Minggu, 28 November 2010

pengantar ulum al hadis

1
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
TA’RIF ISTILAH HADITS
A. Pendahuluan
Hadits dalam hukum Islam merupakan sumber hukum kedua setelah Al
Quran, oleh karenanya seorang muslim dituntut paling tidak menguasai dan
mempelajari hadits sebagai peninggalan Rasulullah SAW yang harus dijadikan
pegangan setiap muslim dalam melangkah selain Al Quran.
!$tΒuρ ãΝä39s?#u ãΑθß™§9$# çνρä‹ã‚sù $tΒu ρ öΝä39pκtΞ çμ÷Ψtã (#θßγt ( 4 FΡ$$sù
Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)
Ilmu Hadits sangatlah penting untuk dipelajari oleh setiap muslim, sebab
dengan ilmu tersebut kita bisa mengetahui keadaan suatu Hadits. Al-Qur-an lebih
butuh kepada Sunnah daripada Sunnah butuh kepada Al-Qur-an, dan Sunnah yang
shahih tidaklah dapat diketahui kecuali dengan mengetahui Hadits-hadits
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam! Dengan demikian, ilmu hadits memiliki
peranan sangat penting dalam menjalani agama ini.
Hadits adalah pensyarah yang menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Alqur’an.
Misalnya di dalam Al-qur’an ada perintah untuk mengerjakan sholat, akan
tetapi di dalamnya tidak dijelaskan bagaimana cara mengerjakan sholat. 1 Semua
hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat seperti waktu sholat, rukun-rukun
sholat, gerakan-gerakan sholat, pembatal-pembatal sholat, dan hukum-hukum
lainnya dapat kita temukan penjelasannya di dalam Hadits Rasulullah
shollollahu’alaihiwasallam.
1 Lihat Sejarah Pengantar Ilmu Hadits, M. Hasbi Ash Shiddieqy, hlm26.
2
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Ulumul Hadits atau Ilmu hadits diperlukan untuk membedakan tingkatantingkatan
hadits, serta memilah kualitas hadits sehingga kaum muslimin tidak
terjebak mengamalkan hadits-hadits dhoif atau bahkan maudhu, yang tentunya
malah menimbulkan penyimpangan ibadah yang tidak bernilai disisi Allah SWT.
Untuk memahami Ulumul Hadits secara mendalam, terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa yang dimaksud Ta’rif Istilah Hadits. Makalah ini berusaha
membahas tentang Ta’rif Istilah Hadits baik secara etimologi maupun
terminologi, sehingga memberi gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
Ulumul Hadits.
B. Ta’rif Istilah Hadits
Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman, Ta’rif Istilah
Hadits bisa ditinjau dari segi etimologi dan terminologi, sehingga
pembahasan Ta’rif Istilah Hadits lebih lengkap.
1. Tinjauan Etimologi
Secara etimologi menurut Hasbi Ash Siddqy, Hadits mempunyai
beberapa arti,: Jadid (lawan qadim) yang berarti ‘sesuatu yang baru’atau
Qarib artinya yang dekat; atau berarti Khabar, yang berarti Warta, Dari
makna inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah” sehingga haditshadits
dari Rasul dikatakan “ahaditsu’l Rasul” tak pernah dikatakan
“hudtsanu’l Rasul” sebagaimana tidak pernah disebutkan “uhdutsatu’l
rasul” .2
Dalam Alqur’an Allah memakai kata hadits dengan arti khabar,
seperti terdapat pada ayat ke-44 Surat Al Mu’minun berikut:
2 Hasbi Ash-Shiddeqy. Ibid.
3
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
§ΝèO $uΖù=y™ö‘r& $oΨn Νåκ|Õ÷èt/ $oΨ÷èt7ø?r'sù 4 çνθç/¤‹x. $oλé;θß™§‘ Zπ¨Βé& u!%y` $tΒ ¨≅ä. ( #uŽøIs? =ß™â‘
$VÒ÷èt/ öΝßγ≈o Ψù=y èy_uρ y]ƒÏŠ%tnr& 4 #Y‰÷èç7sù 5Θöθs ∩⊆⊆∪ tβθãΖÏΒ÷σムāω )jÏ9
Artinya:
Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) Rasul-rasul Kami
berturut-turut, tiap-tiap seorang Rasul datang kepada umatnya,
umat itu mendustakannya, Maka Kami perikutkan sebagian mereka
dengan sebagian yang lain dan Kami jadikan mereka buah tutur
(manusia), Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak
beriman
Pada ayat 3 Surat At Tahrim Allah juga memakai kata hadits dengan
makna khabar,
øOEÎ)uρ §Ž|€r& ÷É<¨Ζ9$# 4’n<Î) ÇÙ÷èt/ ÏμÅ_≡u ρø—r& $ZVƒÏ‰tn $£ϑn
=s
ù ôNr'¬7tΡ ÏμÎ/ çνt yγøßr&uρ ª!$# Ïμø‹n
=t
ã
t∃¡tã …çμŸÒ÷èt/ uÚ{ôãr&uρ .t ã <Ù÷èt/ ( $£ϑn=s ù $yδr'¬6tΡ ÏμÎ/ ôMs9$s% ôt Β x8r 't7/Ρr & #x‹≈y ( δ
tΑ$s% u’ÎΤr'¬7tΡ ÞΟŠÎ=y ∩⊂∪ 玍Î6y‚ø9$# èø9$#
Artinya:
Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah
seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah)
menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan
hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah
kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah).
Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah
dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah
memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah
diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal."3
Berdasarkan penjelasan di atas, secara etimologi hadits berarti suatu
berita, khabar, informasi, komunikasi, warta tentang sesuatu. Tentunya
3 Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV.Toha Putra. 1989.
4
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
makna-makna ini dilihat secara tekstual dan denotatif makna kata hadits
itu sendiri.
2. Pengertian Istilah Hadits
Di kalangan para ulama, terjadi perbedaan dalam mendefinisikan
‘hadits’. Perbedaan ini karena perbedaan luas objek tinjauan masin-masing
baik itu Ulama hadits, Ulama Ahli Ushul Fiqih dan Fuqaha.
Menurut Ulama Hadits, ‘hadits’ adalah pemberitaan segala sesuatu
dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifatsifat
dan hal ihwal.4
Ulama Ushu Fiqih mendefinisikan ‘hadits’ adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik
berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut
dengan Hukum Syara’5
Adapun Fuqaha mengartikan ‘hadits’ adalah segala sesuatu yang
ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalahmasalah
fardlu atau wajib.6
Menurut ahli ushul hadits bahwa yang dinamakan hadits adalah
sesuatu yang bersangkut paut dengan hukum, sehingga sesuatu yang tidak
terkait dengan hukum bukan hadits. Hal ini tertuang dalam pengertian
hadits berikut:


َ
ر و وأ
ا أ
“segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan hukum.”
Menurut Jumhuru’l Muhadditsin, yang dimaksud Hadits adalah:
4 Muhammad Ajaj al Khatib, Al Sunnah Qabla al Tadwin, Kairo, Maktabah, 1975 hlm. 19
5 Muhammad Ajaj al Khatib, ibid
6 Muhammad Ajaj al Khatib, ibid
5
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
ه ا أو
أو ! أو "
#$
%&' أ
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.
Ta’rif ini mengandung empat unsur yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW yakni:
a. Perkataan
b. Perbuatan
c. Pernyataan
d. Sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW
a. Perkataan
Yang dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad SAW ialah
perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai masalah seperti
bidang hukum/syari’at, akhlaq, ‘aqidah, pendidikan dan sebagainya.
Contoh:
) &
- / ى ( ئ ا * ت وا & ل -" ا ا
“Bahwasannya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan bahwasannya
seseorang itu akan memperoleh apa yang diniatkan...” (HR. Bukhori-
Muslim)
Contoh lain;
Sabda Nabi Muhammad SAW yang mendidik manusia agar rela
meninggalkan pekerjaan yang tidak bermanfaat demi pembentukan
pribadi muslim yang sempurna:
رى) 7$ (ا &
" آ ء م ا !4 ا 56 5
6
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
“Termasuk hal yang dapat menyempurnakan keislaman seseorang
ialah kerelaannya untuk meninggalkan apa yang tidak berguna. (HR.
Bukhori)
b. Perbuatan
Perbuatan Rosulullah SAW merupakan praktik nyata terhadap
syariat yang belum jelas pelaksanaannya. Perbuatan ini sering disebut
dengan Sunnah Fi’liyah. Seperti perbuatan Rosulullah ketika sholat di
atas kendaraan dan cara menghadap kiblat, yang dipraktikkan di
hadapan para sahabatnya.
89: ;&
را #
- #
<

