perlu sebuah mekanisme yang efektif sehingga dapat dipetakan berdasarkan pada apa yang menjadi tuntutan kurikulum, dalam hal ini sejauh mana para peserta didik telah memenuhi standar kompetensi lulusan.
1. Pemetaan Kompetensi Membaca Al-Qur’an
Beberapa cara berikut ini bisa dijadikan acuan bagi pendidik dalam memetakan kemampuan peserta didik antara lain yaitu dengan:
a. Melalui data hasil Sertifikasi Baca Tulis al-Qur’an dari Sekolah Dasar (SD)
Sertifikat Baca Tulis al-Qur’an yang diperoleh peserta didik ketika di Sekolah Dasar merupakan cerminan kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan di Sekolah Dasar (SD), hal ini dapat dijadikan acuan untuk memetakan tingkat kemampuan peserta didik sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan selanjutnya.
b. Melalui Tes/seleksi Kemampuan Baca Tulis al-Qur’an
Tes/seleksi Kemampuan Baca Tulis al-Qur’an merupakan cara yang paling efektif untuk mengetahui dan memetakan tingkat kemampuan peserta didik. Tes ini dapat dilaksanakan pada saat Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), pada Masa Orientasi Peserta Didik, pada waktu awal pembelajaran atau melalui kegiatan terstruktur di luar jam pelajaran.
Tes/seleksi ini perlu didukung instrumen/alat tes yang disusun berdasarkan tingkatan kemampuan untuk memenuhi tuntutan kriteria ketuntasan minimal kurikulum sebagai prasyarat untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Melalui tes ini peserta didik dikelompokkan pada beberapa tingkatan untuk kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan bertahap dan berkelanjutan.
1) Pada tes pertama, peserta didik dituntut untuk mengetahui dan dapat melafalkan huruf-huruf Hijaiyyah, baik huruf tunggal maupun huruf sambung. Kemudian pengenalan tanda baca meliputi fathah untuk bunyi huruf “A”, kasrah untuk bunyi huruf “I”, dhammah untuk bunyi huruf “U”, sukun untuk bunyi konsonan mati, tasydid untuk bunyi huruf ganda ditambah dengan fathatain untuk bunyi huruf “AN”, kasratain untuk bunyi huruf “IN” dan dhammatain untuk bunyi huruf “UN”. Tahap ini menjadi penting sebagai dasar bagi peserta didik untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar dan benar.
2) Pada tes kedua, yang menjadi tuntutan kurikulum adalah Al-qamariyyah, Al-syamsiah, bacaan tafhim dan tarqiq baik untuk huruf “RA” maupun untuk lafdzul Jalalah, serta qalqalah sugra dan qalqalah kubra.
3) Pada tes yang ketiga, yang menjadi tuntutan kurikulum adalah penguasaan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati, meliputi: izhar halqi, ikhfa hakiki, idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, iqlab, izhar syafawi, ikhfa syafawi dan idgham mimi/mutamatsilain. Pada tes ini juga dituntut kemampuan peserta didik untuk dapat membaca hukum bacaan mad dan waqaf dengan benar.
Berikut ini adalah instrumen tes/seleksi kemampuan membaca al-Qur’an yang dapat digunakan untuk pemetaan dan penempatan kemampuan.
Instrumen Tes/Seleksi
Kemampuan Membaca Al-Qur’an





Keterangan:
1. Tidak lulus Nomor 1 = Buta Huruf ( BH )
2. Lulus No. 1, belulm lulus No. 2 = Kurang Lancar ( KL )
3. Lulus No. 2 belum lulus No. 3 = Lancar ( L )
4. Lulus No. 3 = Fashih ( F )

Data Hasil Seleksi Kemampuan Membaca Quran
Peserta didik SMP…………………
Tahun Pelajaran 2009-2010
Kelas : ………………… Semester : …………………
No Nama Peserta didik Kelompok Kemampuan Keterangan
BH KL L F
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.

BH : Buta Huruf
KL : Kurang Lancar
L : Lancar
F : Fashih

2. Pemetaan Kompetensi Menulis Al-Qur’an
Kompetensi menulis merupakan suatu komplemen kompetensi yang dipelajari oleh peserta didik dalam melengkapi kompetensi membaca al-Qur’an.
Seorang peserta didik, dapat dikatakan telah mencapai kompetensi menulis al-Quran dengan baik dan benar apabila ia telah dapat menulis ayat-ayat al-Quran berdasarkan kaidah berikut:
a. Kaidah imlaiyyah, yaitu kaidah penulisan yang mengacu pada kaidah bahasa Arab yang diaplikasikan pada ayat-ayat al-Quran tertentu yang sering digunakan dalam ibadah harian, seperti dalam pemenggalan kata (kalimat), penulisan mad dan sebagainya.
Contoh: Penulisan kata (kalimat)

Harus ditulis secara utuh , tidak boleh dipenggal seperti ini :


b. Kaidah khattiyah, yaitu kaidah penulisan yang mengacu pada ketentuan tata cara menulis huruf Arab dengan benar, seperti menuliskan bentuk dan letak huruf, konsistensi dalam ukuran penulisan tinggi, rendah dan besarnya huruf.
Misalnya:
• Tinggi huruf “Alif” harus sama dimanapun letaknya.
• Penulisan huruf “Ba” dan “Fa” harus diletakkan pada garis dasar; kepala “Waw”, “Fa” dan “Qaf” harus di atas garis dasar; sedangkan perut “Nun”, “Sin” dan “Ya” harus diletakkan di bawah garis dasar.
• Penulisan gerigi (asnan) pada huruf “Sin” jumlahnya tidak boleh lebih atah kurang dan posisinya diletakkan pada garis dasar.
Adapun untuk seni penulisan kaligrafi yang meliputi berbagai jenis khat seperti; khat Naskhi, Riq’ah, Tsulus, Kufi, Diwani, dan Farisi dapat dikembangkan oleh pendidik Pendidikan Agama Islam sebagai pengayaan bagi peserta didik tertentu yang memiliki minat dan bakat pada seni Kaligrafi al-Qur’an.
Berikut ini contoh jenis-jenis khat yang dimaksud:
a. Naskhi

b. Riq’ah

c. Tsulus


d. Kufi


e. Diwani

f. Farisi

Berikut ini adalah instrumen tes/seleksi kemampuan membaca al-Qur’an yang dapat digunakan untuk pemetaan dan penempatan kemampuan.


Instrumen Tes/Seleksi
Kemampuan Menulis Al-Qur’an



Keterangan:
1. Benar dan Rapih Nomor 1 = Dapat menulis dan merangkai huruf hijaiyyah
2. Benar dan Rapih Nomor 2 = Dapat menulis kalimat dan ayat dengan baik


D. Kelompok Kompetensi Baca Tulis al-Quran dan Pembinaanya
1. Pembinaan Kompetensi Membaca Al-Qur’an
Berdasarkan hasil seleksi yang telah dilakukan, maka peserta didik dapat dikelompokkan menjadi empat (4) kelompok pembinaan, yaitu:
a. Buta Huruf ( BH )
b. Kurang Lancar ( KL )
c. Lancar ( L )
d. Fashih ( F )
Setelah diketahui masing–masing kemampuan peserta didik maka tindak lanjut pembinaannya pun dilakukan secara bertahap sesuai dengan tuntutan kompetensi di dalam kurikulum SMP. Pembinaan yang dilakukan tentunya harus memperhatikan tingkat kemudahan dan kesukaran bagi peserta didik atau siapa saja yang baru belajar (pemula), secara bertahap mulai dari mengenal huruf dan tanda baca secara baik sampai dapat mempelajari atau mengenal hukum-hukum tajwid.
a. Jika peserta didik belum lulus tes pertama, berarti ia dianggap masih buta huruf al-Qur’an, maka ia dikelompokkan di kelompok pertama dimana bentuk pembinaannya diarahkan pada tahap yang sangat mendasar yaitu:
1) Pengenalan huruf Hijaiyyah meliputi huruf tunggal, huruf sambung di awal, di tengah dan di akhir.
2) Pengenalan tanda baca (harakat/syakal) fathah untuk bunyi huruf “A”, kasrah untuk bunyi huruf “I”, dlommah untuk bunyi huruf “U”, fathatain untuk bunyi huruf “AN”, kasratain untuk bunyi huruf “IN” dan dlommatain “UN”. Juga tanda sukun untuk bunyi huruf mati dan tasydid untuk bunyi huruf ganda.
Pembinaan ini penting sekali diberikan karena merupakan prasyarat dasar dalam memenuhi tuntutan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari kurikulum.
b. Untuk peserta didik yang berada di kelompok kedua, mereka pada dasarnya sudah mengetahui huruf Hijaiyyah dan keragaman bentuk huruf sambungnya, demikian juga dengan tanda baca, maka pembinaannya diarahkan untuk:
1) Penguasaan alif lam qomariyah
2) Penguasaan alif lam syamsiyyah
3) Bacaan tafhim dan tarqiq, baik untuk bacaan huruf “RA” maupun lafdzul jalalah
4) Bacaan qalqalah sugra dan qalqalah kubra
c. Untuk peserta didik yang berada di kelompok ketiga, pembinaannya diarahkan untuk:
1) Penguasaan hukum bacaan nun mati/tanwin meliputi:
• Idzhar halqi
• Idghom bighunnah dan idghom bila ghunnah
• Ikhfan haqiqi
• Dan Iqlab
2) Penguasaan hukum bacaan mim mati meliputi
• Idzhar syafawi
• Ikhfa syafawi
• Idghom mutamatsilain (idghom mimi)
3) Penguasaan hukum bacaan mad meliputi:
• Mad ashli atau mad thabi’i
• Mad far’i
4) Penguasaan hukum bacaan waqaf

d. Untuk peserta didik yang berada di kelompok keempat, pembinaannya diarahkan untuk:
• Penguasaan hukum bacaan (tajwid) yang belum diberikan pada kelompok tiga, seperti bacaan saktah, Imalah, Isyman, Tashil dan lain-lain.
• Pemeliharaan dan peningkatan kefashihan bacaan (tahsin)
• Penguasaan variasi bacaan murattal
• Penguasaan kemampuan tilawah
• Pembinaan kader imam shalat berjamaah

2. Pembinaan Kompetensi Menulis Al-Quran
Mengingat tingkat kemampuan peserta didik berbeda-beda, maka langkah kegiatan pembinaan menulis al-Qur’an harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik, sebagaimana tercermin dalam tes penempatan, sebagai berikut:
a. Tingkat peserta pendidik baru mengenal huruf hijaiyah dan tanda baca mencakup: huruf tunggal, huruf sambung di awal, di tengah dan di akhir; tanba baca fathah, kasrah dan dlammah; fathatain,kasratain dan dlammatain; sukun serta tasydid
b. Tingkat kemampuan peserta didik yang sudah lancar dan menyalin rangkaian kalimat atau ayat al-Qur’an.
Langkah-langkah pembinaan keterampilan menulis al-Qur’an dapat dilakukan berdasarkan kelompok peserta didik hasil seleksi, yaitu:
a. Kelompok peserta didik yang baru mengenal huruf Hijaiyyah, langkah-langkah pembinaannya adalah:
• Peserta didik dibimbing menulis huruf tunggal dengan mengikuti contoh.
• Apabila peserta didik telah mampu menulis huruf tunggal, maka dilanjutkan dengan latihan menulis huruf sambung (huruf awal, huruf tengah, dan huruf akhir).
• Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dan pembimbing memonitor dan memberikan penilaian terhadap perkembangan kemampuan peserta didik. Hasil penilaian tersebut kemudian dijadikan bahan untuk menentukan ketingkat selanjutnya.


b. Kelompok peserta didik sudah dapat menulis, langkah-langkah pembinaannya adalah:
• Pembinaan diarahkan pada penyempurnaan penulisan variasi bentuk huruf, misalnya bentuk huruf “Jim”, “Mim”, “Ha” dan dan seterusnya.
• Peserta didik diberikan latihan menyalin ayat agar tangannya semakin lentur sehingga tulisannya semakin bagus.
• Peserta didik diberikan tugas pengayaan untuk berlatih menulis berbagai jenis khat (seni kaligrafi).