= ل ا 4 ن ر آ
رى) 7$ (ا ?
$ ا *$ 4 ل @ ?A
/ داأرادا
Artinya:
Konon Rosulullah SAW bersembahyang di atas kendaraan
(dengan menghadap qiblat) menurut kendaraan itu menghadap.
Apabila beliau hendak sembahyang fardlu, beliau turun
sebentar, terus menghadap qiblat.” (HR. Bukhori) 7
Namun demikian tidak semua perbuatan Rosul merupakan
sunnah yang harus dijalankan ummatnya. Ada tindakan-tindakan yang
khusus diberikan dispensasi kepada Rosul seperti bolehnya Rosul
mengawini wanita lebih dari 4 orang, atau mengawini wanita tanpa
maskawin. Hal ini hanya berlaku khusus untuk Rosul bukan untuk
ummatnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah:
7 Lihat Fatchur Rahman, Ikhtiar Mustholahul Hadits, hlm. 8
7
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Zοr &z÷ö4$#uρ ºπoΨÏΒ÷σ•Β βÎ) ôMt7yδuρ $pκ|¦ø-tΡ ÄcÉ<¨Ζ=Ï9 ÷βÎ) yŠ#u ‘r& ÷É<¨Ζ9$# βr& $uηy sÅ3ΖtFó¡o„
3 tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# Èβρߊ ÏΒ y7©9 Zπ|ÁÏ9%s{
“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan
untuk semua orang mukmin. (QS. Al Ahzab 50)
Di sisi lain dalam urusan keduniaan, seperti perdagangan,
pertanian, taktik perang, Rosul menyerahkan urusan-urusan tersebut
kepada ummatnya dengan ucapan beliau “Kamu lebih tahu urusan
keduniaannmu”
c. Taqrir
Yang dimaksud dengan Taqrir Nabi adalah keadaan beliau
mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang
telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
Termasuk taqrir adalah perbuatan beliau yang menerangkan dan
menguatkan perbuatan sahabat dalam mengambil ijtihad, ketika
sahabat bersembanhyang ashar di Bani Quraidhah 8. Nabi bersabda:
?C
# # " ا آD ا 5&
<
"
“Janganlah seorang kamu bersembahyang, melainkan di Bani
Quraidhah.”
Contoh taqrir Nabi yang lain adalah tentang perbuatan salah
seorang sahabat yang bernama Khalid bin Walid dalam suatu jamuan
makan dengan sajian daging biawak. Tindakan Khalid yang makan
daging biawak disaksikan oleh Nabi SAW dan Beliau tidak menegur
atau menyanggahnya.
8 Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit. hlm27.
8
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah di samping adanya
syarat bahwa perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh sahabat itu
tidak mendapat sanggahan/teguran dari Nabi SAW selama masih
hidup, juga orang yang melakukan adalah orang yang taat kepada
agama Islam. Karena diamnya Nabi SAW terhadap
perkataan/perbuatan orang kafir atau orang munafiq bukan berarti
memberi persetujuan.
d. Sifat-sifat, keadaan-keadaan dan himmah (hasrat) Rasulullah SAW
Sifat-sifat dan keadaan Nabi SAW yang termasuk unsur hadits, adalah:
1) Sifat-sifat Nabi SAW yang dilukiska oleh para sahabat dan ahli
tarikh, seperti sifat-sifat dan bentuk jasmaniah beliau dilukiskan
oleh sahabat Annas r.a. sebagai berikut:
E&
F 9 6 وأ 9: س و ا 56 أ
= ل ا 4 ن ر آ
&< " و *
H
“Rosulullah itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras
mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan
bukan pula orang pendek.” (HR. Bukhary-Muslim) 9
2) Silsilah-silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran yang telah
ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh, seperti kelahiran
Rosul yang dikenal dengan tahun gajah.
3) Himmah (hasrat) Rosul yang belum sempat direalisasikan pada
masa hidup Rosul. Seperti hasrat Rosul untuk berpuasa pada
tanggal 9 ‘Asyura, tetap Rosulullah SAW wafat sebelum
menjalankan puasa tersebut.
Dalam hal menjalankan hadits himmah (hammiyah), para ulama
berbeda pendapat:
9 Fathur Rahman, Ikhtisar Mustholahul Hadits, hlm 11
9
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
- Imam Syafi’i berpendapat bahwa disunnatkan untuk
menjalankan himmah Rosul karena ia termasuk salah satu
bagian sunnah yakni sunnah hammiyah.
- As Syaukany justru berpendapat lain, himmah atau hamm
adalah kehendak hati yang belum dilaksanakan dan bukan
termasuk sesuatu yang diperintahkan untuk dilaksanakan atau
ditinggalkan. Jadi bukan termasuk sunnah.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hadits
adalah segala sesuatu yang disandarkan (dimarfu’kan) kepada Nabi
Muhammad SAW, sedangkan segala sesuatu yang disandarkan kepada
para sahabat atau tabi’in tidak termasuk Al Hadits.
Sehingga Jumhuru’l Muhadditsin membagi Hadits berturut-turut sebagai
berikut:
a. Sunnah Qauliyah
b. Sunnah Fi’liyah
c. Sunnah Taqririyah
d. Sunnah Hammiyah.
Perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh
terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka masing-masing. Dari sini
lahirlah perbedaan ta’rif hadits, baik ta’rif yang terbatas maupun ta’rif
yang lebih luas.
Ta’rif hadits yang terbatas sebagaimana diungkapkan oleh Al hafidh
dalam Syarah Al Bukhary, hadits menurut istilah adalah
ا وأ وأ
ا أ
10
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
“Segala ucapan Nabi, segala perbuatan Beliau dan segala keadaan
Beliau.”10
Ta’rif Hadits yang luas diungkapkan Muhammad Mahfuzh al
Tirmizi:
“Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang dimarfu’kan kepada
Nabi Muhammad SAW saja melainkan dapat pula disebutkan pada apa
yang mauquf (dinisbahkan pada perkataan dan sebagainya dari sahabat),
dan pada apa yang maqthu’ (dinisbahkan pada perkataan dan sebagainya
dari tab’iin)11
Dari perbedaan-perbedaan itulah maka sesuatu hadits yang sampai
kepada Nabi disebut Marfu, hadits yang sampai pada sahabat disebut
Mauquf, dan hadits yang sampai kepada tabi’in saja disebut Maqthu’
3. Istilah-istilah untuk Al-Hadits
Mayoritas Muhaditsin baik yang termasuk aliran modern maupun
yang termasuk aliran salaf (kuno), berpendapat bahwa istilah Al Hadits
murodif (sinonim) dengan Al-Khabar, Al-Atsar dan As-Sunnah walaupun
perbedaan itu tidak prinsipil.
a. Khabar
Khabar menurut bahasa berarti “warta berita yang disampaikan
dari seseorang kepada seseorang.” Jama’nya Akhbar.
Menurut istilah ahli hadits khabar adalah warta baik warta dari
Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in.
Ada yang berpendapat bahwa khabar dipakai untuk segala warta
yang diterima dari yang selain Nabi SAW, sehingga orang yang
10 Lihat Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hlm. 26
11 Lihat Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah), hlm. 4
11
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
meriwayatkan hadits disebut “muhaddits” dan orang yang meriwayatkan
sejarah dinamai “akhbary”.
Adapula yang mengatakan bahwa khabar lebih umum daripada
hadits. Semua yang diriwayatkan baik dari Nabi SAW atau dari selainnya
tergolong Khabar, sedangkan hadits khusus untuk yang diriwayatkan dari
Nabi SAW saja.
Ada juga yang mengatakan bahwa khabar dan hadits diithlaqkan
kepada yang sampai dari Nabi SAW saja, sedangkan yang diterima dari
sahabat dinamai Atsar.
b. Atsar
Atsar secara bahasa berarti “bekasan sesuatu” atau “sisa
sesuatu”, nukilan atau yang dinukilkan. Sehingga doa yang dinukilkan
dari Nabi SAW dinamai doa ma’tsur.
Menurut istilah Jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan
hadits. Sehingga ahli hadits sama dengan atsary.
Fuqaha memakai perkataan “atsar” untuk perkataan-perkataan
ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.
Imam An Nawawy menerangkan bahwa fuqaha khurasan
menamai perkataan-perkataan sahabat (hadits mauquf) dengan atsar, dan
menamai hadits nabi dengan khabar. Tetapi pada umumnya para
muhadditsin menamai hadits nabi dan perkataan sahabat dengan atsar
juga.
c. Sunnah
Sunnah secara bahasa berarti jalan yang dijalani, terpuji atau
tidak. Jama’ dari kata sunnah adalah sunan.
Sunnah menurut istilah muhadditsin adalah “segala sesuatu yang
dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun
12
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang
demikian itu sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Rosul maupun
sesudahnya12
Dari pengertian inilah para muhadditsin menetapkan bahwa
sunnah murodif dengan hadits.
Sedangkan sunnah menurut ahli ushul fiqh ialah “segala sesuatu
yang dinukilkan dari Nabi SAW baik perkataan maupun perbuatan,
ataupun taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum.”
Makna inilah yang sesuai dengan perkataan Sunnah dalam hadits
Nabi yang berbunyi:
? 4 و = ب ا آ 9 6 ان ا
A 5 5
أ & 8 آ D
)J (روا 4 ر
“Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua perkara, sekali-kali kamu
tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya, yakni
Kitabullah dan Sunnah RosulNya. (HR. Malik).
4. Macam-macam Ilmu Hadits
Secara garis besar ilmu hadits terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Ilmu Hadits Riwayah
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-
Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu
Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang
meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan
12 Hasbi Ash Shiddieqy,loc.cit. hlm27.
13
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian
lafaz-lafaznya.13
Sedangkan pengertian menurut Muhammad 'ajjaj a-khathib
adalah: Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan)
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau
tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.14
Definisi yang hampir sama dikemukkan oleh Zhafar Ahmad ibn
Lathif al-Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa'id fi 'ulum al-Hadist, Ilmu
hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan
perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan,
pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.15
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis
Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw.
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi saw dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
- Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian
juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
- Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan,
dan pembukuannya.
13 Jalal al-din 'Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Ed.
'Abdul Al-Wahhab' Abd al-Lathif (Madinah: Al-Maktabat al-'Ilmiyyah.cet kedua. 1392 H, h. 42
14 Lihat M.'Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.7.
15
Zhafar Ahmad ibn Lathif al-'Utsmani al- Tahanawi, Qawa 'id fi ' Ulum al-Hadist, Ed. 'Abdal-Fattah Abu
Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah,1984).h.22.
14
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Dalam praktiknya, menurut Endang Soetari bahwa Ilmu Hadits
Riwayat membahas tentang periwayatan Hadits, yakni penerimaan Hadits,
pemeliharaan dalam hafalan, pengalaman dan tulisan-tulisan serta
penyampaiannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tertulis. 16
Pengertian dari Endang Soetari inilah yang lebih mewakili
penjelasan ta’rif hadits riwayah:
&L ا او
او ! او "
4 و &
- = ا #
M$
%&'أ * ف

-
ه
و 9H$' و J دا
“Ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan (penerimaan), pemeliharaan,
pembukuan dan penyampaian Hadits dari apa-apa yang dinisbahkan kepada
Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan lain
sebagainya.”
b. Ilmu Hadits Dirayah
Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: Ilmu
Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukumhukumnya,
keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. 17
Pengertian yang mudah dipahami adalah definisi yang diberikan oleh
Endang Soetari yakni:
&L ل و : ا ?/ داء و " وا * ا ?&/& وآ 5 وا D 6 ال ا ا رى D
ن ا
J دا
“Kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara
penerimaan dan penyampaian, sifat rawi dan lain sebagainya.”
16 Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah), Bandung: Mimbar Pustaka.ctk. V. 2008 hlm.
13-14.
17
Lihat al-Suyuthi, Tadrb al-Rawi hlm. 40;
15
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Penjelasan ta’rif Ilmu Dirayah di atas adalah Ilmu yang
membicarakan kaidah tentang keadaan matan yang diriwayatkan, hal ihwal
rawi, baik perawi penyampai maupun perawi penerima, yang tercatat pada
sanad serta keadaan sanadnya dalam keadaan bersambung atau tidak. Dari
sinilah dapat ditentukan kualitas hadits tersebut apakah maqbul (diterima)
atau mardud (ditolak) untuk dijadikan hujjah dan pedoman beramal dalam
pelaksanaan Syari’at Islam.18
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang
diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan
riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti:
- sama' (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru),
- qira'ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru
tersebut),
- ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari
seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk
diriwayatkan),
- kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),
- munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk
diriwayatkan),
- i'lam (memberitahu seseorang bahwa Hadits-Hadits tertentu adalah
koleksinya),
- washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya),
- dan wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
- Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama
sampai perawi terakhir,
- atau munqathi', yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah,
ataupun di akhir, dan lainnya.
18 Endang Seotari, op cit. Hlm. 14
16
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat
karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena
adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi
keadilan mereka (al'adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh). Syarat-syarat
mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika
mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika
menyampaikan riwayat (syarat pada al-adda').
Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat), adalah penulisan
Hadits di dalam kitab al-musnad, al-mu'jam, atau al-ajza' dan lainnya dari
jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw.
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan
definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan Hadits-Hadits yang maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil
atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak).
Ilmu Hadis Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum
dikenal dengan Ulumul Hadits, mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits.
Keseluruhan nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti
dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah
untuk mengetaui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadits,
dari segi diterima dan ditolaknya.
C. Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penjelasan ta’rif
istilah hadits adalah sebagai berikut:
1. Makna hadits secara etimolog adalah warta, berita, informasi. Bentuk
Jama’ dari kata hadits adalah ‘ahadits’. Kata hadits memiliki murodif
17
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
dengan kata khabar, atsar ataupun sunnah. Walaupun dalam
pemakaiannya sedikit berbeda, dan perbedaan ini tidak prinsipil.
Menyikapi perbedaan ini kita kenal dalam Bahasa Indonesia dengan
istilah makna leksikal dan makna gramatikal. Bahwa dalam makna
leksikal boleh jadi sebuah kata memiliki sinonim lebih dari satu, namun
dalam makna gramatikal akan mengalami perbedaan makna.
2. Adapun makna hadits secara terminolog, terdapat beberapa perbedaan
antara ulama baik ulama ushul hadits maupun jumhuru’l muhaddtsin.
Dari perbedaan tersebut dapat digarisbawahi bahwa pengertian ‘hadits’
secara terbatas adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, penetapan ataupun
himmahnya. Dari sini lahirlah istilah-istilah:
a) Sunnah Qauliyah
b) Sunnah Fi’liyah
c) Sunnah Taqririyah
d) Sunnah Hammiyah.
Ta’rif al-Hadits yang luas, tidak hanya mencakup sesuatu yang
dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga perkataan,
perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in pun
disebut Al Hadits. Jadi ta’rif Al Hadits adalah meliputi segala berita yang
marfu’, mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu’ (disandarkan
kepada tabi’in).
3. Dalam perkembangannya ilmu hadits terbagi menjadi dua yaitu:
a) Ilmu Hadits Riwayah; yaitu ilmu hadits tentang penukilan dan
periwayatan hadits yang disandarkan kepada Rosulullah SAW, baik
dari segi ucapan-ucapan yang disabdakan, perbuatan-perbuatan yang
dikerjakan, atau penetapannya (dalam arti Rosul melihat suatu
18
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
perbuatan tapi mendiamkan), atau sifat-sifatnya (sifat-sifat, kelakuan
dan perilaku beliau SAW sebelum dan sesudah menjadi Nabi/Rosul),
atau penukilan hadits yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Objek Pembahasan Ilmu Riwayah; adalah pribadi Rosulullah SAW
ditinjau dari segi perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau.
b) Ilmu Hadits Dirayah; Ilmu Hadits ini populer dengan sebutan
Mustholahul Hadits atau Ilmu Ushulul Hadits. Ilmu ini mempelajari
tentang keadaan sanad dan matan dengan qonun-qonun tertentu dari
segi maqbul dan mardudnya.
Objek Pembahasan Ilmu Dirayah adalah pribadi rowi, sanad, matan
dan riwayatnya, dari segi maqbul dan mardudnya.
Demikian, semoga makalah ini bisa memberi gambaran tentang Ta’rif
Istilah Hadits, untuk membuka wacana dan mengantarkan lebih lanjut tentang
ulumul hadits.
Daftar Pustaka
Departemen Agama Republik Indonesia. Alqur’an dan Terjemahnya. Semarang:
Toha Putra. 1989.
Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian Riwayah dan Dirayah). Bandung: Mimbar
Pustaka Ctk. V. 2008
Fathur Rahman. Ikhtisar Mustholahu’l Hadits. Bandung: AlMa’arif. Cetakan IV
1985.
19
abdulmufid.bogor256@yahoo.com
Jalal al-din 'Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh
Taqrib al-Nawawi. Ed. 'Abdul Al-Wahhab' Abd al-Lathif (Madinah: Al-
Maktabat al-'Ilmiyyah.cet kedua.1972
Muhammad Mahfudh At-Tarmusy. Manhaj Dzawin-Nadhar. Surabaya: Maktabah
Nabhaniyah.
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib. Ulumul Haditswa ‘ulumuhu. Cairo
M. Hasbi Ash Shiddiey. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan
Bintang. 1991.
______________. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Sumbangsih
______________. Pokok-pokok Ilmu Diroyatul Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Husaini. Kaidah-kaidah Dasar dalam
Ilmu Hadits Mustholah Hadits. Surabaya: Nun. 1399 H.
Zhafar Ahmad ibn Lathif al-'Utsmani al- Tahanawi, Qawa 'id fi ' Ulum al-Hadist,
Ed. 'Abdal-Fattah Abu Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah, 1984.

Sabtu, 27 November 2010

Metamorfosis oleh Ihat Solihat

Sahabat....
Sudah manginjak minggu keempat, kita menapakan kaki di Pps ini, banyak hal yang kita kaji dan kita pelajari, baik dari dosen, buku atau dari sesama teman. Kita juga semakin menyadari bahwa selama ini kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Melalui pembelajaran di PPS ini, kita digodok menjadi insan-insan baru yang lebih bisa menghayati arti kehidupan,menghayati peran dan fungsi kita sebagai manusia,baik sebagai "abd" maupun sebagai "khalifah".
Sahabat.....
Seekor ulat - yang menjijikan - akan berubah menjadi kupu-kupu nan indah berjuta warna melalui proses metamorfosis yang dilaluinya. Kita juga menginginkan hal serupa menimpa kita, kita yang selama ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa menjadi insan-insan yang lebih..di hadapan-Nya. Sepertinya muluk-muluk atau 'tamanni', tapi menginginkan sesuatu yang positif, jauh lebih baik daripada pesimis atau bahkan putus asa bukan ?
Sahabat....
Metamorfosis yang kita lalui tidak akan sempurna, apabila struktur yang hendak kita ubah tidak dibarengi dengan perubahan kultur. Kultur yang selama ini membelenggu sebagian besar dari kita, misalnya malas, apriori terhadap perubahan yang ada, tidak sensitif dan sebagainya.
Sahabat....
Tulisan mudah-mudahan menjadi inspirasi untuk kita semua, untuk kita yang menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik, dan lebih baik lagi...Semoga....

Jumat, 26 November 2010

Tugas Presentasi Mahasiswa kelas A

Mahasiswa Tiarap
Assalamu'alakum war. Wab.
Teman-teman pasca yang dirahmati Allah,jangan lupa makalah untuk hari senin, selasa dan rabu di uploud ke website ini, agar pada hari senin tinggal presentasi. tanks.
Syukran kasiran.
Wsassalam
kosma

Senin, 22 November 2010

Learning Society

Bismillahirrahmanirrahii....
Bapak sama Ibu rekan-rekan pasca...Saya sedang belajr menulis, mungkin tulisannya tidak bernilai, tapi mudah-mudahan ada manfaatnya.
Learning Society adalah istilah turunan dari civil society,atau masyarakat madani, masyarakat yang mempunyai karakter-karakter positif yang diharapkan dapat menjawab segala macam masalah yang melanda negeri ini. Learning Society adalah masyarakat yang belajar, atau dengan kata lain pendidikan atau pembelajaran bukan hanya mutlak tanggungjawab sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, melainkan juga tanggungjawab keluarga dan masyarakat secara umum.
Dengan learning Society diharapkan masyarakat dapat meningkatkan mutu kehidupannya melalui pendidikan, dan pembelajaran. Unsur yang ada dalam learning society adalah keluarga dan masyarakat. Prndidikan dalam keluarga sangat penting karena di lingkungan keluargalah masyarakat hidup, tinggal dan menghabiskan waktunya. Di lingkungan masyarakat peserta didik juga bergaul, berinteraksi, dengan kata lain masyarakat adalah rumah kedua.
Sebetulnya masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan learning society, mdh-mudahan dapat dikembangkan nanti.....
Alhamdulillahirobbil A'lamiin
Hai salam kenal ah ane Mahasiswa S2 dari ibu ayi nining

Jumat, 19 November 2010

Makalah Pengantar Filsafat Ilmu

ILMU DAN FILSAFAT







PAPER
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Program Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI-A Beasiswa GPAI)
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si






Disusun oleh :
Ihat Solihat
NIM : 2.210.9.087






PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2010
ILMU DAN FILSAFAT

A. PENDAHULUAN
Manusia dilahirkan ke alam dunia ini dalam keadaan tidak tahu apa-apa, kemudian Allah menganugerahkan kepadanya tiga potensi, yaitu pendengaran (al-sam’a), penglihatan (al-abshar), dan akal/qalb (al-af’idah) . Ketiga potensi yang dimiliki manusia tersebut harus senantiasa diasah untuk mencapai kesempurnaan insani (insani kamil).
Manusia yang mempunyai keinginan untuk menjadi manusia paripurna akan berusaha optimal untuk memuaskan rasa tidak tahunya dan Allah SWT telah menyiapkan bekal berupa tiga potensi tadi, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati. Ketiga potensi tersebut harus digunakan utuk mencari, menggali informasi dan mengoptimalkan segenap potensi sehingga akan terpuaskan rasa ingin tahunya.
Sebagai suatu illustrasi tengok saja bagaimana Qabil yang kebingungan, tatkala saudaranya Habil sudah dalam keadaan mati terbunuh olehnya, kemudian Allah memperlihatkan dua burung yang sedang berkelahi dan salah satu diantaranya mati, kemudian burung yang masih hidup menguburkannya dengan cara mencakar-cakar tanah agar bangkai burung tersebut dapat dimasukan ke dalamnya. Seolah terinspirasi, Qabil melakukan hal yang sama, dia keruk-keruk tanah membentuk satu lubang sehingga jasad Habil dapat dimasukan ke dalamnya .
Dari peristiwa tersebut – terlepas dari benar atau salah perbuatan Qabil – terkandung sebuah pelajaran (hikmah) bahwa Qabil yang asalnya tidak mempunyai pengetahuan tentang penguburan jenazah dapat menyaksikan fragmen yang Allah suguhkan melalui kedua burung yang sedang berkelahi. Sehingga penulis menarik kesimpulan bahwa potensi penglihatan, pendengaran, dan hati yang dimiliki oleh manusia merupakan modal untuk mencapai sebuah pemahaman akan makna kehidupan dan kebenaran, baik melalui ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat (wisdom) maupun agama (religion).

B. ILMU
1. Ontologi (Hakikat) Ilmu
Menurut Beni Ahmad Saebani , Ilmu berasal dari Bahasa Arab yaitu “ilm” yang berarti pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan berbeda, ilmu merupakan akumulasi dari berbagai pengetahuan. Masih menurut Beni Ahmad Saebani yang mengutip pendapat Muhammad, Kata “ilm” terdiri dari tiga huruf yaitu ain, lam dan mim. Ketiga huruf tersebut memiliki makna tersendiri, yakni :
a. Huruf ain bentuknya di depan ibarat mulut yang posisinya terbuka, menandakan bahwa seseorang yang mencari ilmu pengetahuan tidak akan pernah merasa kenyang.
b. Huruf lam sesudah ain, tongkatnya panjang tidak terbatas. Ini memandakan seseorang yang mencari ilmu tidak mengenal batas usia, semua berhak melakukannya.
c. Huruf mim yang terletak diakhir setelah lam, menunduk pada kefakiran ilmunya. Ini menandakan seseorang yang mencari ilmu, meskipun ilmu telah diraihnya akan tetapi sikapnya selalu rendah hati (tawadhu).
Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari , ilmu pengetahuan adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistema mengenai kenyataan, struktur , pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ihwal yang diselidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau oleh daya pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimental.
Dalam buku Pendidikan dalam Perspektif Islam, Ahmad Tafsir menterjemahkan ilmu dengan sains, yaitu sejenis pengetahuan manusia yang diperoleh dari riset terhadap objek-objek yang empiris, benar tidaknya suatu teori ditentukan oleh logis tidaknya dan ada atau tidaknya bukti empiris . sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu, belaiau menegaskan bahwa pengetahuan sains adalah pengetahuan rasional empiris .
Dari tiga pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu atau pengetahuan sain adalah akumulasi dari berbagai pengetahuan yang dimiliki manusia yang bersifat logis dan empiris. Dengan ilmu seorang manusia akan memperoleh kebenaran yang dicarinya, dan dengan ilmu juga seorang manusia akan terbebas dari ketidaktahuannya.