BAB III
METODE PEMBINAAN BACA TULIS AL-QUR’AN
Kemampuan profesional seorang pendidik dituntut untuk dapat menguasai berbagai macam model dan metode pembelajaran. Dalam model pembelajaran klasikal pendidik dapat menggunakan berbagai macam metode pembelajaran, demikian juga saat pembelajaran privat/individual tidak kurang metode yang bisa dipilih oleh pendidik untuk digunakan dalam pembinaan terhadap peserta didik.
Seorang pendidik tidak begitu saja mengadopsi metode yang baru dikenalnya, apalagi jika hanya mendapatkan informasi sekilas tentang metode tersebut. Para pendidik harus menguasai betul cara penerapan metode yang efektif dalam memberikan pembinaan membaca al-Qur’an kepada peserta didik.
Beberapa pertimbangan dan kriteria dalam menentukan penggunaan metode pembelajaran, diantaranya:
1. Kemampuan pendidik dalam penggunaan metode.
2. Kesesuaian dengan materi yang akan diajarkan.
3. Kesesuaian dengan ragam kemampuan peserta didik.
4. Jumlah peserta didik dan alokasi waktu.
5. Dukungan sarana dan prasarana.
6. Situasi dan kondisi proses pembelajaran.
Mengingat penggunaan metode pembelajaran dalam proses pengajaran membaca al-Qur’an sangat penting, maka perlu bagi pendidik untuk mengetahui dan memperdalam metode-metode baca tulis al-Qur’an yang berkembang di Indonesia.
Berikut ini beberapa metode yang dapat dikembangkan dalam pembinaan Baca Tulis al-Qur’an adalah :
C. Methode Membaca
6. Metode Baghdadiyah.
Disebut metode Baghdadiyah karena berasal dari Baghdad ketika masa pemerintahan khalifah Bani Abbasiyah. Tidak diketahui secara pasti siapa penyusunnya, namun telah lama berkembang secara merata di tanah air.
Karakteristik dari metode Baghdadiyah adalah: materi-materinya diurutkan dari yang kongkrit ke abstrak, dari yang mudah ke yang sukar, dan dari yang umum kepada materi yang terinci (khusus). Metode ini diajarkan secara klasikal maupun privat.
Kelebihan metode Baghdadiyah antara lain :
a. Peserta didik diperkenalkan nama-nama huruf hijaiyyah sejak awal pembelajaran.
b. Huruf Hijaiyah selalu ditampilkan secara utuh dalam setiap langkah pembelajaran, sebagai penguat memori dan dasar pijakan untuk melangkah pada tahap berikutnya.
c. Setiap huruf dan kalimat disusun dengan struktur (wazan) yang rapi sehingga mudah untuk dipelajari.
d. Sangat menonjolkan ketrampilan meng-eja sehingga secara psikologis memberikan kesan mudah bagi pelajar pemula.
e. Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah.
7. Metode Iqro’ .
Metode Iqro’ disusun oleh Bapak As'ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Musholla) Yogyakarta melalui pendirian Taman Kanak-kanak al-Qur’an (TKA) dan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA).
Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang memikat perhatian peserta didik. Beberapa karakteristik dan kelebihan metode Iqro’ adalah:
a. Menekankan pada kemampuan membaca secara langsung tanpa harus menghafal nama-nama huruf.
b. Peserta didik dapat belajar secara mandiri, karena metode Iqra’ sudah dilengkapi dengan petunjuk praktis hampir di setiap halamannya.
c. Peserta didik yang telah menguasai tingkat kemampuan yang lebih tinggi dapat diberdayakan untuk membimbing peserta didik yang berada di bawahnya (Asistensi)
d. Metode Iqra’ disusun dalam beberapa jilid buku yang praktis dan mudah dipelajari.
e. Metode Iqra’ dapat dipelajari oleh semua tingkatan usia, baik anak-anak maupun orang tua.
f. Metode Iqra’ menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning), dimana setiap peserta didik tidak dapat melanjutkan ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi sebelum lulus uji kompetensi.
8. Metode Qiro’ati
Metode baca al-Qur’an Qira'ati ditemukan K.H. Dachlan Salim Zarkasyi dari Semarang, Jawa Tengah. Metode yang disebarkan sejak awal 1970-an, ini memungkinkan anak¬-anak mempelajari al-Qur’an secara cepat dan mudah.
Pada awalnya metode ini disusun untuk keperluan pembelajaran anak usia 4 - 6 tahun (Taman Kana-kanak). Namun dalam perkembangannya, sasaran metode Qiraati kian diperluas sehingga dapat digunakan untuk anak-anak hingga dewasa.
Secara umum metode pengajaran Qiro’ati memiliki karakteristik:
a. Metode ini dapat diterapkan dalam bentuk pembelajaran secara umum maupun individual.
b. Metode ini menekankan pada sistem pembelajaran CBSA, yakni: pendidik menjelaskan dengan memberi contoh materi pokok bahasan, selanjutnya peserta didik membaca sendiri.
c. Peserta didik ditekankan untuk membaca dengan tepat dan cepat tanpa mengeja.
9. Metode Al-Barqy
Metode ini ditemukan pada tahun 1965 oleh Muhadjir Sulthon, dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya dan dibukukan pada 1978, dengan judul “Cara Cepat Mempelajari Bacaan al-Qur’an al-¬Barqy”.
Dalam perkembangannya, metode ini ternyata cukup efektif digunakan bagi siapa saja mulai anak-anak hingga orang dewasa.
Secara umum metode pengajaran al-¬Barqy memiliki karakteristik:
a. Struktur materi yang dikembangkan dalam metode al-Barqy disusun secara mudah dan praktis.
b. Pengulangan materi dasar dalam setiap tahapannya dapat membangun memori anak sehingga tidak mudah lupa.
c. Peserta didik dapat mempelajari al-Qur’an lebih mudah dan lebih cepat.
10. Metode Tilawati.
Metode Tilawati disusun pada tahun 2002 oleh Tim yang terdiri dari Drs.H. Hasan Sadzili, Drs H. Ali Muaffa dkk. Karakteristik dan keunggulan metode Tilawati antara lain:
a. Menyeimbangkan pendekatan pembelajaran secara klasikal dan individual.
b. Metode ini disusun secara praktis sehingga mudah dipelajari.
c. Menekankan pada kemampuan peserta didik untuk dapat membaca al-Qur’an secara tartil.
d. Menggunakan variasi lagu-lagu tilawah dalam membaca al-Qur’an sehingga tidak membosankan.
e. Metode ini menggunakan sistem sima’an (menyimak)sehingga peserta didik mampu membenarkan/mengoreksi bacaan al-Qur’an peserta didik yang lain.
D. Methode Menulis
1. Metode Uktub
Metode uktub adalah metode yang digunakan untuk mendampingi metode pembelajaran Iqra’. Penyebutan metode uktub sebenarnya bukan merupakan istilah baku, namun lebih populer di kalangan para penggunanya. Pengarangnya sendiri menggunakan istilah yang diambil dari al-Qur’an yang merupakan rangkaian dari perintah “Iqra’’ yakni “Allama bil qalam”. Metode ini memiliki karakteristik kemampuan peserta didik dalam menyalin atau menirukan tulisan berupa huruf, lafadz ataupun ayat.
Metode ini diterapkan untuk melatih keterampilan peserta didik menulis secara cermat sesuai dengan naskah yang ia salin, baik dari jenis huruf, bentuk huruf ataupun ketepatan tulisan. Selain itu dengan menyalin peserta didik diharapkan dapat membaca secara berulang-ulang ayat/kalimat yang ia salin sehingga dapat mendukung terhadap aspek hafalannya.