2. Cabang-cabang Ilmu
Menurut Endang Saifuddin Anshari secara garis besar ilmu pengetahuan terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences) :
1) Biologi
2) Antropologi Fisik
3) Ilmu Kedokteran
4) Ilmu Farmasi
5) Ilmu Pertanian
6) IlmuPasti
7) Ilmu Alam
8) Ilmu Teknik
9) Geologi
b. Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (Social Sciences)
1) Ilmu Hukum
2) Ilmu Ekonomi
3) Ilmu Jiwa Sosial
4) Ilmu Bumi Sosial
5) Sosiologi
6) Antropologi budaya dan sosial
7) Ilmu Sejarah
8) Ilmu Politik
9) Ilmu Pendidikan
10) Publistik dan Jurnalistik
c. Humaniora (Studi humanitas, humanities studies)
1) Ilmu agama
2) Ilmu filsafat
3) Ilmu bahasa
4) Ilmu seni
5) Ilmu jiwa

3. Epistemologi Ilmu
Berbicara tentang epistemologi ilmu (sain) dibicarakan pula objeknya, cara memperolehnya dan cara mengukur benar tidaknya .
a. Objek pengetahuan sain
Objek pengetahuan sain atau hal-hal yang dapat diteliti oleh pengetahuan sain adalah objek-objek yang empiris di antaranya : alam, tetumbuhan, hewan, manusia serta kejadian-kejadian yang mengitarinya. Dari penelitian yang dilakukan muncullah teori-teori tentang sain. Kemudian teori-teori tersebut dikelompokan dan muncullah struktur sain.
b. Cara memperoleh Pengetahuan sain
Perkembangan sain didorong oleh paham-paham filsafat yang terus berkembang yaitu :
 Humanisme : Paham yang menganggap bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Menurut mereka aturan harus dibuat bersumber pada sesuatu yang bersumber pada manusia , yaitu akal. Dari paham tersebutlah muncul paham Rasionalisme
 Rasonalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akallah alat pencari dan pengukur pengetahuan, apabila logis menurut akal, maka benar, dan apabila tidak logis menurut akal, maka dianggap salah. Tetapi acap kali pendapat orang berlainan terhadap satu kenyataan, maka lahirlah paham Empirisme.
 Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.Tetapi ternyata empirisme masih memiliki kekurangan, yaitu yang ditemukan dari empirisme masih bersifat umum, belum operasional dan belum dapat terukur Maka muncullah aliran Positivisme.
 Positivisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya dan dapat diukur. Positivisme sudah disepakati, tetapi masih belum ada alat untuk membedahnya, maka muncullah Metode Ilmiah.
 Metode Ilmiah adalah cara atau jalan yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran, caranya sendiri bermacam-macam tergantung kepada sifat ilmu itu sendiri, apakah ilmu alam atau ilmu sosial .
Metode ilmiah terdiri dari beberapa bagian yaitu6 :
1) Pengumpulan (koleksi) data dan fakta
2) Pengamatan (observasi) data dan fakta
3) Pemilihan (seleksi) data dan fakta
4) Penggolongan (klasifikasi) data dan fakta
5) Penafsiran (interpretasi) datadan fakta
6) Penarikan kesimpulan umum (generalisasi)
7) Perumusan hipotesa
8) Pengujian (verifikasi) terhadap hipotesa melalui riset, empiric dan eksperimen
9) Penilaian (evaluasi) menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa
10) Perumusan teori ilmu pengetahuan
11) Perumusan dalil atau hokum ilmu pengetahuan.

c. Ukuran kebenaran Pengetahuan sains
Mengukur kebenaran pengetahuan sains adalah dengan melakukan pengajuan hipotesis melalui sebuah penelitian, apabila hipotesisnya benar, maka akan logis, ada atau tidak adanya bukti empirisnya itu soal lain (garis bawah dari penulis) .

4. Aksiologi Ilmu
Aksiologi Ilmu pengetahuan atau fungsi menurut pendapat RBS Fudyartanta yang dikutip oleh Endang Saifuddin Anshari terdiri dari empat macam yaitu :
a. Fungsi Deskriptif : menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu objek atau masalah sehingga mudah dimengerti oleh peneliti
b. Fungsi Pengembangan : Melanjutkan hasil penemuan dan menemukan hasil penemuan yang baru.
c. Fungsi Prediksi : Meramalkan kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dan menyiapkan tindakan untuk mengatasinya.
d. Fungsi Kontrol : Berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.
C. FILSAFAT

1. Ontologi (Hakikat) Filsafat
Menurut Sutardjo A Wiramihardja yang dikutip oleh Beni Ahmad Saebani , secara etimologis filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Yunani. Dari Bahasa Inggris filsafat berasal dari kata philosophy, sedangkan Bahasa Yunani berasal dari kata philen atau philos dan sofien atau sophi. Socrates mengatakan bahwa filosof adalah orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar, melainkan orang yang sedang belajar dan mencari kebenaran atau kebijaksanaan.
Sedangkan menurut Harun Nasution yang dikutip oleh Zuhairini filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata yaitu philein yang berarti cinta dan sophos yang berarti hikmat (wisdom). Orang Arab memindahkan kata Yunani Philoshopia ke dalam bahasa mereka yaitu falsafa berwazan fa’lala.
Secara terminologis/ definisi, para ahli mempunyai definisi yang berbeda, menurut Zuhairini Filsafat adalah berfikir mengenai tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalannya.
Zuhairini juga mengutip pendapat beberapa ahli diantaranya Plato, Aristoteles, Kant, Fichte dan Al-Farabi.
Menurut Plato filsafat adalah Pengetahuan tentang segala yang ada, sedangkan menurut Aristoteles filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda, Kant mendefinisikan filsafat dengan pokok pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan. Fichte mendefinisikan filsafat sebagai ilmu-ilmu yang menjadi dasar segala ilmu. Dan terakhir Al-Farabi mendefinisikan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud, dan membagi filsafat menjadi dua yaitu : filsafat teori dan filsafat praktek.
Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari mengemukakan bahwa filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah termaksud itu di luar atau di atas jangkauan ilm pengetahuan biasa. Filsafat juga diartikan dengan daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral serta sistemik hakikat sarwa-yang-ada : hakikat-hakikat yang diperdalam tersebut adalah : Hakikat Tuhan, hakikat alam semesta dan hakikat manusia. Sikap termaksud adalah konsekuensi dari pemahamannya.
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir , filsafat adalah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Menurut Jujun Suriasumantri karakteristik berfikir filsafat ada tiga yaitu : menyeluruh, mendasar dan spekulatif.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah berfikir tentang segala sesuatu dengan logis, radikal, menyeluruh, mendasar dan spekulatif.

2. Epistemologi Filsafat
Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal yaitu : Objek filsafat, cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan filsafat).
a. Objek filsafat
Objek filsafat menurut Ahmad Tafsir sangat luas yaitu masalah-masalah yang ada atau mungkin ada (abstrak-rasional) Jadi objek filafat lebih luas dari objek sain yang hanya meneliti objek yang ada dan empiris.
b. Cara memperoleh pengetahuan filsafat
Pengetahuan filsafat diperoleh dengan cara berfikir secara mendalam tentang sesuatu yang abstrak, atau sesuatu yang konkrit tetapi di bagian belakangnya (behind the some thing-pendapat penulis) jadi abstrak juga. Alhasil cara memperoleh pengetahuan filsafat adalah dengan menggunakan akal.
c. Ukuran kebenaran filsafat
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang logis tidak empiris. Ini menunjukan bahwa kebenaran filsafat adalah logis tidaknya pengetahuanitu. Bila logis berarti benar, bila tidak logis berarti salah. Untuk mengukur logis tidaknya dibutuhkan argumen atas satu teori, apabila argumennya logis berarti kebenaran konklusinya terjamin.

3. Aksiologi Filsafat
Berbicara aksiologi filsafat tidak akan terlepas dari dua hal yaitu : kegunaan pengetahuan filsafat dan cara filsafat menyelesaikan masalah
a. Kegunaan filsafat
Untuk mengetahui kegunaan filsafat dapat dilihat dari tiga hal yaitu :
1) Filsafat sebagai teori, maksudnya dengan mengetahui teori-teori filsafat yang ada sekarang, kita dapat menentukan sikap untuk menyukainya atau membencinya. Jangan bilang membenci suatu teori sebelum tahu lebih banyak tentangnya.
2) Filsafat sebagai metode pemecahan masalah, maksudnya adalah filsafat digunakan sebagai suatu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal, filsafat selalu mencari sebab terakhir dari sudut pandang seluas-luasnya.
3) Filsafat sebagai pandangan hidup, maksudnya adalah filsafat mempengaruhi pandangan hidup penganutnya, sama halnya dengan agama karena pada tataran ini keyakinan yang berbicara.
b. Cara filsafat menyelesaikan masalah
Cara filsafat menyelesaikan masalah adalah dengan dua pola mendalam dan universal. Mendalam maksudnya masalah yang dihadapi diteliti dan dipikirkan asal usulnya mengapa masalah tersebut bias timbul. Universal maksudnya masalah yang dihadapi dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar penyelesaian yang diambil bias cepat dan berakibat luas






DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 2010)
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 1993)
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu ( Bandung : Pustaka Setia, 2009 )
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama ( Surabaya : Bina Ilmu, 1991 )
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993 )
PPs UIN SGD Bandung, Pedoman penulisan Tesis dan Disertas ( 2010)
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara bekerjasama dengan Dirjen Bimbaga Islam, 1992 )

MAKALAH PENGANTAR ULUM AL-QUR`AN DAN PERKEMBANGANNYA

PENGANTAR ULUM AL-QURAN DAN PERKEMBANGANNYA
A. Pendahuluan
Pembicaraan mengenai ulum al-Qur`an akan menjadi bahasan yang menarik kita kaji dalam makalah ini, sebagai makalah perdana dalam Mata Kuliah Ulum al-Qur`an. Makalah ini tentunya masih membahas secara global mengenai apa itu ulum al-Qur`an, kenapa ulum al-Qur`an itu ada, siapakah tokoh sejarah yang berjasa dalam pengembangan ulum al-Qur`an, apa saja objek yang akan dibahas dalam ulum al-Qur`an, serta bagaimana mengaflikasikan ulum al-Qur`an dalam kehidupan sehari-hari sebagai praktisi pendidikan di sekolah.