2. Metode Lemka
Metode ini ditemukan oleh D.Sirojuddin AR, dosen Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 1986. Istilah Lemka diambilkan dari nama organisasi yang dibinanya, yaitu Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an.
Metode ini disusun berdasarkan karakteristik kesamaan huruf-huruf Hijaiyah dengan mengikuti rumus baku yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah, seorang khattat yang termasyhur pada jaman kekhalifahan Abbasiyyah.
Menurut Ibnu Muqlah, tulisan huruf-huruf al-Qur’an akan tampak indah dan serasi dalam komposisi huruf yang tepat dan harmonis, jika menggunakan standar “Alif”, titik belah ketupat dan lingkaran.
Secara sederhana, gambar rumus-rumus tersebut adalah sebagai berikut:

Peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan mudah karena dalam metode ini dijelaskan langkah-langkah menggoreskan pena secara terperinci disertai dengan contoh yang jelas.
3. Metode Imla’
Metode ini di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan dikte, yaitu menulis huruf atau kalimat al-Qur’an sesuai dengan apa yang dilafalkan oleh pendidik/pembimbing.
Metode ini bermanfaat untuk melatih keterampilan peserta didik menuliskan bacaan-bacaan yang dilafalkan oleh pendidik/orang lain.
Karakteristik metode ini menuntut konsentrasi peserta didik dalam mendengarkan dan memahami setiap bacaan ayat al-Qur’an yang dilafalkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran sehingga ketepatan tulisan sesuai dengan yang diucapkan oleh pendidik. Demikian halnya pendidik pun dituntut untuk melafalkan secara tegas dan jelas makharijul huruf ayat al-Qur’an sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam menulis.
Keterampilan menulis melalui metode imla ini dapat pula digunakan dalam latihan diantara sesama peserta didik, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang lebih aktif.





BAB IV
STRATEGI PEMBINAAN
KOMPETENSI BACA TULIS AL-QUR’AN

A. Organisasi Pelaksana
1. Struktur Organisasi
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan Baca Tulis Al-Quran di sekolah bukan hanya ditentukan oleh materi dan program kegiatan yang telah tersusun dengan baik, akan tetapi juga perlu keterlibatan semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan tersebut (stakeholders), yaitu kepala sekolah, Komite sekolah, orang tua peserta didik, guru, peserta didik dan masyarakat sekitar.
Berkaitan dengan hal tersebut, agar pelaksanaan kegiatan ini dapat berjalan dengan optimal, maka pihak sekolah perlu membentuk tim yang secara khusus menangani terlaksananya kegiatan baca tulis Al-Quran di sekolah.
Secara organisatoris, tim pelaksana kegiatan baca tulis Al-Quran di sekolah ini terdiri dari :
• Penanggung jawab : - Kepala Sekolah
- Komite Sekolah
- Alim Ulama/Tokoh Masyarakat
• Pembina : - Guru Pendidikan Agama Islam
- Pembina Osis dan Pembina Rohis
• Pembimbing lapangan : - Guru-guru mata pelajaran lain
- Aktifis Rohis
- Alumni
Struktur pelaksanaan kegiatan Baca Tulis Al-Quran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:



















2. Prinsip-prinsip Organisasi
Agar kegiatan baca tulis Al-Quran di sekolah mencapai hasil yang optimal, maka keberadaannya perlu diatur dan diorganisasir dengan managemen yang baik.
Salah satu prinsip yang perlu dicoba untuk dikembangkan dalam pengorganasasikan kegiatan Pembinaan Baca Tulis Al-Quran tersebut adalah dengan prinsip POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Penjelasan dari prinsip ini adalah :

a. Planning (Perencanaan) :
Planning adalah rencana awal dan persiapan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan baca tulis Al-Quran, diantaranya :
• Membentuk tim pelaksana/panitia/kepengurusan.
• Menentukan tujuan dari kegiatan baca tulis Al-Quran
• Menyiapkan sarana prasarana kegiatan
• Menyiapkan perangkat administrasi yang diperlukan
• Menyiapkan pembimbing/pengajar yang kompeten.
• Menyusun rencana anggaran pembiayaan
Prinsip ini sesuai dengan firman Allah pada surat Al-Anfal ayat 60:
  •         •  •       
Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
b. Organizing (Pengorganisasian):
Setelah proses planning dijalankan maka tim pelaksana/pengurus/panitia yang sudah terbentuk haruslah mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing, oleh karena itu perlu diuraikan tugas dan fungsi setiap bagian dalam struktur kepanitiaan/bagian tersebut, misalnya :  
1) Penanggungjawab, tugasnya :
• Bertanggungjawab terhadap terlaksananya kegiatan Bimbingan Baca Tulis al-Qur’an
• Membentuk tim pelaksana/kepanitiaan dengan surat keputusan.
• Menyediakan sarana prasarana yang diperlukan.
• Mengalokasikan anggaran biaya kegiatan
• Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan
• Melakukan koordinasi untuk mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia.
2) Pembina, tugasnya :
• Menyusun program kegiatan
• Menyiapkan perangkat administrasi yang diperlukan.
• Menentukan petugas-petugas kegiatan di lapangan.
• Melaksanakan kegiatan
• Melaksanakan evaluasi
• Membuat laporan kegiatan
3) Pembimbing, tugasnya :
• Melakukan tes penempatan (seleksi kemampuan pesertadidik).
• Menyusun materi pembelajaran
• Melaksanakan pembinaan terhadap peserta didik
• Melaksanakan penilaian terhadap peserta didik
• Membuat laporan hasil penilaian.
Ayat Al-Quran yang melandasi prinsip ini terdapat pada surat As-Shof ayat 4 :
•          •
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

c. Actuating (Pelaksanaan):
Actuating adalah pelaksanaan dari semua perencanaan yang telah ditentukan.
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik, kurang berarti apabila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja yang baik. Untuk itu dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, dan kerjasama. Semua sumber daya yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai tujuan dan program yang telah ditentukan. Selanjutnya, setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi, dan peranan masing-masing
Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan baca tulis Al-Quran, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
• Mengakomodasi seluruh peserta didik dalam setiap tingkat kemampuan.
• Disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
• Disesuaikan dengan anggaran biaya yang ada atau secara kreatif menggali sumber dana lain.
• Memanfaatkan sarana prasarana yang tersedia secara efektif dan efisien
• Memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya yang dimiliki.


Prinsip ini sesuai dengan ayat Al-Quran surat A-Taubah ayat 105 :
                
Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.
d. Controlling (Pengontrolan):
Agar kegiatan dapat terlaksana sebagaimana program yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pengontrolan, baik dalam bentuk supervisi maupun evaluasi. Dengan dilakukan pengontrolan maka akan diketahui sejak dini jika terjadi penyimpangan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, paupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut akan dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi, dan perbaikan sebagaimana mestinya.
Berkaitan dengan controlling kegiatan baca tulis Al-Quran, maka beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan adalah :
a. Melakukan monitoring secara berkala dan berkelanjutan terhadap pelaksanaan kegiatan.
b. Melakukan evaluasi terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan
c. Melakukan evaluasi terhadap efisiensi penggunaan dana
d. Melakukan evaluasi terhadap kinerja tim pelaksana
Ayat Al-Quran yang melandasi prinsip ini terdapat pada surat Al-Qaaf ayat 16-18:
     •                    •        
16. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
17. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
18. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.
B. Strategi Pelaksanaan
Banyak cara dan strategi yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan Baca Tulis al-Qur’an, asal ada kemauan. Allah SWT memberikan jaminan dalam surat Thaha (20) ayat 2 bahwa mempelajari al-Qur’an itu tidaklah susah.

“Kami tidak menurunkan al-Qur’an kepadamu agar kamu menjadi susah.”
Hal ini ditegaskan lagi dalam surat al-Qamar ayat 17 sebagai berikut:

“Dan sesungguh-sungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran (mempelajarinya)?”
Allah SWT menegaskan kemudahan mempelajari al-Qur’an tersebut hingga diulang 4 kali dalam surat yang sama, yakni pada ayat 17, 22, 32 dan 40.
Apabila ada kemauan, Guru Pendidikan Agama Islam di sekolah, pada dasarnya tidak terlalu sulit untuk menyelesaikan Program menuntaskan Baca Tulis al-Qur’an kepada seluruh peserta didik. Lebih-lebih dewasa ini teknologi sudah semakin canggih dapat melalui komputer, laptop, tape recorder dengan kaset maupun CD yang sudah banyak di jual di toko-toko buku untuk memudahkan guru mengajarkan cara membaca dan menulis al-Qur’an.
Hal ini sangat praktis karena dengan alat-alat tersebut peserta didik dapat mendengar, melihat dan mengerjakan apa yang terdapat dalam monitor computer atau laptop, disamping perlunya Guru Pendidikan Agama Islam bekerjasama dengan pihak lain seperti orang tua peserta didik, guru-guru umum yang beragama Islam yang mampu membaca al-Qur’an maupun dengan masyarakat sehingga mereka dapat membantu Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam menyelesaikan program Baca Tulis al-Qur’an dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi peserta didik.
Berikut ini beberapa strategi yang dapat dikembangkan sebagai alternatif dalam pembinaan baca tulis al-Qur’an:
1. Melalui Muatan Lokal Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)
Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 bab II tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah, menerangkan bahwa Struktur Kurikulum SMP memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Selanjutnya, pada Peraturan Mendiknas tersebut juga dinyatakan bahwa beban belajar peserta didik sebanyak 32 jam per minggu, dan satuan pendidikan dapat menambah 4(empat) jam pelajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut, satuan pendidikan dapat menggunakan tambahan alokasi waktu tersebut satu hingga dua jam untuk Baca Tulis al-Qur’an dan memasukkannya sebagai salah satu muatan lokal, yang tercantum dalam struktur kurikulum.
Muatan lokal Baca Tulis al-Qur’an adalah salah satu strategi yang sangat efektif dilakukan, karena dengan demikian pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an akan merupakan salah satu mata pelajaran, dan bagian integral dari struktur kurikulum sekolah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sendiri.
b. Karena merupakan mata pelajaran, maka guru harus mempersiapkan perangkat pembelajaran sebagaimana mata pelajaran lainya, yaitu program tahunan dan semester, sillabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan sebagainya.
Contoh Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar muatan lokal Baca Tulis al-Qur’an dapat dilihat pada lampiran.
2. Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler
Mengingat dalam intrakurikuler Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di dalam kelas tidak cukup waktu maka perlu tambahan melalui ekstra kurikuler/kegiatan keagamaan lainnya.
Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, wawasan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna.
Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Begitu banyak fungsi dan manfaat kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan, manfaat yang dimaksud bukan hanya untuk peserta didik yang bersangkutan, tetapi juga untuk efektifitas penyelenggaraan pendidikan disekolah, oleh karena itu setiap sekolah hampir semua menyelenggarakan berbagai jenis kegiatan ekstrakurukuler.
Diantara jenis kegiatan ekstra kurikuler yang berhubungan dengan Pendidikan Agama Islam adalah :
a. Rohani Islam (ROHIS)
b. Baca Tulis al-Qur’an
c. Qasidah
d. Marawis
e. Kaligrafi, dan sebagainya
Terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler Baca Tulis al-Qur’an, sekolah (guru agama) hendaknya berusaha menjadikan jenis kegiatan ini sebagai salah satu jenis kegiatan dan program unggulan sekolah; yang harus ditangani secara professional, dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang handal, fasilitas yang cukup, dan dikelola dengan managemen yang modern. Dengan demikian, eksistensi jenis kegiatan ekstra kurikuler ini bisa menjadi keunggulan dan daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang akan menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
Berbagai hal yang perlu dilakukan berkaiatan dengan kegiatan ini antara :
a. Sekolah menentukan Baca Tulis al-Qur’an sebagai salah satu jenis kegiatan ekstrakurikuler yang wajib oleh peserta didik yang belum mampu membaca al-Qur’an.
b. Sekolah mengidentifikasi tingkat kemampuan baca tulis al-Qur’an peserta didik melalui data hasil sertifikasi baca tulis al-Qur’an di SD atau dengan tes penempatan.
c. Menyusun program kegiatan dan materi yang akan diberikan untuk tiap-tiap kelompok.
d. Diadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik, untuk menyamakan visi dan berbagai program yang akan dilaksanakan.
e. Mendata para alumni dan aktivis Rohis yang akan membantu kegiatan tersebut, yang sekaligus sebagai pembimbing d lapangan.
f. Melakukan pendataan peserta didik yang sudah cukup mahir untuk dijadikan tutor sebaya.
3. Melalui Kegiatan Intensif Baca Tulis Al-Qur’an
Pada hakekatnya, tidak terlalu susah bagi peserta didik untuk dapat memiliki kemampuan Baca Tulis al-Qur’an dengan baik dan lancar. Banyak metode dan cara “cepat” membaca al-Qur’an yang berkembang dimasyarakat yang dapat digunakan oleh Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI), asalkan ada kemauan dan ikhtiar yang sungguh-sungguh dan terpadu dalam pelaksanaannya.
Salah satu ikhtiar agar peserta didik dapat segera bisa membaca dan menulis al-Qur’an adalah melalui Program Intensif Baca Tulis al-Qur’an.
Program ini dapat dilaksanakan pada waktu libur semester, atau pada saat bulan Ramadhan. Pelaksanaannya dapat dibagi menjadi beberapa kegiatan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, baik yang sama sekali belum bisa membaca al-Qur’an maupun yang sudah lancar, yaitu:
a. Pemberantasan Buta Huruf al-Qur’an (PBHA) bagi peserta sama sekali belum bisa membaca al-Qur’an
b. Adapun bagi peserta didik yang sudah lancar membaca al-Qur’an dapat diberikan pembinaan tilawah dan tahsin al-Qur’an.
• Tilawah al-Qur’an; dilaksanakan dengan program latihan membaca al-Qur’an lengkap dengan mengajarkan kaidah-kaidah ilmu tajwid.
• Tahsin al-Qur’an; dilaksanakan dengan program pelatihan membaca tartil dan seni qiro’ah.
4. Melalui Tadarrus Rutin
Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 banyak sekolah yang memprogramkan kegiatan Tadarrus Rutin. Tadarrus Rutin adalah kegiatan membaca al-Qur’an yang dilaksanakan secara rutin setiap hari.
Dalam hal ini,sekolah biasanya mengalokasikan waktu 15 hingga 20 menit setiap hari untuk kegiatanm membaca al-Qur’an,yang dilaksanakan pada waktu pagi hari, sebelum masuk jam pelajaran pertama.