B. Pokok Bahasan
1. Pengertian ‘Ulum al-Qur`an
Kata ulum al-Qur`an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ulum dan al-Qur`an. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologis berarti pemahaman, ma’rifah dan pengetahuan. Al-Qur`an secara etimologis diambil dari قرا يقرا قران sewajan dengan kata فعلا ن berarti, bacaan. Dalam pengertian ini kata قران berarti مقروء yaitu isim maf’ul ( objek ) dari قرا . Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18:
••       •  
Artinya,”Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah : 17-18).
Sedangkan al-Qur`an secara terminologis terdapat beberapa pengertian sebagaimana di tuliskan Ash-Shidiqie sebagai berikut :
o Ahli Ushul Fikih menyatakan Al-Qur`an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur`an dan nama untuk bagian-bagiannya.
o Ahli ilmu kalam menyatakan Al-Qur`an adalah kalimat-kalimat ghaib yang azali sejak dari awal al-Fatihah sampai akhir an-Nas , yaitu lafaz-lafaz yang terlepas dari sifat kebendaan, baik secara dirasakan, dikhayalkan ataupun lain-lainnya yang tersusun pada sifat Allah yang qadim.
o As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Al-Qur`an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang tidak dapat ditandingi oleh yang menantangnya walaupun sekedar satu ayat saja, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.
o Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Al-Qur`an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang ditilawahkannya dengan lisan lagi mutawatir penukilannya.[1]
Dengan melihat beberapa pengertian tentang Al-Qur`an, penulis menyimpulkan bahwa Al-Qur`an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw yang membacanya merupakan ibadah. Hal ini dengan dasar Al-Quran merupakan informasi yang langsung dari Allah dan diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu Allah yang diberikan kepada selain dia tidak disebut Al-Qur`an, seperti kepada Nabi Musa disebut kitab Taurat. Membacanya merupakan ibadah sebagai pembeda antara Al-Qur`an dengan Al-Hadis, karena hadis keluar dari Nabi, tetapi membacanya tidak termasuk ibadah.
Pengertian ulum dan Al-Qur`an jika digabung menjadi ulum Al-Qur`an , maka secara etimologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an. Dengan pengertian ulum Al-Qur`an secara etimilogi, maka akan tercakup di dalamnya berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an,seperti ‘Ilmu Tafsir al-Qur`an, Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm al-Qur`an, ilmu I’jaz al-Qur`an, ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu Nasikh wa al-Mansukh, ilmu I’rab al-Qur`an, ilmu Gharib al-Qur`an, Ulum ad-Din, ilmu Lughah dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut merupakan sarana dan cara untuk memahami al-Qur`an. Ulum al-Qur`an ini sering juga disebut ushul al-Tafsir (dasar-dasar tafsir ), karena membahas beberapa masalah yang harus dikuasai seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan al-Qur`an.
Untuk lebih jelasnya pengertian ulum Al-Qur`an dapat dikaji dari berbagai sumber para ahli ulum Al-Qur`an. Menurut Manna’ al-Qaththan , Ulum al-Qur`an adalah ilmu yang menghasilkan pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur`an baik dari segi pengetahuan asbab an-nuzulnya, pengumpulan al-Qur`an dan susunannya, makkiyah, madaniyah, nasikh mansukh, muhkam mutasyabih dan sebagainya yang dihubungkan dengan pembahasan al-Qur`an. [2]
Secara istilah ulum al-Qur`an menurut sebagian ahli ilmu adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an dari segi hidayah dan I’jaz. Maka secara langsung ulum al-Qur`an hanya mencakup ilmu-ilmu Syari’ah dan Arabiyah saja, sedangkan ilmu-ilmu kauniyah seperti ilmu Falak, Ekonomi, Kimia dan sebagainya tidak termasuk ke dalam ulum al-Qur`an, karena ilmu-ilmu tersebut hanya bersifat tentatif untuk memecahkan suatu teori terkini.
Menurut Kitab Manahil al-Irfan yang dikutif Hasbi ash Shiddieqy, Ulum al-Qur`an merupakan pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur`an dari segi nuzul, tertib, mengumpulkan, menulis, membaca, menafsirkan, I’jaz, nasikh mansukh, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya dan sebagainya. [3]
Dengan melihat pengertian ulum al-Qur`an dalam kitab Manahil al-Irfan maka dapatlah dikatakan cakupan Ulum al-Qur`an adalah ilmu-ilmu yang berhubungan langsung dengan kajian al-Qur`an baik dari segi tafsir, asbab an-nuzul, penulisan al-Qur`an, Qiraat, kemukjizatan, nasikh mansukh serta sanggahan-sanggahan terhadap serangan yang dilancarkan kaum orientalis terhadap kitab Al-Qur`an.
Sedangkan menurut penulis dengan melihat dan mengkaji pengertian ulum al-Qur`an baik secara etimologi maupun terminologi, maka ulum al-Qur`an adalah segala ilmu Diniyah dan Arabiyah yang erat kaitan dengan intisari ajaran al-Qur`an baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul, nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur`an baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur`an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan membahas al-Qur`an.
Ulum al-Qur`an ini akan berkembang sesuai perkembangan waktu yang semakin kompleks dan global. Ulum al-Qur`an ada karena perkembangan masalah yang berhubungan dengan al-Qur`an baik dari sisi riwayah mapun dirayahnya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi al-Qur`an sebagai pedoman hidup umat Islam. Maka sebagai pedoman hidup dari segi al-Qur`annya tidak bertambah, akan tetapi dari segi sarana yang dapat membantu memahami al-Qur`an semakin hari semakin berkembang. Contoh ketika Al-Qur`an masih berada di kalangan bangsa Arab, al-Qur`an masih berupa tulisan yang tidak dilengkapi sakal. Padahal sakal ini sangat dibutuhkan bagi kalangan non Arab, untuk membantu cara membaca, memahami al-Qur`an supaya tidak keliru.
Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-Qur`an ini adalah antara lain sebagai berikut:
a. Memperoleh keahlian dalam mengistimbath hokum syara’ baik mengenai keyakinan atau I’tiqad , amalan, budi pekerti maupun lainnya.
b. Memudahkan umat Islam dalam membaca, memahami kandungan al-Qur`an.
c. Mengurangi perbedaan pemahaman-pemahaman yang prinsipil.
d. Menggali kandungan yang terdapat dalam al-Qur`an
e. Menguatkan keimanan dan solidaritas terhadap ajaran al-Qur`an.
f. Menjelaskan kelebihan-kelebihan al-Qur`an sebagai wahyu Allah bila dibandingkan dengan kitab suci lainnya.
g. Mempersenjatai diri dari serangan yang melemahkan al-Qur`an dari waktu ke waktu.

2. Objek Pembahasan Ulum al-Qur`an
Dengan menganalisa pengertian ulum al-Qur`an baik secara etimologi maupun terminologi maka tergambarlah objek yang akan menjadi kajiannya. Secara garis besar objek kajiannya adalah sebagai berikut:
a. Sejarah dan perkembangan ulum al-Qur`an
Sejarah dan perkembangan ulum al-Qur`an ini meliputi rintisan ulum al-Qur`an pada masa Rasulullah Saw, sahabat, tabi’in, tabi it-tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulum al-Qur`an di setiap zaman dan tempat.
b. Pengetahuan tentang al-Qur`an.
Pengetahuan tentang al-Qur`an ini meliputi makna al-Qur`an, karakteristik al-Qur`an, nama-nama al-Qur`an, wahyu turunnya al-Qur`an, Ayat Makkiyah dan Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya.
c. Metodologi penafsiran al-Qur`an
Metodologi penafsiran al-Qur`an ini meliputi pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Qur`an, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya.

3. Ruang lingkup pembahasan ulum al-Qur`an
Ulum al-Qur`an mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas, meliputi semua ilmu yang ada kaitan dengan al-Qur`an, baik berupa ilmu-ilmu diniyah seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti balaghah dan ilmu I’rabi al-Qur`an. Di samping itu masih banyak ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab al-Itqan, Assuyuthi menuliskan cabang ulum al-Qur`an ada 80, di mana tiap-tiap cabang terdapat beberapa cabang ilmu lagi.[4]. Sedangkan menurut Abu Bakar Ibnu al-Araby,yang dikutif Muhammad abu al-Fadhil Ibrahim, dalam kitab Al Burhan fi Ulum al-Qur`an Az Zarkasyi , cabang ulum al-Qur`an terdiri dari 77.450 cabang ilmu.[5]. Hal ini berdasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur`an dikalikan empat baik makna dzahir, bathin, terbatas dan tidak terbatas. Perhitungan ini jika ditinjau dari sudut mufradatnya, adapun jika dilihat dari maknanya maka tidak akan terhitung jumlahnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Qur`an Surat al-Kahfi: 109:
                 
Artinya”Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
Ruang lingkup ulum al-Qur`an ini menjadi berkembang dan semakin kompleks sesuai dengan kebutuhan yang perlu segera diselesaikan dalam pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur`an. Akan tetapi dalam perkembangannya, ulum al-Qur`an selalu berpegang kepada sumber-sumber dasar hukum Islam sebagai berikut:
a. Al-Qur`an al-Karim
Al-Qur`an terkadang memuat ayat yang global, akan tetapi dijelaskan secara terperinci pada ayat lainnya baik membatasi atau mengkhususkannya, inilah yang disebut tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an.
b. Nabi Muhammad Saw.
Beliau yang bertugas menjelaskan al-Qur`an. Karena itu wajar jika para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapakan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Di antara kandungan ayat al-Qur`an terdapat ayat yang tidak dapat diketahui takwil kecuali penjelasan Rasulullah Saw, misalnya rincian tentang perintah shalat.
c. Para Sahabat
Para sahabat merupakan orang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah Saw cukup menjadi acuan dalam pengembangan ilmu-ilmu al-Qur`an.
d. Pemahaman dan Ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam al-Qur`an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah Saw, dan banyak perbedaan di kalangan para sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Hal ini mengingat mereka adalah orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, dan mengetahui dengan baik aspek-aspek yang ada di dalamnya.
Sedangkan ruang lingkup ulum al-Qur`an ini bila ditinjau dari segi pokok bahasannya secara garis besar terdapat dua kelompok besar yaitu:
a) Ilmu Riwayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti yang membahas tentang macam-macam qiraat, tempat turun ayat-ayat al-Qur`an, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
b) Ilmu Dirayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafaz yang gharib serta mengetahui ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

Namun Hasby lebih memerinci tentang ruang lingkup ulum al-Qur`an yang secara garis besar terdiri dari persoalan sebagai berikut:
a) Persoalan turunnya al-Qur`an, yaitu pembahasan menyangkut tempat dan waktu turun ayat al-Qur`an, seperti makkiyah, madaniyah, hadlariyah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiyah.
b) Persoalan sanad, yaitu pembahasan menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk qiraat nabi, para periwayat dan para penghapal al-Qur`an dan cara tahammul ( penerimaan riwayat).
c) Persoalan qiraat , yaitu pembahasan yang menyangkut waqaf, ibtida, imalah, mad, takhfif hamzah, idgham.
d) Persoalan kata-kata al-Qur`an, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz al-Qur`an seperti gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah dan tasybih.
e) Persoalan makana-makna al-Qur`an yang berkaitan dengan hukum, yaitu pembahasan yang menyangkut ‘amm, khass, nash, dlahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih,musykil, nasikh mansukh.
f) Persoalan makna al-Qur`an yang berkaitan dengan kata-kata al-Qur`an, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz yaitu fashal, washal, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr. [6]
Dengan melihat ruang lingkup kajian ulum al-Qur`an baik dari yang sederhana sampai yang terperinci maka akan terlahir berbagai cabang disiplin ulum al-Qur`an, dan pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan akan timbul perkembangan baru disiplin ulum al-Qur`an yang pada generasi sebelumnya belum ditemukan.
Diantara cabang ulum al-Qur`an sebagai berikut:
1) Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti dan maksud dari ayat-ayat Al-Qur`an.
2) Ilmu Mawathin al-nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya,
3) Ilmu Tawarikh al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya dan tertib surat dengan sempurna.
4) Ilmu Asbab al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat.
5) Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa qiraat ( bacaan yang diterima dari Rasulullah Saw).
6) Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur`an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
7) Ilmu Gharib al-Qur`an yaitu, ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi dan pelik.
8) Ilmu I’rab al-Qur`an yaitu ilmu yang menerangkan baris al-Qur`an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat).
9) Ilmu Wujuh al-Nazhair, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur`an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
10) Ilmu ma’rifat al-Mukham wa al-Mutasyabih, yaitu ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabih.
11) Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
12) Ilmu Bada’al-Qur`an, yaitu ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Qur`an. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan al-Qur`an, kepelikan dan ketinggian balaghahnya.
13) Ilmu I’daz al-Qur`an, yaitu ilmu menerangkan kekuatan susunan tutur al-Qur`an, sehingga dipandang sebagai mukjizat.
14) Ilmu Tanasub ayat al-Qur`an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
15) Ilmu Aqsam al-Qur`an, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah yang terdapat dalam al-Qur`an.
16) Ilmu Amsal al-Qur`an, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan yang ada dalam al-Qur`an.
17) Ilmu Jidal al-Qur`an, yaitu ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang dihadapkan al-Qur`an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
18) Ilmu Adab al-Tilawah al-Qur`an, yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca al-Qur`an, serta segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Qur`an.
19) Ilmu Terjemah Al-Qur`an.