Teknis pelaksanaan kegiatan ini adalah :
a. Setiap kelas didampingi seorang guru, biasanya yang bertugas mengajar jam pertama di kelas tersebut.
b. Setiap peserta didik menyiapkan kitab suci al-Qur’an.
c. Peserta didik menyimak dan menirukan bacaan ayat-ayat al-Qur’an dari ruang audio; Atau setiap kelas membaca al-Qur’an secara bersama-sama yang dipimpin oleh guru atau salah seorang peserta didik yang sudah mahir membaca Al-Quran.
Selain itu, ada juga sekolah yang mengalokasikan waktu satu jam pelajaran khusus untuk Tadarrus al-Qur’an, yang biasanya dilaksanakan setiap hari Jumat, sebelum pelaksanaan shalat Jumat.
5. Melalui Pesantren Kilat
Pesantren kilat adalah kegiatan keagamaan yang dilaksanakan pada saat liburan sekolah dengan waktu yang cukup singkat. Durasi waktu pelaksanaan pesantren kilat ini biasanya dilakukan selama 3 hingga 7 hari, atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Kegiatan pesantren kilat mempunyai tujuan:
a. Memperdalam, memantapkan dan meningkatkan pemahaman dan penghayatan ajaran Islam khususnya tentang keimanan, al-Qur’an, syari’ah/ibadah, akhlak dan tarikh.
b. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
c. Meningkatkan syi’ar Islam dan mengisi waktu luang dengan memperdalam ajaran agama guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Waktu yang relative singkat tersebut, dapat dijadikan sebagai alternatif sekolah-sekolah untuk memfokuskan pada kegiatan Baca Tulis al-Qur’an bagi peserta didik yang belum bisa atau belum lancar membaca al-Qur’an. Berkaitan dengan hal tersebut, sekolah dapat membagi materi pesantren kilat dalam dua bagian, yakni :
a. Materi al-Qur’an, khusus bagi peserta didik yang belum sampai pada tingkat kompetensi mampu membaca al-Qur’an;
b. Materi pesantren kilat pada umumnya, yang mencakup aspek aqidah, ibadah, akhlaq, tarikh, dan al-Qur’an.
6. Melalui Kegiatan Ibadah Ramadhan
Kegiatan ibadah Ramadhan adalah salah satu kegiatan sekolah yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan, dengan durasi waktu mulai malam pertama shalat tarawih sampai dengan awal bulan Syawal.
Sekolah-sekolah pada umumnya sudah memprogramkan kegiatan tersebut sejak awal tahun ajaran baru, sehingga guru agama dapat memaksimalkan waktu tersebut sebagai wahana bagi pembinaan watak, moral, dan mental spiritual peserta didik, yang dapat membantu tercapainya tujuan penyelenggraan PAI.
Selain hal tersebut, guru agama dapat memanfaatkannya secara khusus untuk kegiatan baca tulis al-Qur’an bagi peserta didik yang belum bisa membaca al-Qur’an dengan lancer.
7. Kerjasama dengan lembaga/kelompok pengajian dimasyarakat
Dewasa ini dimasyarakat telah banyak berkembang lembaga pembelajaran baca tulis al-Qur’an, yakni di masjid, musholla, majlis ta’lim, hingga taman-taman pendidikan al-Qur’an (TPQ).
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dapat memaksimalkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut sebagai salah satu alternatif kegiatan baca tulis al-Qur’an bagi peserta didik.
Waktu kegiatan belajar al-Qur’an tersebut disesuaikan dengan kondisi dan jadwal masing-masing lembaga tersebut, misalnya: ba’da ashar, ba’da maghrib atau setiap pagi hari bagi peserta didik yang sekolah di sore hari.
Bagi orang tua yang memilih program ini, maka sekolah harus menyiapkan program kendali dan lembar monitoringnya.
8. Melalui Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah adalah sekolah non formal yang semua mata pelajarannya tentang agama Islam, mulai dari aspek al-Qur’an Hadits, Aqidah, Ibadah, akhlak, dan tarikh.
Cara ini merupakan program sandwich (sisipan) yang menempatkan peserta didik diikutsertakan dalam pembelajaran di madrasah diniyah terdekat.
Waktu pembelajaran madrasah diniyah yang berkembang dimasyarakat cukup beragam, ada yang melaksanakannya sore hari setelah shalat ‘Ashar, setelah shalat dhuhur, sehingga peserta didik yang sekolah di sekolah formal dapat mengikuti kegiatan ini.
Bagi orang tua yang memilh program ini, maka sekolah harus menyiapkan program kendali dan lembar monitoringnya.
9. Program Stimulan
Sekolah perlu juga merancang program stimulan yang dapat merangsang peserta didik agar lebih semangat dalam belajar membaca dan menulis al-Qur’an, diantaranya:
a. Khataman al-Qur’an secara periodik.
b. Musabaqoh Tilawatil Quran, atau Murattal Quran.
c. Cerdas cermat al-Qur’an, dengan materi pokok: membaca dan menulis al-Qur’an, Ilmu Tajwid, hafalan surat pendek, dan isi kandungan ayat-ayat pilihan.
C. Sarana Prasarana dan Pembiayaan
1. Sarana prasarana
Untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan baca tulis Al-Quran harus ditopang dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
Secara umum, sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan baca tulis Al-Quran adalah :
a. Tersedianya tempat belajar yang representative, dapat berupa:
• Masjid atau Musholla
• Aula atau ruang pertemuan
• Ruang kelas, atau
• Tempat lain yang memungkinkan.
b. Sumber belajar baca tulis Al-Quran, antara lain :
• Kitab Al-Quran.
• Buku-buku belajar membaca Al-Quran, diantaranya: Qiroati, Iqra’, An-Nur, Al-Barqi, Al-Baghdadi, dan sebagainya.
• Buku-buku tentang ilmu tajwid
c. Sarana dan media pembelajaran
• Tersedianya OHP, Komputer/Laptop, LCD projektor, CD/DVD player, TV, dan sebagainya.
• Tersedianya pengeras suara yang terinstalasi pada setiap kelas
• Alat peraga lain, seperti : gambar makhrajil huruf, skema tajwid, dan sebagainya.
2. Pembiayaan
Biaya pelaksanaan Bimbingan Baca Tulis Al-Qur’an ini. bersumber dari:
a. RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah);
b. Bantuan Pemerintah;
c. Iuran Komite Sekolah;
d. Bantuan Masyarakat peduli pendidikan;
e. Infaq rutin dari guru, peserta didik dan pegawai sekolah;
f. Sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Alokasi dana tersebut digunakan untuk membiayai:
a. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
b. Penyediaan bahan ajar dan media pembelajaran
c. Honorarium petugas pelaksana, kepanitiaan dan pembina
d. Administrasi dan sertifikasi.