Cabang-cabang ulum al-Qur`an ini tidak terlepas dari faktor sejarah yang membentuknya dalam kurun waktu yang berlangsung lama. Tidak menutup kemungkinan cabang-cabang dari ulum al-Qur`an akan bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan-perkembangan spesifikasi ilmu yang membahas al-Qur`an.

4. Sejarah Timbulnya Ulum al-Quran
Substansi ulum al-Qur`an apabila dilihat dari sejarah sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw. Keterangan yang beliau berikan kepada para sahabat secara langsung mengenai wahyu yang diterima merupakan bagian dari materi ulum al-Qur`an. Namun ulum al-Qur`an sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri lahir pada abad ke-3 Hijriyah, ini pun masih diperdebatkan tergantung pada kitab yang dirujuk sebagai karya pertama dalam bidang ulum al-Qur`an. Hal ini tentu membutuhkan fakta sejarah berupa kitab yang membahas ulum al-Qur`an secara langsung.
Istilah ulum al-Qur`an dengan arti yang lengkap baru lahir pada abad ke-3 Hijriyah, setelah seorang ulama bernama Ali Ibn Ibrahim ibn Said yang dikenal sebagai Al-Hufi, menyusun kitab setebal tiga puluh jilid yang bernama Al-Burhan fi ulum al-Qur`an. Beliau wafat pada tahun 330 Hijriyah. Kitab ini membahas tentang lafal-lafal yang gharib tentang I’rab dan tafsir. Di dalam kitabnya pengarang membicarakan ayat-ayat Al-Qur`an menurut tertib mushaf. Kemudian dia membahas secara terperinci dengan judul tersendiri pula. Judul yang umum disebut dengan al-Qaul, seperti al-Qaul fi Qaulihi Azza wa jalla, al-Qaul fi al-I’rab, al-Qaul fi ma’na wa al-tafsir, al-Qaul fi al-Waqfi wa al-tamam, al-Qaul fi al-Qiraat. Karya al-Hufi ini dianggap telah memenuh standar ulum al-Qur`an, karena cabang-cabang ulum al-Qur`an sudah dibahas di buku tersebut.
Akan tetapi sebelum terbit kitab yang bernama ulum al-Qur`an tersebut dapat dilihat juga beberapa karakteristik yang mengarahkan pembahasan tentang ulum al-Qur`an baik yang tersirat maupun yang tersurat. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Islam dari mulai yang sederhana pada zaman Rasulullah Saw sampai Islam mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh benua di dunia ini. Sejarah perkembangan ulum al-Qur`an ini dibagi kepada beberapa periode sejarah sebagai berikut:
a. Periode abad pertama dan kedua: pertumbuhan cikal bakal ulum al-Qur`an
Pada masa Rasulullah Saw, para sahabat dapat merasakan keindahan uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi dan memahami ayat-ayat yang terang dan jelas pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Apabila terjadi kemusykilan, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung menjawabnya. Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk menuliskan dalam ilmu-ilmu al-Qur`an karena segala permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur`an dapat ditanyakan langsung kepada Beliau. Hal ini juga didukung karena pada saat itu alat-alat tulis tidak mudah mereka peroleh. Selain itu juga pada masa Rasulullah Saw ada larangan untuk menuliskan apa yang mereka dengar dari Beliau selain dari Al-Qur`an, karena beliau khawatir akan bercampur antara Al-Qur`an dengan yang bukan Al-Qur`an.
Kondisi masyarakat Islam pada masa Rasulullah Saw masih sederhana, dimana Islam masih seputar Makkah dan Madinah, sehingga problematika masyarakat tentang Al-Qur`an belum banyak mengalami kendala yang berarti. Hal ini akan berbeda jika Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia, kebutuhan akan penjelasan, tatacara membaca maupun hal-hal lainnya akan berkembang menjadi semakin kompleks, karena semakin luas suatu wilayah akan terdapat keaneka ragaman budaya, yang akan menimbulkan perbedaan-perbedaan pemahaman tentang Al-Qur`an.
Pada masa Rasulullah Saw dalam banyak hal beliau memberi keterangan kepada para sahabat tentang makna ayat atau keterangan lain menyangkut al-Qur`an seperti tata urutan ayat dan lain-lain. Hal ini didasarkan kepada Nabi yang bertugas memberikan penjelasan mengenai apa yang diturunkan kepadanya.
Pada masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. Al-Qur`an disampaikan dengan jalan talqin dan musyafahah dari mulut ke mulut Sedangkan pada masa Usman bin Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa Arab, sehingga timbul bahasa-bahasa arab dan selain arab ( azam), ditambah lagi para penghafal Al-Qur`an dari kalangan sahabat sudah banyak yang gugur di medan perang dalam perluasan dan penyebaran Islam. Percekcokan dialek cara membaca Al-Qur`an sudah mulai ditemukan, Usman mengambl tindakan mengumpulkan para penghafal Al-Qur`an dan segera membentuk panitia penulisan Al-Qur`an dengan menunjuk sekretaris Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit menjadi ketua panitia pembukuan Al-Qur`an.
Pembukuan Al-Qur`an pada masa Usman ini dimotivasi karena banyak terjadi perselisihan di dalam cara membacanya, pada saat itu sudah berada pada titik umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya terjadi perselisihan di antara mereka. Usman memutuskan dalam penulisan Al-Quran memperhatikan tulisan yang mutawatir, mengabaikan ayat yang bacaannya dinaskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di hadapan nabi pada saat-saat terakhir, kronologis surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf abu bakar, system penulisan yang dugunakan mampu mencakup qira`at yang berbeda sesuai dengan lafaz-lafaz Al-Qur`an ketika diturunkan, dan semua yang bukan termasuk Al-Qur`an dihilangkan.
Setelah proses pembukuan Al-Qur`an yang dikenal dengan mushaf Usmani atau Al-Mushaf, kemudian diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar yang penduduknya sudah menganut agama Islam, salah satu mushaf di simpan di kediaman Usman yang kemudian dikenal dengan Mushaf Al-Imam. Sedangkan naskah asli Al-Qur`an yang sebelumnya disimpan di rumah Hafsah, salah seorang janda dari Rasulullah Saw diperintahkan untuk dibakar untuk menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Qur`an yang lebih krusial lagi. Usman melarang membaca Al-Qur`an yang tidak bersumber dari Al-Mushaf tersebut. Tindakan Usman ini merupakan awal perkembangan ilmu rasm al-Qur`an.
Istilah rasm Al-Qur`an atau rasm usmani adalah tatacara menuliskan Al-Qur`an yang ditetapkan pada masa khalifah Usman bin Affan. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf usmani yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdurahman bin Al-Haris. Mushaf usmani ini menggunakan kaidah al-hadzf ( membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf), al-Ziyadah ( penambahan), al-Hamzah (salah satu kaidahnya berbunyi apabila hamzah berharakat sukun,ditulis dengan huruf yang berharakat yang sebelumnya), badal ( pengganti), washal dan fashal ( penyambungan dan pemisahan), dan kata yang dapat dibaca dua bunyi ditulis dengan menghilangkan alif.
Pada Masa pemerintahan Ali ra., beliau memerintahkan Abu Aswad ad-Dualy ( wafat 69 H.) membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa Arab sebagai I’rab al-Qur`an. Maka dapatlah dikatakan bahwa Ali ra. merupakan tokoh pertama yang berjasa dalam peletakan ulum al-Qur`an di bidang I’rab al-Qur`an.
Pada masa Rasulullah Saw dan sahabat, ilmu-ilmu dasar ulum al-Qur`an belum dibukukan. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
1) Kondisinya tidak membutuhkannya, karena kemampuan mereka yang besar, dan jika ada yang tidak dipahami maka langsung bertanya kepada Rasulullah Saw. Beliau akan menjelaskannya.
2) Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3) Adanya larangan Rasulullah Saw untuk menulis selain al-Qur`an.
Selain Khulafa Rasyidin, dari kalangan sahabat yang terkenal sebagai tokoh-tokoh ilmu yang merintis ilmu-ilmu al-Qur`an adalah sebagai berikut:
1) Ibnu Abbas
2) Ibnu Mas’ud
3) Zaid ibnu Sabit
4) Ubay ibnu Ka’ab
5) Abu Musa al-Asy’ari
6) Abdullah ibnu Zubair

Sedangkan dari kalangan tabi’in sebagai generasi kedua setelah para sahabat, adalah:
1) Mujahid
2) Atha’ Ibnu Yasar
3) Ikrimah
4) Qatadah
5) Al-Hasan al-Bishri
6) Said ibnu Jubair
7) Zaid ibnu Aslam
Di kalangan tabi’it- tabi’in adalah Malik bin Anas, beliau mengambil ilmu dari kalangan tabi’in yaitu Zaid ibnu Aslam.
Pada abad ke satu ini, ulum al-Qur`an yang sudah berkembang meliputi ilmu tafsir, ilmu ghari al-Qur`an, ilmu asbab al-nuzul, ilmu makky wa al-madany, dan ilmu nasikh wa al-mansukh. Semua periwayatan pada masa ini masih disampaikan dengan cara didiktekan, belum sampai dibukukan.
Pada abad ke dua, ulum al-Qur`an berkisar di sekitar tafsir al-Qur`an yang lebih dikenal sebagai kodifikasi pendapat-pendapat dari para sahabat dan tabi’in. Pada abad ini para ulama memberikan prioritas perhatian kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-Ulum ( induk ilmu-ilmu al-Qur`an). Di antara beberapa ulama terkenal pada abad ini adalah sebagaiman ditulis Manna al-Qaththan adalah: Yazid bin Harun al-Silmi ( wafat 117 H), Syu’bah ibnu Hijaj ( wafat 160 H), Sufyan bin Uyainah ( wafat 198 H ), Abdu al-Razaq bin Hamam ( wafat 211 H). Akan tetapi ulama-ulama tersebut menafsirkan al-Qur`an berdasarkan hadis yang mereka terima. Namun sayang kitab tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita. [7]
Kemudian setelah itu muncullah salah satu tokoh terkenal ahli tafsir pada saat itu adalah Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 Hijriyah). Tafsirnya berkisar seputar tafsir bi al masyur atau tafsir bi al manqul dengan meliputi riwawat-riwayat yang shahih, I’rab, istinbath, dan pendapat para ulama. Setelah itu baru mulai ada ulama yang menafsirkan bi al-ra`yi.
Di antara ulama yang terkenal pada akhir abad ke dua ini adalah Ali bin al-Madiny Syaikh al-Bukhari (wafat 234 Hijriyah) yang mengarang tentang Asbab al-Nuzul, Abu Ubed al-Qasim bin Salam ( wafat 224 Hijriyah) mengarang tentang al-Nasikh wa al-Mansukh, dan al-Qira`at, Ibnu Qutaibah ( wafat 276 Hijriyah) mengarang tentang Musykil al-Qur`an, Muhammad ibn Ayyub adh-Dhiris (wafat 294 H) tentang ilmu Ma Nuzilla bi al-Makkah wama Nuzzila bi al-Madina.
Maka peletakan dasar ulum al-Qur`an yang sudah berkembang di pada saat itu di bidang:
1) Ilmu Tafsir
2) Ilmu Asbab an-Nuzul
3) Ilmu al-Makky wa al-Madany
4) Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
5) Ummu al-‘Ulum al-Qur`aniyah.