BAB V
PENILAIAN DAN SERTIFIKASI
KEGIATAN BACA TULIS AL-QUR’AN DI SEKOLAH

A. Aspek Penilaian Baca Tulis Al-Qur’an
Kompetensi Membaca al-Qur’an merupakan gambaran penguasaan peserta didik terhadap tiga ranah pendidikan yang meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.
1. Ranah kognitif/pengetahuan (Knowing)
Peserta didik dibekali pengetahuan mengenai pentingnya menguasai keterampilan membaca al-Qur’an. Melalui kemampuan membaca al-Qur’an, diharapkan dapat membantu peserta didik dalam melancarkan proses pemahaman, penghayatan dan pengamalan kandungan al-Qur’an. Karena langkah awal untuk memahami dan mengamalkan al-Qur’an adalah dengan cara mampu untuk membacanya terlebih dahulu.
Pada aspek ini, peserta didik dibekali pengetahuan tentang norma, kaidah, dan aturan-aturan atau ketentuan dalam membaca Al-Qur’an terutama ilmu tajwid dan makhorijul huruf.
2. Aspek psikomotorik/pelaksanaan (Doing)
Aspek pelaksanaan dimaksudkan agar peserta didik terampil membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan lancar dan benar. Untuk mencapai tujuan ini guru harus mengetahui keragaman kemampuan setiap individu peserta didik terlebih dahulu, kemudian mereka dibimbing baik secara klasikal maupun secara individual sesuai dengan kemampuannya tersebut.


3. Aspek afektif/pembiasaan (Being)
Untuk menjaga agar keterampilan membaca al-Qur’an ini tetap terpelihara dengan baik, maka perlu dilakukan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembiasaan dilakukan agar peserta didik benar-benar menguasai dan terampil dalam membaca ayat¬-ayat al-Qur’an.
B. Penilaian Baca Tulis Al-Qur’an
1. Tujuan Penilaian
Secara khusus evaluasi kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an dilakukan dengan tujuan:
a. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik setelah mengikuti program atau setelah mendapatkan pembinaan baca tulis al-Qur’an.
b. Untuk mendiagnosis hambatan dan kesulitan-kesulitan peserta didik dalam mengikuti kegiatan baca tulis al-Qur’an.
c. Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi penggunaan pendekatan dan metode dalam pembinaan.
d. Untuk memberikan laporan perkembangan kemampuan peserta didik kepada orang tua dan stake holder yang terkait dengan pembinaan baca tulis al-Qur’an.
e. Untuk bahan acuan dalam menentukan kegiatan remedial atau pengayaan bagi peserta didik setelah mengikuti pembinaan, termasuk kenaikan pada level yang lebih tinggi.
2. Jenis-jenis Penilaian
Berikut ini adalah jenis-jenis penilaian yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an:
a. Pretest, yaitu penilaian yang dilakukan sebelum pembinaan diberikan, dengan maksud untuk mengetahui kemampuan dan penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan. Pretest ini juga bisa digunakan sebagai tes penempatan (placement test) peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.
b. Proses, yaitu penilaian yang dilakukan selama proses pembinaan baca tulis al-Qur’an. Melalui penilaian proses, kekurangan dan kesalahan peserta didik dapat dikoreksi dan diperbaiki secara langsung serta tingkat perkembangan kemampuan peserta didik dapat terus terpantau secara bertahap dan berkelanjutan.
c. Posttest, yaitu penilaian yang dilakukan di akhir kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an untuk menentukan tingkat pencapaian standar ketuntasan minimal atau standar kompetensi lulusan.
Hasil penilaian ini juga dapat digunakan sebagai acuan pembinaan pada kemampuan yang lebih tinggi dan digunakan sebagai data dalam pengisian nilai sertifikasi.
3. Teknik dan Bentuk Penilaian
a. Unjuk Kerja (performance)
Penilaian unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu.
Teknik penilaian ini cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi membaca al-Qur’an, menerapkan hukum-hukum dalam ilmu tajwid dan penerapan hafalan surat-surat pendek dalam pembinaan baca tulis al-Qur’an.
Teknik penilaian ini dianggap lebih otentik dari pada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penggunaan teknik penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.