b. Periode abad ke Tiga Hijriyah
Diantara kitab ulumal-Qur`an pada abad ke tiga Hijriyah ini, berkisar di sekitar pokok bahasan asbab an-nuzul, ilmu nasikh wa al-mansukh, ilmu ma Nuzzila bi al-makkah wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban (wafat 309 H), mengarab kitab al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur`an.
2) Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbary (wafat 328 Hijriyah) mengarang kitab ‘Ulum al-Qur`an.
3) Abu Hasan al-Asy’ary ( wafat 324 H), kitabnya bernama Al-Mikhtazan fi ulum al-Qur`an.
4) ‘Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi (wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab I’rab al-Quran, dan al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran.
5) Abu Bakar al-Sijistani ( wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab Gharib al-Qur`an.
6) Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (wafat 360 H), kitabnya bernama Nuqat al-Qur`an ad-Dallat ‘al al-Bayan fi anwa’ al-‘ulum wa al-ahkam al-minbi’at ‘an ikhtilaf al-anam.
7) Muhammad Ali al-Adfuwy (wafat 388 Hijriyah), mengarang kitab al-Istighna fi ‘Ulum al-Quran.
Pada abad ke tiga inilah dijadikan sebagai abad ditemukannya kitab ulum al-Qur`an sebagi disiplin ilmu, jika berpedoman kepada kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur`an yang dikarang al-Hufy sebanyak 30 jilid, yang ditemukan seorang ulama, Syeikh al-Zarqani yang dikutif Manna al-Qathtan sebagai berikut,” Pembahasan ulum al-Qur`an secara menyeluruh dan lengkap dalam sebuah kitab diungkapkan oleh Syeikh Muhammad ‘Abdu al-Azim Al-Zarqany dalam kitab Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur`an yang ditemukan di sebuah perpustakaan Mesir ,dengan penulis Ali Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal al-Hufy dengan nama kitab al-Burhan fi ulum al-Qur`an sebanyak 30 jilid, 15 jilid ditemukan tidak beraturan dan kurang berkaitan. Penulis menyusun ayat-ayat al-Quran kemudian dilengkapi dengan ulum al-Quran yang dibahas secara tersendiri, baik dari segi makna, tafsir bi al- ma`sur maupun bi al-ma’qul, segi waqaf dan tamam serta dari segi qira`at. Maka al-Hufi dianggap sebagai pendiri pertama Ulum al-Quran sebagai disiplin ilmu yang spesifik, beliau wafat 330 Hijriyah”.[8]
Dengan ditemukannya bukti fisik kitab yang membahas ulum al-Qu`ran secara spesifik karangan al-Hufy maka ulum al-Qur`an sebagai disiplin ilmu sudah ada sejak abad ke-3 Hijriyah.

c. Periode abad ke-4 Hijriyah
Diantara kitab dan tokoh pengarangnya pada abad ke-4 adalah sebagai berikut:
1) Abu Bakar al-Baqilany ( wafat 403 Hijriyah), mengarang kitab I’jaz al-Qur`an.
2) Al –Mawardy ( wafat 450 Hijriyah ) mengarang kitab amsal al-Quran.
3) Abu Amar al-Dany ( wafat 444 Hijriyah), kitabnya bernama al-Taisir bi al-Qira`at al-Sabi’I dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqath.

d. Periode abad ke-5 Hijriyah
Diantara tokoh ilmu al-Quran pada abad ke-5 Hijriyah ialah:
1) Abd Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili ( wafat 582 Hijriyah), kitabnya bernama Muhammat al-Qur`an atau al-Ta’rif wa I’lam ubhima fi al-Qur`an min asma’ wa al-‘alam.
2) Ibnu Jauzy ( wafat 597 Hijriyah), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi ‘Ajaib ‘ulum al-Qur`an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘Ulumin Tata’allaq bi al-Quran.

e. Periode abad ke-6 dan ke-7 Hijriyah
Diantara tokoh ilmu al-Quran pada abad ke- 6 dan 7 Hijriyah antara lain:
1) Alamuddin al-Syakhawy ( wafat 643 Hijriyah) , kitab bernama Hidayat al-Murtab fi al-Mutasyabih mengenai qira`at, dan kitab Jamal al-Qur`an wa kamal al-Iqra tentang qira`at, tajwid, waqaf, Ibtida`, nasikh dan mansukh.
2) Al-‘Iz ibnu Abdu al-Salam (wafat 660 Hijriyah) dengan kitab bernama Majaz al-Qur`an.
3) Ibnu Qayyim ( wafat 751 Hijriyah ) dengan kitab bernama Aqsam al-Quran.
4) Badrudin al-Zarkasyi ( wafat 794 Hijriyah) , mengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran.
Pada abad ke tujuh mulai tumbuh ilmu Bada’I al-quran, Ilmu Hujaj al-Quran yang kemudian hari dikenal Jadal al-Quran. Tokoh ulama yang menyusun kitab ulum al-Quran ini pada umumnya sudah melakukan penelitian satu persatu juz al-Qur`an.

f. Periode abad ke-8, dan 9 Hijriyah
Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ulum al-Quran, antara lain sebagai berikut:
1) Jalaludin al-Balqiyany, wafat 824 Hijriyah yang mengarang kitab Mawaqi’ al-‘Ulum min mawaqi’I al-Nuzum.
2) Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy, wafat 873 Hijriyah, mengarang kitab al-Tafsir fi Qawaid al-Tafsir. Dalam kitab ini dijelaskan tentang syarat-syarat menafsirkan al-Qura`an dengan ra`yu.
3) Jalaludin al-Suyuthy, wafat 911 Hijriyah, mengarang kitab al-Tahbir fi ‘ulum al-Tafsir dan kitab terkenal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an. Dalam kitab ini terdapat 80 judul bahasan dari ulum al-Qur`an.
g. Periode abad ke-13 dan 14 Hijriyah dan masa kini
Di antara ulama yang berjasa di abad ke-13 dan 14 Hijriyah dalam perkembangan ulum al-Quran antara lain sebagai berikut:
1) Al-Syeikh Thahir al-Jazairy, kitabnya bernama al-Tibyan fi Ba’dh al-Mabahis al-Muta’aliqat bi al-Qur`an.
2) Jamaludin al-Qasimy, wafat 1332 Hijriyah, menulis kitab Mahasin al-Takwil.
3) Muhammad Abd Al-Azhim al-Zarqany, kitabnya bernama Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur`an.
4) Muhammad Ali Salamah, kitabnya bernama Manhaj al-Furqan fi ‘Ulum al-Qur`an.
5) Al-Syeikh Thanthawy Jauhary, kitabnya bernama al-Qur`an wa al-‘Ulum al-Ashriyah.
6) Mushtafa Shadiq al-Rafi’I, kitabnya bernama I’jaz al-Qur’an.
7) Sayyid Quthub, kitabnya bernama Al-Tashwir al-Faniyyu fi al-Qur`an.
8) Muhammad al-Gozaly, kitabnya bernama Nazharat fi al-Qur`an.
9) Muhammad Musthofa al-Maraghy, kitabnya bernama Al-Masalat Tarjamat al-Qur`an.
10) Dr. Shubhi al-Shalih, menulis kitab Mabahis fi ‘Ulum al-Qur`an. Kemudian diikuti Ahmad Muhammad Jamal yang menulis sekitar Maa’idah.
11) Muhammad Rasyid Ridha, kitabnya bernama Tafsir al-Qur`an al-Hakim yang terkenal dengan tafsir Al-Manar.
Demikianlah beberapa kitab yang membahas ulum al-Quran baik secara langsung nama kitab bernama ‘ulum al-Qur`an atau secara tidak langsung yang merupakan salah satu cabang dari ‘ulum al-Quran. Dengan beberapa pokok bahasan kitab-kitab ulum al-Qur’an dari masa ke masa, maka perbendaharaan pembahasan tentang disiplin ilmu al-Quran semakin luas dan kompleks. Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan dalam bidang al-Qur’an baik secara mandiri ataupun kolektif untuk selalu menggali ilmu-ilmu al-Qur`an. Perkembangan dari waktu ke waktu tentunya akan semakin kompleks karena kehidupan manusia semakin global. Bukan tidak mungkin serangan demi serangan untuk melemahkan al-Qur`an akan selalu datang. Seperti yang ada sekarang ini, Al-Qur`an dapat diakses siapa saja di internet baik itu Al-Qur`an digital, Al-Qur`an in word dan sebagainya, jika tidak dilengkapi ilmu dan kontrol dari lembaga tertentu mengenai ulum al-Qurannya, maka penyelewengan Al-Qur`an oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sangat terbuka lebar.

5. Aplikasi ‘Ulum al-Qur`an dalam pendidikan di sekolah
Ulum al-Qur`an ini apabila diaplikasikan dalam pendidikan akan sangat bermanfaat, bila ditinjau dengan pendekatan manajemen pendidikan Islam. Bagaimana generasi muslim ini akan memiliki kemampuan menguasai ulum al-Quran, jika dasar utamanya saja menguasai baca tulis Al-Qur`an di sekolah masih mengalami hal yang krusial, di mana tingkat kemampuan anak untuk membaca dan menulis sangat beragam. Di sekolah umum seperti SD, SMP, SMP, SMA/SMK, yang notabene pendidikan agama Islam hanya berkisar 2 sampai 3 jam pelajaran perminggu bahkan materi Al-Quran hanya disampaikan dalam rata-rata 1 kompetensi dasar setiap semester , ini berarti hanya 12 kompetensi dasar materi al-Qur`an di SD, 6 kompetensi dasar di SMP yang harus dikuasai peserta didik di sekolah umum.
Materi al-Qur`an merupakan salah satu aspek muatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik yang beragama Islam dalam kegiatan pembelajaran intrakurikuler di sekolah.
Baca tulis al-Qur’an sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari tagihan kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah diarahkan untuk menyiapkan peserta didik supaya mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan kandungan al-Quran. Al-Qur’an bagi umat Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu hendaknya peserta didik sedini mungkin sudah mulai diajarkan menulis dan membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid dan mahkrajnya serta diharapkan dapat memahami, kemudian mengamalkan isi ajarannya dalam setiap aktivitas keseharian.
Namun sangat disayangkan, betapa ironisnya sebagian umat Islam tidak memiliki perhatian terhadap pelajaran Baca Tulis al-Qur’an sejak usia dini, sehingga banyak anak-anak Islam, remaja dan pemuda bahkan orang tua yang belum mampu Baca Tulis al-Qur’an.
Padahal agama Islam mengajarkan bahwa membaca al-Qur’an merupakan salah satu ibadah. Baik dan benarnya bacaan al-Qur’an merupakan salah satu syarat kesempurnaan ibadah, sehingga Islam menekankan keutamaan membaca al-Quran.
Rasulullah SAW bersabda:

Diriwayatkan dari ‘Utsman bn ‘Affan ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Al-Bukhori) (Imam Nawawi, 1999: 116)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HRTirmidzi).
Menurut Husni Rahim melalui hasil penelitiannya yang dipublikasikan menyebutkan bahwa terdapat 30% rata-rata peserta didik SMA/SMK belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Jika di SMA/SMK demikian, hal ini tentu terkait erat dengan keadaan peserta didik di SMP yang juga masih banyak yang belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Penyebabnya sangat beragam, antara lain:
1. Kurangnya perhatian orang tua dan lingkungan keluarga terhadap putra-putrinya dalam hal kemampuan baca tulis al-Quran.
2. Terbatasnya jam tatap muka Pendidikan Agama Islam di sekolah sebagaimana diatur dalam Permen nomor 22 tahun 2006, karena pelajaran baca tulis al-Qur’an hanya menjadi salah satu dari lima aspek mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
3. Proses pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an dalam kegiatan intrakurikuler kurang berorientasi kepada peningkatan kemampuan membaca dan menulis al-Qur’an, karena proses pembelajarannya cenderung teoritis oriented seharusnya diberikan dengan memperbanyak praktikum dan latihan-latihan menulis, serta membaca al-Qur’an.
4. Masih rendahya motivasi dan minat peserta didik. Hal ini disebabkan kurangnya peserta didik memahami maksud dan tujuan membaca dan menulis al-Qur’an, bahkan pelajaran ini bagi mereka kurang menarik karena dianggap tidak begitu penting.
5. Masih banyak tenaga pendidik belum dapat menggunakan metode yang tepat dan praktis dalam menyampaikan pelajaran baca tulis al-Qur’an .
6. Perkembangan global dan kemajuan dalam bidang teknologi, informatika, dan telematika yang ditandai dengan munculnya berbagai produk sain dan teknologi serta derasnya arus budaya asing yang semakin menggeser minat untuk belajar Baca Tulis al-Qur’an. Akhirnya kebiasaan Baca Tulis al-Qur’an ini sudah mulai jarang terdengar di rumah-rumah keluarga muslim, yang ada adalah suara-suara radio, TV, Tape recorder, karaoke, dan lain-lain.
7. Faktor lingkungan dan masyarakat juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an. Sebagian orang tua dan masyarakat masih memandang dan bangga jika putranya berhasil dalam bidang matematika, bahasa inggris, olah raga dan lainnya ketimbang berprestasi dalam bidang membaca dan menulis al-Qur’an.
Kondisi tersebut menuntut semua pihak agar secara bersama-sama dapat memberikan solusi, baik dari pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dunia usaha, orang tua, tokoh masyarakat, maupun Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI). Bentuk solusi diarahkan untuk mengatasi keterbatasan jam tatap muka yang hanya 2 jam perminggu, termasuk pembelajaran Baca Tulis al-Quran di sekolah, oleh karena itu hendaknya:
1. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu banyak mempelajari metode yang tepat dan praktis dalam memberikan pelajaran al-Qur’an disekolah.
2. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu mengembangkan strategi yang inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan diadakannya program baca tulis al-Qur’an diluar jam tatap muka di kelas.
3. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dituntut untuk mampu memetakan, membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal membaca dan menulis al-Qur’an, memantau perkembangannya dengan selalu mengadakan penilaian secara kontinyu dan berkelanjutan.
4. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memperdayakan potensi yang ada disekolah maupun lingkungan masyarakat seperti peserta didik yang sudah mahir dijadikan tutor sebaya, guru mata pelajaran umum yang mampu memberikan pelajaran baca tulis al-Qur’an , alumni dan tokoh masyarakat lingkungan sekolah.
5. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memberikan motivasi kepada peserta didik betapa pentingnya pelajaran al-Qur’an dalam rangka memahami pendidikan agama Islam dalam rangka membentuk akhlakul karimah.
6. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu membangun kerjasama dengan orang tua/wali peserta didik untuk mengarahkan putra/putrinya agar tidak banyak menonton tayangan televisi dan internet yang dapat mengganggu pelajaran sekolah.
7. Kepala Sekolah selalu memberikan dorongan moril maupun materil kepada pendidik di sekolahnya terutama kepada Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam upaya menciptakan suasana lingkungan sekolah yang religius dan berakhlak mulia.
8. Orang tua/wali peserta didik dapat memasukkan putra/putrinya ke Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA) atau madrasah diniyah atau pengajian al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat yang ada dilingkungannya.
9. Pemerintah hendaknya memberikan dukungan/support berupa kebijakan yang mewajibkan peserta didik menguasai kompetensi baca tulis al-Qur’an sebagai prasyarat penerimaan peserta didik baru pada setiap jenjang satuan pendidikan dalam bentuk sertifikasi.

C. Penutup
Demikianlah sekelumit makalah pangantar ulum al-Qur`an dan perkembangannya. Makalah ini dirasakan masih banyak kekurangan di sana sini karena keterbatasan dalam referensi yang didapatkan penulis. Untuk itu saran-saran dari teman-teman mahasiswa kami sangat mengharapkan dalam rangka perbaikan makalah ini.

Daftar Foot Note
1. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2010, Cet-3, h. 1-2.
2. Al Qaththan, Manna’ , Mabahis fi ulum al-Qur`an, Riyad, cet-3, 1973, h. 15.
3. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, 1994. h.
4. As-Suyuthi, Jalaludin, Al-Itqan fi ulum al-Qur`an, Linabon, Darl Fikr,h.4-7..
5. Ibrahim, Abu Fadhil Muhammad, Al Burham fi Ulum al-Qur`an, Kairo, 1957, Daru at Turas, Jilid 1. h. 17.
6. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan pengantar ilmu al-Qur`an, Bulan Bintang, Jakarta, 1994. h.
7. Al Qaththan, Manna’, Ibid, h. 12.
8. Ibid. h. 12.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al Qaththan, Manna’ , Mabahis fi ulum al-Qur`an, Riyad, cet-3, Tahun, 1973
2. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, Tahun 1994..
3. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, Tahun 2010, Cet-3,
4. As-Suyuthi, Jalaludin, Al-Itqan fi ulum al-Qur`an, Linabon, Darl Fikr,..
5. Chairani Idris dan Tasyrifin Karim, Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak/Taman Pendidikan Al-Qur’an, DPP BKPRMI Masjid Istiqlal Kamar 13, Jakarta, 1996
6. Ibrahim, Abu Fadhil Muhammad, Al Burham fi Ulum al-Qur`an, Kairo, Daru at Turas, 1957 ,Jilid 1.

Sabtu, 13 November 2010

SELAMAT MENGERJAKAN TUGAS MAKALAH

Rekan-rekan mahasiswa S2 UIN Bandung
Minggu ini tanggal 15 s/d 20 manfaatkan waktu tidak tatap muka dengan menyelesaikan tugas-tugas makalah yang sudah dibagi permahasiswa.Jangan pernah menunda tugas, semakin lama semakin banyak pekerjaan dan tugas yang harus diemban, dan tantangan dalam peningkatan pendidikan di Indonesia semakin menantang kita untuk dikaji bersama.
Jangan lupa makalah yang sudah selesai diuploud ke website ini, agar mahaiswa yang lain dapat membuka dan mempelajari secara maksimal.
Terima kasih

Kosma

Selasa, 09 November 2010

AWALI HARI DENGAN TERSENYUM oleh: Epon Maftuhah

Apakah Anda ingin menjadi orang yang selalu berbahagia?....Banyaklah bersyukur dan,tersenyumlah........Menurut penelitian para ahli, tersenyum akan menghilangkan kerutan di wajah. Orang yang dalam keadaan cemberut kerutan di wajahnya sebanyak 32 buah , sedangkan orang yang tersenyum kerutannya hanya 17 buah. Jadi, banyaklah tersenyum. Tidak salah Rasulullah SAW dalam haditsnya meminta kita untuk memberikan senyuman terbaik untuk saudara-saudara kita, orang-orang yang kita cintai, sebagai sedekah yang murah meriah. Sedekah untuk jasmani kita (karena menyehatkan) dan sedekah untuk orang lain karena membahagiakan. So, AWALI HARI INI DENGAN TERSENYUM....Keep Smile please....

Walaupun tidak dipungut biaya, alias gratis,Banyak orang yang sangat pelit tersenyum, bahkan untuk dirinya sendiri. Lihatlah para sopir dan kondektur bis kota, lihatlah para penjaga loket kereta api ekonomi, kebanyakan perawat di Rumah sakit pemerintah yang melayani kartu askes atau kartu miskin, para dokter, para mahasiswa yang stress dengan menumpuknya tugas, kaum ibu yang bingung mengatur uang belanja yang sedikit, para politisi....dsb. Paling mereka tersenyum pahit, kecut, masam dan sejenisnya sebagai expresi kejengkelan, ketidaksukaan, melecehkan, menghina, dsb, walaupun wujudnya "tersenyum" tetap saja tidak menyehatkan. Karena itu bukan senyum tulus expresi rasa syukur.

Rasulullah SAW dilahirkan dan tumbuh di daerah yang secara georafis tandus, kering dan hal tersebut secara psikologis akan berpengaruh. Lazimnya, orang yang lahir dan tumbuh di daerah beriklim panas, maka dia akan tumbuh pula menjadi orang-orang yang keras, tempramental jauh dari kelembutan. Tapi kenyataannya, Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok yang lemah lembut perkataannya,sangat santun sikapnya, ramah (selalu tersenyum) ketika berjumpa dengan sahabatnya bahkan ketika bertemu dengan orang-orang yang bukan Muslim yang natabene musuhnya. Luar biasa. Mengapa Rasulullah bisa selalu tersenyum ?.....karena Islam menghendaki ummatnya menjadi ummat yang ramah, karena keramahan atau kelemah lembutan sesungguhnya kekuatan yang Maha dahsyat.Sejarah sudah membuktikannya. Islam disebarkan tidak dengan paksaan dan anarkisme, melainkan keagungan Akhlak sang pembawa Risalah yang memukau dunia hingga dikekinian.

Tersenyum jadinya bukan masalah sepele, jadi jangan diabaikan. Bisa menyangkut masalah politik, dan peradaban. So, ikuti rumus di bawah ini:
2 2 5: 2 Senti tarik bibir ke kanan, 2 senti tarik bibir ke kiri, tahan 5 detik...chiiiis.....

(Garut, 10 Nop 2010)

Minggu, 07 November 2010

Selamat Datang di Forum Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Bandung

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Blogs ini sebagai forum karya mahasiswa pasca sarjana kelas beasiswa 2010 UIn Bandung.
Selamat bergabung pada karya-karya keislaman dan kependidikan Islam di blogs ini.