Contoh penilaian unjuk kerja dengan menggunakan rating scale :
Kelas/Semester : VII/1
SK : 1. Menerapkan hukum bacaan Al-Syamsiyah dan
Al-Qomariyah
KD : 1.3 Menerapkan bacaan-bacaan Al-Syamsiyah dan
Al-Qomariyah dalam surat-surat al-Qur’an
dengan benar.
No Nama Kemampuan Penerapan Nilai
1 2 3 4
1. Ferawati 87 87
2. Irmawan 55 55
3. Mulyadi 75 75
4. Syamsul 90 90
5. Yunita 66 66
6. dst…
Keterangan:
Nomor Aspek Nilai
1 Mengenal huruf Al-Syamsiyah dan Al-Qomariyah < 60
2 Menunjukkan contoh Al-Syamsiyah dan Al-Qomariyah 61 - 75
3 Mengidentifikasi contoh-contoh Al-Syamsiyah dan Al-Qomariyah dalam ayat al-Qur’an 76 - 90
4 Menerapkan bacaan Al-Syamsiyah dan Al-Qomariyah 91 - 100


b. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan baca tulis al-Qur’an peserta didik dalam satu periode tertentu.
Penilaian portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui data hasil pemantauan atas perkembangan kemampuannya.
Diantara contoh tugas peseta didik untuk teknik penilaian portofolio adalah:
• Peserta didik diberikan tugas untuk mengumpulkan contoh-contoh hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati masing-masing lima (5) buah pada surat tertentu.
• Peserta didik diberikan tugas untuk menyalin surat tertentu dengan tulisan yang baik dan benar.
c. Penilaian Diri (self assessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam baca tulis al-Qur’an.
Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara lain:
• Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
• Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
• dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian.

Contoh Instrument Penilaian Diri:

Lembar Monitoring Aktivitas Membaca al-Quran
SMP………………………………
Tahun Pelajaran 2009-2010

NamaSiswa :…………………… Kelas/Semester :…………
No. Induk :…………………… Bulan :…………

Tanggal/Hari Yang Dibaca Faraf Guru/ Orang Tua Keterangan/
Alasan
Juz Surat Ayat Hlm. (Iqra) Hlm.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst.



C. Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kemampuan baca tulis al-Qur’an kepada peserta didik yang telah dinyatakan lulus. Sertifikat ini dapat diterbitkan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, satuan pendidikan atau lembaga lain yang relevan yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Sertifikat baca tulis al-Qur’an ini hanya diberikan kepada peserta didik yang telah mencapai standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan sertifikasi tesebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Diberikan kepada peserta didik yang telah lulus mengikuti seleksi awal pada tahun/semester pertama pembelajaran meskipun belum mengikuti pembinaan. Namun dalam hal ini pendidik tetap berkewajiban untuk memberikan pengayaan.
2. Diberikan kepada peserta didik yang telah memperoleh pembinaan dan dinyatakan lulus setelah mengikuti tes akhir.
3. Peserta didik yang telah memperoleh sertifikat lulus baca tulis al-Qur’an pada tingkat tertentu dapat mengikuti sertifikasi lanjutan. Misalnya sertifikat Tahsin al-Qur’an, Sertifikat Tilawah atau Seni Qiroah dan lain-lain. Hal ini bisa dilakukan untuk menyiapkan peserta didik menjadi tutor sebaya/mentor.














BAB VI
PENUTUP

Kegiatan Bimbingan Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) untuk SMP ini merupakan kegiatan pembelajaran tambahan yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam bidang membaca dan menulis al-Qur’an.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik, maka perlu disusun buku Panduan Umum Penyelenggaraan Bimbingan Baca Tulis al-Qur’an (BTQ). Dengan memahami panduan ini, diharapkan seluruh unsur yang terkait (stake holder) dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan Baca Tulis al-Qur’an di sekolah tidaklah harus mengikuti semua strategi yang dipaparkan dalam buku panduan ini, akan tetapi sekolah atau guru Pendidikan Agama Islam dapat memilih strategi mana yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.
Pelaksanaan kegiatan BTQ harus dibarengi dengan penilaian agar dapat diketahui hasil dan manfaatnya. Selanjutnya setiap satuan pendidikan harus menyusun program terencana, sistematis dan berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki tingkat kompetensi baca tulis al-Qur’an sebagaimana yang diharapkan.
Demikian buku panduan ini kami persembahkan, kami menyadari masih banyak kekurangan yang perlu disempurnakan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun guna perbaikan kedepan sangat kami harapkan agar manfaatnya lebih optimal.


DAFTAR PUSTAKA

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Dipenogoro. Bandung.
Chairani Idris dan Tasyrifin Karim, Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak/Taman Pendidikan Al-Qur’an, DPP BKPRMI Masjid Istiqlal Kamar 13, Jakarta, 1996
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam , Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, Panduan Umum Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), Tahun 2008.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam , Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, Panduan Umum Penyelenggaraan Kegiatan Rohani Islam (ROHIS) Sekolah Menengah Pertama (SMP), Tahun 2008.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam , Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, Pedoman Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), Tahun 2007.
Drs. Ahmad Darka AW, Methodologi Pengajaran Iqra’, Sebuah Pengalaman Mengajar dan Menatar, Pustaka Alivia, Jakarta, 2000.
Faizah, Umdzatul. 2006. Pembelajaran Membaca Alqur’an dengan Metode Qira’ati pada Anak Prasekolah di TK Islam Hidayatullah Semarang, Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang (tidak diterbitkan).
Mardiyo. 1999. Pengajaran Al-Qur’an. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.22 Tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Sujana, Djuju S. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Falah Production. Bandung.
Tasyrifin Karim dkk., Buku Pedoman Penyelenggaraan TQA (Ta’limul Quran Lil Aulad), LPPTKA BKPRMI Masjid Istiqlal Kamar 13-14, Jakarta, 1995
Tim Penyelenggara Pelatihan LPIQ, Sekilas Program Terjemah Alqur’an Sistem 40 Jam, Lembaga Pendidikan Ilmu Al-Qur’an (LPIQ) Nasional, Jakarta, 2007
Tim penyusun. 2004. Thariqah Baca Tulis dan Menghafal al-Qur`an “Yanbu’a”. Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur`an. Kudus.
Tim Perumus P5Q. 1998. “Tartiila” Cara Cepat Membaca Al-Qur`an. Jilid 1. Jam’iyyatul Qurro` wal Huffadh Jawa Timur.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional